Tuesday, March 18, 2014

Islamic organizations and electoral politics in Indonesia: the case of Muhammadiyah

Author: Jung, Eunsook
Source: South East Asia Research, Volume 22, Number 1, March 2014 , pp. 73-86(14)
Publisher: IP Publishing Ltd

Abstract:What role do Muslim social and educational organizations play in Indonesian politics after democratization? When democratization opens up a larger political space for Islamic organizations to participate in politics, do Muslim organizations emerge as political powers or remain socio-religious organizations? How do Muslim organizations engage in electoral politics? This article addresses these questions by examining the role of Muhammadiyah in democratic Indonesian politics. The author argues that Muhammadiyah's political behaviour is driven by its institutional logic, which places its religious and social duties before its political interests. Although there have been attempts by some elites to take advantage of Muhammadiyah for their own political gains, Muhammadiyah has managed to refrain from building or supporting a particular political party at the organizational level. Moreover, political learning through unsuccessful outcomes in initial elections and bitter experience with PKS also alerted Muhammadiyah to the need to protect itself from partisan politics by emphasizing its organizational principle. This article also demonstrates how religious institutions use politics for religious ends and to confirm the integrity of their community.

Keywords: ELECTORAL MOBILIZATION; INSTITUTIONAL LOGIC; MODERNIST ISLAM; MUHAMMADIYAH; PARTISAN POLITICS; POLITICAL LEARNING

Document Type: Research Article
DOI: http://dx.doi.org/10.5367/sear.2014.0192
Publication date: March 1, 2014

http://www.ingentaconnect.com/content/ip/sear/2014/00000022/00000001/art00005

Thursday, March 13, 2014

The Muhammadiyyah Da‘wah and Allocative Politics in the New Order Indonesia

Studia Islamika, Volume 2, Number 2, 1995: 35-71

Title: The Muhammadiyyah Da‘wah and Allocative Politics in the New Order Indonesia
Author: M. Din Syamsuddin

Permalink     http://studia.ppim.or.id/menu/read/artikel.php?artikel=20120604

Description

Perubahan dari Islam politik ke da'wah merupakan hasil introspeksi budaya, yang merupakan akibat dari hubungan tidak seimbang antara Islam dan negara: Islam berada pada posisi inferior sedangkan negara berada pada posisi superior. Posisi Islam ini dengan sendirinya membatasi keleluasaan gerak aktivitasnya untuk tampil secara terbuka. Sementara itu, superioritas negara sedikit banyak juga mendorong Islam untuk menampilkan diri melalui cara-cara yang lebih halus dan hati-hati. Ketimpangan ini kemudian melahirkan satu bentuk praktek politik lain: politik alokatif. Di sini aktivitas politik muncul sebagai upaya memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam proses pembangunan politik yang didasarkan pada ideologi hasil konsensus nasional: Pancasila. Dengan demikian, politik alokatif bisa berarti repolitisasi Islam dalam kerangka Pancasila.

 Kecenderungan politik umat Islam seperti itu terlihat pada Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar di daerah perkotaan Indonesia. Muhammadiyah telah menunjukkan prestasinya dalam politik alokatif ini. Ia telah berusaha mendorong terwujudnya implementasi nilai-nilai Islam ke dalam wilayah politik Indonesia. Ini dapat dilihat dari peran aktif Muhammadiyah dalam mewarnai sejumlah kebijakan yang diputuskan pemerintah dan DPR, seperti Rencana Undang-undang Perkawinan (RUUP), Rencana Pendidikan Nasional (RUUPN), Rencana Undang-undang Keormasan (RUUK), dan Rencana Undang-undang Peradilan Agama (RUUPA).

Meskipun demikian, Muhammadiyah masih dihadapkan pada sebuah dilema: posisinya tetap inferior di hadapan negara. Repolitisasi Islam yang ditempuh melalui model politik alokatif masih berada pada posisi pinggiran dari arena pengambilan keputusan. Ia belum mampu menunjukkan diri sebagai agen penting yang memiliki daya tawar yang menentukan. Posisi negara masih saja dominan; dan dapat dikatakan bahwa lembaga ini tetap menjadi kekuatan yang belum tertandingi dalam setiap proses pengambilan keputusan. Akibatnya Muhammadiyah terperangkap dalam situasi yang sulit dihindari: harus menyerah pada kepentingan negara ketimbang menjadikan dirinya sebagai faktor independen dalam proses pengambilan keputusan.

Download file

Wednesday, March 12, 2014

Qur’ān Interpretations of Hamzah Fansuri (CA. 1600) and Hamka (1908-1982): A Comparison

Studia Islamika Volume 2, Number 2, 1995

Title: Qur’ān Interpretations of Hamzah Fansuri (CA. 1600) and Hamka (1908-1982): A Comparison
Author: Karel Steenbrink

Description

Proses Islamisasi masyarakat Nusantara dalam skalanya yang luas baru terjadi setelah abad ke 12. Pada saat itu, Islamisasi tidak hanya menyentuh masyarakat pinggiran. Beberapa kerajaan yang ada di Nusantara, khususnya yang berlokasi di pulau Sumatera, mulai memeluk agama Islam. Selanjutnya, proses konversi ini berjalan semakin intensif dan menjangkau pelbagai kerajaan di wilayah-wilayah lainnya.

Salah satu tema penting dalam melihat tradisi Islam di wilayah ini adalah pergulatan pemikir Muslim dalam menafsirkan doktrin-doktrin Islam. Pergulatan pandangan dalam wilayah ini mendorong terciptanya pola-pola pemikiran serta tindakan lainnya dalam rangka kehidupan beragama secara keseluruhan. Salah satu pemikir yang menonjol dalam bidang ini adalah Hamzah Fansuri.

Fansuri memiliki kecenderungan kuat untuk memahami doktrin Islam melalui kacamata mistik (sufi). Kecenderungan ini sering mendorong para pengamat untuk berkesimpulan bahwa Fansuri adalah penganjur ajaran panteisme heterodoks (wahdat al-wujud). Bahkan tokoh Muslim menonjol lainnya, Nuruddin al-Raniri, yang antara 1637-1643 menjadi Syaikh al-Islam di kerajaan Aceh, memberikan perintah untuk membakar buku-buku karangan Fansuri di halaman masjid besar Banda Aceh.

Sementara itu, Hamka merupakan sosok penting pemikir Islam di zaman modern. Karir intelektual Hamka mencakup wilayah yang sangat luas, sebagaimana ditunjukkan melalui karya-karya tulisnya yang sangat beragam. Di samping karya-karya jurnalistik dan fiksinya, Hamka juga memberikan perhatian yang mendalam terhadap masalah keagamaan. Ia menulis tentang sufisme dan menerbitkan buku tafsir al-Qur'an yang jumlahnya puluhan jilid. Ciri khusus pemikiran keagamaan Hamka sedikit banyak memiliki kesamaan dengan Fansuri. Ia juga memiliki kecenderungan kuat untuk memakai model penjelasan mistik dalam memahami pelbagai aspek agama. Bahkan secara khusus Hamka menulis tentang seluk-beluk sufisme dalam kaitannya dengan tuntutan kehidupan modern.

Download file

Tuesday, March 11, 2014

Praxis and Religious Authority in Islam: The Case of Ahmad Dahlan, Founder of Muhammadiyah

Studia Islamika Volume 17, Number 1, 2010

Title: Praxis and Religious Authority in Islam: The Case of Ahmad Dahlan, Founder of Muhammadiyah
Author: Hyung-Jun Kim

Description
Otoritas tertinggi dalam Islam adalah al-Qur'an dan hadis. Namun pertanyaan akan siapa yang paling otoritatif untuk menafsirkan dua sumber hukum tersebut hingga sekarang terus menjadi perdebatan. Para ahli Islam setidaknya mencatat beberapa sumber otoritas dalam Islam. Pertama, karena sumber utama Islam berbahasa Arab, maka hanya mereka yang paham struktur gramatika, kosakata, semantik, dan retorika bahasa Arab sajalah yang dapat dan sah untuk menafsirkannya.

Kedua, di beberapa daerah, tradisi lokal memiliki peran cukup penting dalam penentuan otoritas keagamaan. Di Afrika dan Asia Tenggara, misalnya, otoritas keagamaan cenderung diberikan kepada seseorang yang memiliki atau menguasai kekuatan gaib tertentu. Sementara di daerah yang memiliki tradisi sufi cukup kuat, otoritas itu diberikan kepada seseorang yang berhasil memperoleh kekeramatan lewat praktik-praktik asketik, atau karena memiliki latar belakang genealogis dengan Nabi.

