Tuesday, September 16, 2014

RS PKU Muhammadiyah Gombong yang Fenomenal

Republika, Tuesday, 16 September 2014

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Pada 14 September 2014, rombongan besar R.S. PKU dan pimpinan cabang Muhammadiyah Gombong, Jawa Tengah, mengundang saya untuk mendengarkan laporan  perkembangan rumah sakit dan sekaligus minta berbicara di depan mereka, bertempat di hotel Hyyat, Jogjakarta.. Tuan dan puan jangan kaget mengikuti berita gembira dari sebuah cabang Muhammadiyah yang amat patut ditiru oleh cabang-cabang yang lain. Resonansi ini khusus membicarakan perkembangan rumah sakit, amal-usaha lain yang juga banyak tidak akan disinggung.

Bermula dari sebuah Balai Pengobatan yang berdiri pada 26 April 1958, kini PKU Muhammadiyah Gombong telah menjadi rumah sakit yang diperhitungkan untuk daerah Jawa Tengah bagian selatan. Hampir tidak masuk akal, sebuah cabang punya rumah sakit yang ditangani oleh lebih 50 dokter, sekitar 30 adalah dokter spesialis: anak, jantung, kandungan, THT, saraf, penyakit dalam, bedah, dan masih ada bidang lain. Mereka ini semua adalah dokter tetap. Usia mereka rata-rata masih muda. Direncanakan bulan Maret 2015 akan dibuka pula sebuah unit radioterapi untuk pengobatan penyakit kanker. Alasannya, karena di beberapa rumah sakit milik negara, untuk pemeriksaan gejala kanker ini harus menunggu berbulan-bulan, baru bisa diperiksa. Bahkan belum sempat diperiksa, maut sudah datang lebih dulu.

Maka PKU Gombong ingin membantu negara dengan membuka unit yang cukup mahal ini. Mereka berharap bahwa menteri kesehatan kabinet Jokowi-JK pada saatnya nanti akan menyempatkan waktu berkunjung untuk meninjau PKU milik cabang ini. Saya katakan kepada rombongan ini, jika negara membantu, itu adalah kewajiban konstitusional pemerintah untuk membantu usaha rakyatnya di bidang kesehatan, karena kemampuan negara juga terbatas. Sekarang PKU Gombong dengan jumlah tempat tidur kurang sedikit dari 200 ini sedang ancang-ancang untuk mengubah statusnya dari tipe C ke tipe B. Segala persyaratan sedang dipersiapkan dengan cermat. Antara rumah sakit dan pengurus cabang Muhammadiyah telah terjalin kerja sama yang sangat baik dengan semboyan: maju bersama persyarikatan!

Siapa nakoda PKU Gombong ini? Direktur Utamanya sekarang adalah Dr. Ibnu Naser, S.Ag., M.M.R. dibantu oleh beberapa direktur. Dr. Ibnu Naser, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogjakarta, yang juga sarjana ilmu agama, adalah seorang aktivis petarung. Mimpi-mimpi besarnya untuk pengembangan dan kemajuan rumah sakit secara pelan tetapi pasti telah semakin menjadi kenyataan. Sebagai ketua dewan pengawas adalah Dr. H. Haryo, seorang dokter senior di PKU ini. Kabarnya ada juga seorang dokter non-Muslim yang turut berkiprah di rumah sakit ini karena kepakarannya memang sangat diperlukan. Dalam kultur Muhammadiyah, bergaul dengan para sahabat lintas iman bukan sesuatu yang baru, jauh sebelumnya sudah dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah tahun 1912.

