Friday, January 1, 2010

KH Ahmad Azhar Basyir: Perteguh Gerakan Pembaruan Muhammadiyah

Menjelang Muktamar Muhammadiyah tahun 1990 dan beberapa waktu setelah itu, diselenggarakan banyak seminar untuk mengevaluasi perjalanan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaru. Sejumlah cendekiawan muda, termasuk dari kalangan Muhammadiyah sendiri, melontarkan kritik terhadap organisasi keagamaan ini.

Banyak wacana yang muncul saat itu; Muhammadiyah sudah berhenti menjadi organisasi pembaru; pengamalan agama di kalangan Muhammadiyah sudah kering, dan bahwa kalangan Muhammadiyah mengabaikan dzikir dan tak punya dimensi tasawuf serta masih banyak lagi.

Terhadap kritik-kritik tersebut, tampillah KH Ahmad Azhar Basyir di garis depan memberikan penjelasan. Ulama yang kala itu menjabat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah itu menegaskan, pada dasarnya Muhammadiyah tetap menjadi organisasi pembaru, organisasi tajdid (reformasi) dalam Islam di Indonesia.

Dia berpendapat, tajdid setidaknya memiliki tiga dimensi. Pertama, dimensi akidah. Dalam hal ini, semua persoalan harus dikembalikan kepada ajaran Alquran dan hadis. Akidah sifatnya absolut, tetapi dalam perkembangan sejarah ia mengalami perkembangan yang tak jarang menimbulkan perbedaan pendapat. Akibatnya ada pikiran yang terlalu jauh, sebagaimana juga ada golongan yang 'memudahkan pengertian.' Oleh karenanya diperlukan tajdid di bidang akidah.

Kedua, dimensi ibadah mahdah atau ibadah murni. Di sini, perbedaan pendapat pun harus dikembalikan pada Alquran dan hadis, karena dalam bidang ini juga terjadi perkembangan sebagaimana terjadi pada bidang akidah. Ketiga, dimensi muamalat. Terkait hal ini diperlukan pengembangan pemikiran sesuai dengan perkembangan masyarakat, sebab di dalam Alquran dan hadis persoalan muamalat berupa kaidah-kaidah umum. Tajdid dalam hal ini mempunyai makna dinamis.

Berkenaan dengan dimensi tasawuf dalam Muhammadiyah, Azhar Basyir menyatakan bahwa Muhammadiyah juga menganut tasawuf, seperti yang ditulis Buya Hamka dalam buku Tasauf Modern. Menurutnya, orang dapat saja melakukan kegiatan yang berorientasi dunia tanpa meninggalkan dzikir. Demikianlah ketegasan tokoh ini dalam menetapkan garis kebijakan Muhammadiyah. KH Ahmad Azhar memang kemudian dikenal sebagai ulama yang banyak menguasai ilmu agama, low profile, serta ibarat sumur yang tidak pernah habis ditimba.

KH Ahmad Azhar dilahirkan di Yogyakarta tanggal 21 Nopember 1928. Dia dibesarkan di lingkungan masyarakat yang kuat berpegang pada nilai agama yakni di Kauman. Ayahnya bernama HM Basyir dan ibunya Siti Djilalah. Pendidikan formalnya dimulai pada Sekolah Rendah Muhammadiyah di Suronatan, Yogyakarta. Setelah tamat pendidikan tingkat dasar tahun 1940, diapun nyantri di Madrasah Salafiyah, Ponpes Salafiyah Tremas, Pacitan, Jawa Timur.

Setahun kemudian dia pindah ke Madrasah al-Fallah di Kauman hingga tahun 1944 kala menyelesaikan pendidikan tingkat menengah pertamanya. Pendidikan lanjutan kemudian ditempuhnya di Madrasah Mubalighin III (Tabligh School) Muhammadiyah Yogyakarta dan rampung selama dua tahun.

Pada zaman revolusi, Azhar Basyir bergabung dengan kesatuan TNI Hizbullah Batalion 36 di Yogyakarta. Seusai kemerdekaan, dia pun kembali ke bangku sekolah dan masuk ke Madrasah Menengah Tinggi Yogyakarta tahun 1949. Tamat tahun 1952, lantas meneruskan ke Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Yogyakarta.

Beberapa saat kemudian dia mendapat beasiswa untuk belajar di Universitas Baghdad, Irak. Fakultas Adab Jurusan Sastra adalah bidang yang diambil. Dari sini dia melanjutkan studi ke Fakultas Dar al 'Ulum Universitas Kairo serta belajar islamic studies sampai meraih gelar master berkat tesis Nizam al-Miras fi Indunisia, Bain al-'Urf wa asy-Syari'ah al-Islamiyah (Sistem Warisan di Indonesia, antara Hukum Adat dan Hukum Islam).

Tak hanya di bidang keilmuan, di lapangan organisasi pun Ahmad Azhar aktif terlibat. Sejak duduk di sekolah menengah, dia telah bergiat di Majelis Tabligh Muhammadiyah. Karir berorganisasinya ini dimulai sebagai juru tulis yang tugasnya mengetik dan mengantar surat.

Lama kelamaan, karena kegigihan dan ditunjang kemampuan ilmu agamanya, Ahmad Azhar dipercaya menjadi ketua muda Pemuda Muhammadiyah ketika lembaga ini baru didirikan tahun 1954. Jabatan ini dikukuhkan pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Palembang tahun 1956. Namun tak lama jabatan tersebut mesti diserahterimakan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah berhubung dia harus kuliah di Baghdad dan Kairo.

Kembali ke Tanah Air, dia diangkat sebagai dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sembari mengajar, Ahmad Azhar aktif kembali di organisasi Muhammadiyah yang kali ini sudah di tingkat pimpinan pusat. Dia lantas berkecimpung di lembaga Majelis Tarjih Muhammadiyah (bidang penetapan hukum agama) dengan menjadi pimpinan dari tahun 1985-1990.

Tahun 1990 pula, pada Muktamar Muhammadiyah di Semarang, ulama ini diberi amanah untuk memimpin Muhammadiyah. Pada saat yang sama, dia duduk pada beberapa organisasi, antara lain sebagai salah seorang ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat masa bakti 1990-1995, anggota Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat Indonesia, serta anggota MPR-RI periode 1993-1998. Sementara di tingkat internasional ia menjadi anggota tetap Akademi Fikih Islam, Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Pada usia 65 tahun, tokoh kharismatik ini mulai memasuki masa pensiun dari kegiatan mengajar di Fakultas Filsafat UGM. Tetapi, dia tetap bertekad mengabdikan ilmunya dengan mengajar di Fakultas Hukum UGM, IAIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Di waktu senggangnya, Ahmad Azhar punya kegiatan lain yakni menulis buku. Beberapa karyanya antara lain Hukum Perkawinan Islam, Garis Besar Ekonomi Islam, Hukum Adat di Indonesia, Prospek Hukum Islam di Indonesia, dan masih banyak lagi. Di samping itu ada pula buku yang membahas persoalan akhlak dan bidang lainnya.

Saat memasuki musim haji tahun 1994, pemerintah menunjuknya selaku wakil amirulhaj Indonesia. Setelah dari Tanah Suci, dia kembali bekerja keras. Tak lama, tepatnya pada awal Juni 1994, ulama ini masuk rumah sakit karena komplikasi penyakit gula, radang usus dan jantung. Kondisinya kian memburuk. Dan pada tanggal 28 Juni 1994, KH Ahmad Azhar Basyir meninggal dunia.

Sumber : http://www.republika.co.id/suplemen/

1 comment: