A Malik Fadjar (Ketua PP Muhammadiyah, 2005-2010)
Hidup-hiduplah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah
Itulah wasiat yang berupa pesan singkat (semacam "SMS") dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, kepada para pengikut dan pendukungnya menjelang akhir kepemimpinan dan hayatnya (1923). Dan, wasiat itu, oleh Pak AE Fachruddin (ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah terlama, 1968-1990), dinilai sangat mendasar dan mendalam. Tetapi, wasiat itu akhir-akhir ini nyaris tak terdengar lagi. Tenggelam dalam dinamika dan perubahan zaman.
Padahal, di dalam wasiat itu, tersurat dan tersirat ajakan ataupun seruan agar generasi penerus tidak menyimpang dan kehilangan arah serta orientasinya dalam ber-Muhamma-diyah. Karena, pembentukan organisasi yang dinamai Muhammadiyah yang dalam Ensiklopedi Islam berarti merujuk pada kata "Muhammad", yaitu nama Rasulullah SAW, yang mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, adalah merupakan wadah atau alat, dan/atau kendaraan untuk menjalankan dan meneruskan "Risalah Islamiyah" yang rahmatan lil alamin. Bukan organisasi yang hanya sebatas mewadahi massa dengan simbol-simbol dan ikatan-ikatan emosional-nya, melainkan merupakan wadah pergerakan yang mengusung cita-cita yang abadi serta muba dan mewujudkan-nya dalam bentuk perbuatan nyata.
Sesungguhnyalah Muhammadiyah itu bukan merupakan organisasi gerakan yang gemuruh dengan gegap-gempitanya massa yang diorganisasi dan dimobilisasi. Ia-Muhammadiyah-itu menurut tokoh nasionalis Roeslan Abdulgani, "jiwa dari gerakannya menuju kemajuan yang ruhnya adalah pembebasan dari belenggu-belenggu kedangkalan pandangan, pencemaran akidah, keterbelakangan amaliah, kerapuhan etika, dan kemiskinan dalam penalaran dan gagasan." Sebuah pergerakan keagamaan dan sosial kemasyarkatan yang berkelanjutan.
Ikhwal Wasiat
Mengapa ada wasiat itu? Adakah sesuatu yang mengkhawatirkan? Bukankah kiai cukup paham akan arti pentingnya organisasi? Apa pula yang dimaksud dengan "jangan mencari hidup di Muhammadiyah?"
Konon, di balik wasiat itu, memang ada semacam kekhawatiran pada diri kiai. Bahkan, cukup lama kiai berpikir dan menimbang-menimbang permintaan dan desakan para pengikut dan pendukungnya untuk membentuk organisasi guna mewadahi gerakan yang telah dirintis selama lebih kurang 10 tahun, seperti pengajian, pendidikan, kesehatan, dan penyantunan fakir miskin serta yatim piatu.
Konon pula, pokok persoalan dan yang menjadikan dasar pertimbangannya, ialah bahwa setelah organisasinya terben-, tuk, para penerusnya lebih asyik dan sibuk dengan persoalan-persoalan rutin dan menyempit. Elan vitalnya sebagai organisasi gerakan dakwah yang berwawasan pembaruan atau tajdid menjadi tumpul. Kurang peka terhadappersoalan-persoalan nyata yang dihadapi oleh umat dan bangsanya.
Berpegang Wasiat
Bersyukurlah generasi penerus cukup istikamah dan penuh rasa tawadu dapat terus menumbuhkembangkan Muhammadiyah, baik kegiatan dan organisasinya maupun pemikiran dan wawasan keagamaan-nya. Meski harus melalui liku-liku perjalanan panjang, baik sebelum maupun sesudah Indonesia merdeka, berbagai rintangan dan tantangan, terutama dalam menghadapi dan menyikapi kebijakan politik kebangsaan dan kenegaraan, dapat dilalui hingga mampu hidup dan berperan melintasi zaman dan mencapai usia "satu abad" (1330-1431 H). Tetap utuh, tidak cerai-berai. Dan, terhindar dari apa yang digambarkan Alquran dalam bentuk metafora "Seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipin-tal dengan kuat menjadi cerai-berai kembali."
Sebagai organisasi yang mempunyai massa berlapis-lapis dan kegiatan keagamaan serta sosial kemasyarakatan di tingkat komunitas basis, Muhammadiyah keberadaannya memang telah menyatu dan menjadi bagian dari bangunan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, berbagai aktivitas maupun kelembagaannya juga menyatu dan menjadi bagian tak terpisahkan dengan aktivitas maupun kelembagaan yang ada, tumbuh, dan berkembang di masyarakat, termasuk di bidang politik;. Dan, di bidang politik inilah sikap dan kebijakan pimpinan Muhammadiyah sering mengalami atau dihadapkan pada pilihan sulit (dilema) antara tetap mempertahankan untuk "tidak masuk" dan "masuk" dalampercaturan maupun "tarik-menarik" kepentingan dan kekuatan politik.
Pak AR Fachrudding melalui sketsa liku-liku perjalanan Muhammadiyah yang berjudul, Muhammadiyah adalah Organisasi Dakwah Islamiyah, menuturkan seputar pilihan sulit yang dialaminya. Pertama, tatkala pimpinan dan tokoh-tokoh Muhammadiyah ikut mendirikan dan mempertahankan satu-satunya partai politik Islam "Masyumi". Kedua, tatkala menyikapi kebijakan politik Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) Presiden Soekarno. Ketiga, tatkala menyikapi kebijakan politik "Asas Tunggal Pancasila" Presiden Soeharto.
Begitu pula di era reformasi. Hampir semua jajaran pimpinan dan warga Muhammadiyah terlibat dan melibatkan diri langsung maupun tidak langsung dalam perpolitikan reformasi. Mulai dari memprakarsai berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN), pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, dan pemilihan umum kepala daerah dan wakilnya, hingga pendirian Partai Matahari Bangsa (PMB) oleh generasi mudanya. Boleh dikatakan, selama era reformasi ini penuh diliputi dan disibukkan oleh euforia politik. Dengan demikian, gerak dakwah dan tajdidnya kurang tampak terasakan.
Peneguhan Wasiat
Juli 2010. Tepatnya tanggal 3-8 Juli, Muhammadiyah menggelar muktamarnya yang ke-46. Di kota kelahirannya, Yogyakarta, muktamar ini sekaligus menandai "satu abad" perjalanan dan kiprahnya sebagai organisasi dakwah dan tajdid. Tema yang diusung adalah "Gerak Melintasi Zaman Dakwah dan Tajdid Menuju Peradaban Utama".
No comments:
Post a Comment