Jika dibandingkan dengan PKU Yogjakarta milik P.P. Muhammadiyah yang sudah berdiri sejak tahun 1923 dengan perkembangan yang sangat lamban, PKU Gombong patut dipuji karena dinamika dan gerak cepatnya yang antisipatif. Bahwa di sana-sini masih terasa kekurangan, itu adalah pertanda hidup yang dinamis dan kreatif. Tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimiliki, demi pengabdian kepada Allah dengan menyantuni kemanusiaan secara maksimal di ranah kesehatan, tanpa pandang latar belakang agama dan asal-usul. PKU Gombong ini tidak saja memiliki ruang inap kelas utama, kelas VVIP/VIP dengan nama Ruang Salma juga telah tersedia.

Luas lokasi lahan rumah sakit ini sekitar 70 ribu m2 dan ada lagi sekitar 32 ribu m2 yang dalam proses pembebasan untuk pengembangan ke depan. Dalam hati, saya hanya bersyukur kepada Allah bahwa Muhammadiyah dalam usianya di awal abad kedua tidak pernah berhenti beramal dan terus beramal sampai waktu yang tak terbatas. Ruh Ahmad Dahlan di alam barzah sana tentu tersenyum ria karena benih yang ditanamnya bermula di Kauman, Jogjakarta, telah menyeruak sangat jauh, sejauh keterkaitan antara iman dan amal saleh. Viva R.S. PKU MuhammadiyahGombong, semoga cabang-cabang yang lain di seluruh nusantara akan belajar dan mau mengikuti. Syarat-syaratnya bisa dipelajari, tetapi kemauan harus kuat membaja.

http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/14/09/15/nby8h7-rs-pku-muhammadiyah-gombong-yang-fenomenal

Friday, September 5, 2014

Financing Muhammadiyah: The Early Economic Endeavours of a Muslim Modernist Mass Organization in Indonesia (1920s-1960s)

Studia Islamika, Vol. 21, No. 1, 2014: 1-46

Gwenael Njoto-Feillard

Abstract
Throughout its history, Indonesia's largest Islamic reformist organization, the Muhammadiyah, has relied on funding based on the gift economy. Using the organization's archived financial reports from the 1920s to the 1960s --a source that had yet to be exploited-- this study shows how the Muhammadiyah used different shares of resources (donations, member fees, subsidies, etc.) to finance its organization. In the pre-War period, the Muhammadiyah Central Board became noticeably reliant on colonial subsidies. The reformist organization attempted to emancipate itself from this dependency and develop its own productive sector (businesses, cooperatives, banking, etc.), which raised various ethical questions as this socio-religious institution decides to operate lucrative economic endeavours. Finally, this article argues that the case of Muhammadiyah clearly shows how Indonesian Islam was, quite early on, well-informed of the ethical debates surrounding the idea of 'Islamic economics' long before its recent emergence as an economic initiative in the Muslim communities.

Keywords: Indonesia, Muhammadiyah, Islam, gift economy, Reformism, enterprise zakat.

Abstrak
Sepanjang sejarahnya, Muhammadiyah, organisasi Islam reformis terbesar Indonesia, bergantung pada pendanaan yang berasal dari bantuan. Dengan menggunakan arsip laporan keuangan organisasi dari 1920 sampi 1960 --sumber yang masih harus digali-- artikel ini menggambarkan secara rinci perbedaan bagian sumber-sumber pendanaan (sedekah, iuran anggota, subsidi, dll.). Ia menunjukkan bahwa pada masa pra-peperangan, Muhammadiyah telah berusaha memberdayakan sendiri dari ketergantungan ini dan mengembangkan sektor-sektor produktif milik sendiri (usaha, koperasi, perbankan, dll.) yang juga dijelaskan artikel ini secara rinci. Tulisan ini juga menunjukkan aneka kesulitan etis yang muncul saat lembaga kemasyarakatan-keagamaan ini memutuskan untuk mengerahkan tujuannya kepada usaha-usaha yang menguntungkan. Terlebih kasus Muhammadiyah memperlihatkan secara jelas bahwa Islam Indonesia, sejak awal, telah memperoleh informasi dengan baik mengenai etika seputar gagasan "Ekonomi Islam".