Ketiga, dalam konteks masyarakat modern, pendidikan dan penerjemahan kitab suci ke beberapa bahasa rupanya menjadikan konsep tentang otoritas dalam Islam mengalami perubahan yang cukup signi kan. Di masa ini, kapabilitas seseorang dalam menafsirkan urusan duniawi ke dalam istilah-istilah yang sangat Islami serta penegasan atas komitmen keislaman menjadi kata kunci untuk menentukan siapa yang berhak memiliki otoritas keislaman. Dalam konteks itu, seseorang yang meski tidak memiliki penguasaan ilmu-ilmu tradisional keislaman dan pernah belajar kepada ulama kenamaan dalam rentang waktu tertentu, namun memiliki kepekaan wacana Islam dalam berbagai urusan yang bersifat duniawi dapat dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas keagamaan.

Konteks modernitas tersebut pada gilirannya menerbitkan sebuah pertanyaan bagaimanakah Islam melihat atau menilai praksis di ranah politik-ekonomi dan sosial-budaya serta peran apakah yang dapat dimainkannya dalam pembentukan legitimasi dan kepemimpinan keagamaan. Untuk itu, tulisan ini coba memotret K.H. Ahmad Dahlan. Ia adalah sosok yang meski tak berlatar pendidikan Islam asuhan ulama besar dan tak memiliki kekuatan mistis sebagai sumber otoritas tradisional, berhasil mendirikan salah
satu ormas Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah. Otoritas keagamaan yang disematkan kepada tokoh kelahiran Yogyakarta pada 1868 ini lebih bersumber pada praksis dan dedikasinya di dunia pendidikan, reformasi pandangan keislaman tradisional, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil.

Di bidang keagamaan, Dahlan terpengaruh oleh pandangan reformis Islam Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, dan Rasyid Ridha. Dari situ Dahlan berkeyakinan bahwa praktik keislaman semestinya dikembalikan pada ajaran al-Quran dan hadis. Ia kemudian berusaha membersihkan seluruh praktik
keagamaan umat Islam Indonesia dari unsur budaya yang tidak Islami, sinkretis. Di bidang pendidikan, tidak seperti tokoh agama pada umumnya, ia sangat mengapresiasi ilmu pengetahuan modern dan capaian peradaban Barat. Ia keberatan dengan pandangan tradisional yang menyatakan bahwa Islam bertentangan
dengan modernitas dan karenanya harus menolak semua pengaruh budaya Barat.

Apresiasi terhadap Barat inilah yang di kemudian waktu menjadi alasan Dahlan untuk bergabung dengan Budi Utomo, sebuah organisasi modern yang salah satu konsentrasinya adalah memajukan pendidikan untuk kaum pribumi. Sementara di bidang ekonomi, Dahlan begitu mengutamakan kemandirian dan pemberdayaan
kaum miskin. Ia sangat memperhatikan kaum yang disebut terakhir itu dan kerap membantunya hingga memiliki kemandirian ekonomi.

Faktor-faktor di atas, terutama pengalaman di organisasi modern dan keinginan yang kuat untuk mewujudkan pendidikan modern, akhirnya memunculkan keyakinan Dahlan untuk mendirikan sebuah organisasi Islam bernama Muhammadiyah. Lewat pendirian organisasi inilah semua idealitas pandangan keagamaan Dahlan disuarakan. Dan dengan itu, otoritas keagamaan Dahlan pun semakin tak tergoyahkan.
Di atas segalanya, satu poin penting yang membuat otoritas keagamaan Dahlan diakui adalah pandangan keagamaannya yang berbasis pada sisi praksis. Baginya, memahami kitab suci tak bisa dilakukan hanya dengan menghapal dan menafsirkan. Lebih penting dari itu semua adalah aksi nyata, mempraktikkan ajaran (‘amal). Dari perjalanan Ahmad Dahlan, tulisan ini menyimpulkan bahwa praksis di bidang politik-ekonomi dan sosial-budaya dapat menjadi salah satu sumber legitimasi bagi pembentukan otoritas keagamaan dalam konteks masyarakat Islam modern.

Download file

Friday, March 7, 2014

The Contributions of Muslim Faith-Based Organizations to Development: The Case of Muhammadiyah in Indonesia

The Contributions of Muslim Faith-Based Organizations to Development: The Case of Muhammadiyah in Indonesia
By
Wagma Isaqzoy

A Thesis Submitted to
Saint Mary’s University, Halifax, Nova Scotia
in Partial Fulfillment of the Requirements for the
Degree of Masters of Arts in International Development Studies

August 2013, Halifax, Nova Scotia

Abstract
The objective of this research is to contribute to the limited literature that deals with development from a religious standpoint. This includes a critique of a Eurocentric definition of development and the potential of religion within culturally diverse societies where religion and development are thought to be the two sides of the same coin.

In search for answers to the question of whether and how Muslim Faith-Based Organizations contribute to development, this thesis examines the role of Islam within the discourse of development using the case of Indonesia. The thesis demonstrates how Islam in Indonesia is proving to play an active role in the development of its society and contributing to the enhancement of women’s social condition. This is mainly due to the dynamic of Faith Based Organizations within the Indonesian society; the use of the Islam as a guiding principle; and women’s participation in the interpretation of religious texts.

Table of Contents:
Dedication--------------------------------------------------------------------------------------------iii
Acknowledgement ----------------------------------------------------------------------------------iv
List of Tables-----------------------------------------------------------------------------------------v
List of Appendices----------------------------------------------------------------------------------v

Chapter 1: Introduction---------------------------------------------------------------------------4
Posing the Problem-------------------------------------------------------------------------4
Objective-------------------------------------------------------------------------------------6
Research Question--------------------------------------------------------------------------6
Rationale and Justification----------------------------------------------------------------7
Why Islam? -------------------------------------------------------------------------8
Selecting a Case--------------------------------------------------------------------9
Conceptual and Theoretical Framework------------------------------------------------10
Development----------------------------------------------------------------------10
Religion----------------------------------------------------------------------------13
Theoretical Framework----------------------------------------------------------14
Research Methodology--------------------------------------------------------------------15
Thesis Statement------------------------------------------------------------------20
Structure of the Thesis Argument-------------------------------------------------------20

Chapter 2: Religion and Development: A Literature Review----------------------------23
Development Thought and Practice----------------------------------------------------23
Development from the 1940s to 1970s----------------------------------------25
Development from the 1980s Onwards----------------------------------------27
Alternative forms of Development (AD)--------------------------------------29
Religion-------------------------------------------------------------------------------------41
Religion as a Tool for Change--------------------------------------------------43
Historical Avoidance of Religion within Development---------------------51
Revival of Religion in Development-------------------------------------------56
Faith-Based Organizations, Religion and Development Discourse-------58
Islam----------------------------------------------------------------------------------------60
Misconceptions Surrounding Islam--------------------------------------------62
Development as an Islamic Term?---------------------------------------------69
Development in Islam------------------------------------------------------------76
Zakat and Sadaqa--------------------------------------------------------79
Ilm--------------------------------------------------------------------------82

Chapter 3: The Indonesian Context-----------------------------------------------------------87
The State and Civil Society---------------------------------------------------------------88
Under Sukarno--------------------------------------------------------------------89
Under Soeharto--------------------------------------------------------------------90
Post-Sukarno and Soeharto------------------------------------------------------91
Potential of Civil society---------------------------------------------------------93
Islam in Indonesia-------------------------------------------------------------------------97
Brief History-----------------------------------------------------------------------97
Islam as a Guide-----------------------------------------------------------------100
Muhammadiyah--------------------------------------------------------------------------103
Brief History---------------------------------------------------------------------103
Goal and Mission----------------------------------------------------------------105
Work within Indonesian Society----------------------------------------------106
Women within Muhammadiyah-----------------------------------------------110

Chapter 4: Data Analysis-----------------------------------------------------------------------113
Field Research----------------------------------------------------------------------------113
Direct Observation--------------------------------------------------------------115
Interview Analysis--------------------------------------------------------------124

Chapter 5: Conclusion--------------------------------------------------------------------------143

Bibliography--------------------------------------------------------------------------------------150

Download file: click this link