Koran Tempo, 09 April 2010
Asep Purnama Bahtiar, kepala pusat studi muhammadiyah dan perubahan sosial politik umy
Ada berita yang mengejutkan, Amien Rais batal maju dalam pencalonan menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang akan dipilih dalam Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta pada 3-8 Juli 2010. Alasannya, ada tarik-menarik antara kembali ke Muhammadiyah atau tetap berkecimpung di Partai Amanat Nasional (PAN), yang sudah dirintis dan dipimpinnya. Pilihan akhirnya tetap di PAN, sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai.
Sebelumnya, ramai beredar kabar bahwa Amien mau pulang ke rumah Muhammadiyah Amien Rais come back to Muhammadiyah; Amien ingin melanjutkan kepemimpinannya yang dulu di Muhammadiyah. Isu dan berita yang berkembang di lingkungan keluarga besar Muhammadiyah dan di kalangan luar, baik langsung dari mulut ke mulut maupun melalui pesan pendek dan jejaring mailis, memang sempat menghebohkan banyak pihak.
Reposisi
Lalu apa yang menarik dari fenomena batalnya rencana Amien untuk kembali ke Muhammadiyah itu? Sebetulnya, selama ini pun Amien tetap berada di Muhammadiyah, minimal ia tidak pernah menyatakan diri keluar dari organisasi yang membesarkan dirinya dan sekaligus juga pernah dibesarkannya itu. Setelah tidak menjadi Ketua PP Muhammadiyah (1995-1998), karena memilih berkecimpung di PAN sebagai Ketua Umum DPP (1998-2005), maka pasca muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang (2005), Amien diamanahi menjadi salah satu penasihat PP Muhammadiyah bersama Buya Ahmad Syafii Maarif, Prof Drs H Asjmuni Abdurrahman, Prof Dr H Ismail Suny, SH, M.C1, dan KH Abdur Rahim Noor, MA.
Sebagai seorang anak didik Muhammadiyah dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga Muhammadiyah tulen, maka Kemuham-madiyahan Amien sebenarnya tidak diragukan lagi. Pengkhidmat-an, dedikasi, dan kontribusinya terhadap Muhammadiyah ia rintis sejak kuliah di UGM dan IAIN Sunan Kalijaga serta aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) hingga menjadi Ketua Majelis Tablig PP Muhammadiyah (1985-1990) dan selanjutnya masuk elite 13 selaku anggota PP Muhammadiyah hasil muktamar ke-42 diYogyakarta (1990). Hatta, ketika menjadi Ketua MPR RI (1999-2004), perhatian dan sumbangsih Amien terhadap Muhammadiyah,
baik secara moril maupun materiil, terus mengalir.
Dengan kata lain, Amien sebenarnya sudah lebih dari sekadar kuyup dalam hal partisipasinya di Muhammadiyah selama ini, baik bagi pengembangan persyarikatan sendiri maupun kreditnya bagi penguatan cwi7 society dan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Ketika masih berada di biduk Muhammadiyah, Amien dengan lantang menggemakan gagasan suksesi nasional pada waktu Tanwir Muhammadiyah di Surabaya (1993); dan kemudian menggelorakan gerakan reformasi (1997-1998), yang berhasil mengubah konstelasi sosial-politik serta rezim kekuasaan di republik ini.Paling tidak, fenomena Amien ini menarik untuk ditilik dari dua aspek, yakni reposisi dan regenerasi. Reposisi Amien Rais ini perlu didesain pada pencuatan dan pengorbitan yang harus jauh lebih luas dan kian besar daripada di Muhammadiyah. Hal ini tidak berarti mengecilkan Muhammadiyah, tetapi Amien butuh ranah anyar atau dunia baru yang lebih lapang dan menantang.
Dengan demikian, maka posisi baru Amien harus diupayakan bisa diperolehnya pada ranah organisasi dan gerakan yang berskala dunia atau bertaraf internasional. Kapasitas dan pengalamannya selama menjadi Ketua PP Muhammadiyah, Ketua Umum DPP PAN, "dan Ketua MPR RI-yang dinilai banyak kalangan termasuk sukses-sudah bisa menjadi garansi bagi Amien untuk unjuk diri dan membuktikan kompetensinya pada konteks lintas negara dan bangsa, umpamanya untuk mendobrak ketidakadilan global dan memperkuat posisi tawar-menawar negara-negara yang sedang berkembang, dua isu yang sering ia kemukakan secara artikulatif. Dengan demikian, catatan pentingnya adalah jangan sampai reposisi Amien ini malah memperkecil atau mempersempit kapasitas gerakan dan jangkauan gagasan lokomotif reformasi ini untuk kemajuan bangsa dan kepentingan masyarakat dunia; juga membatasi akses bagi munculnya kader-kader muda persyarikatan. Bila Amien dipaksa atau memaksakan diri kembali ke pucuk pimpinan Muhammadiyah, selain bisa kontraproduktif dengan potensi Amien, akan menimbulkan diskredit dari pihak luar pada citra ketokohan mantan Ketua Dewan Pakar ICMI ini, yang dinilainya tidak memikirkan regenerasi.
Regenerasi
Regenerasi biasanya berjalin kelindan dengan kaderisasi atau pengkaderan. Sebagai organisasi yang sudah berumur satu abad ini, Muhammadiyah sejak awal telah memprogramkan pentingnya pengkaderan dan pembinaan generasi muda di lingkungan persyarikatan, baik yang melalui pembinaan anggota keluarga, organisasi otonom, maupun dengan jalur lembaga-lembaga pendidikan milik Muhammadiyah. Dalam konteks regenerasi dan kaderisasi ini pula Amien sebetulnya termasuk orang yang menaruh perhatian besar.
Dalam berbagai kesempatan, ketika penulis masih aktif di IMM Daerah Istimewa Yogyakarta pada 1990-an, Amien sering menyatakan bahwa Muhammadiyah, di samping sebagai organisasi massa, juga merupakan organisasi kader. Dalam alam pikiran yang pro-kaderisasi dan regenerasi ini, bisa dimaklumi bila Amien lantang berani meneriakkan ide suksesi nasional pada waktu Tanwir Muhammadiyah 1993.Dengan demikian, jika Amien tetap bergeming atau ada pihak dan kelompok tertentu yang mendorong-dorongnya untuk maju dalam persaingan pemilihan anggota PP Muhammadiyah dalam muktamar satu abad ini, semuanya perlu mengingat betul hukum sejarah regenerasi dan kaderisasi. Hukum sejarah regenerasi dan kaderisasi menggaris bawahi pembeliaan atau pemulian Karena itu, harus dijaga pula agar organisasinya tidak cenderung menua, menurun, melamban, dan mandek.
Dengan demikian, yang urgen adalah memprioritaskan kaum muda untuk tampil dalam gelanggang organisasi dan generasi tua bersikap bijak untuk mendorong dan menasihatitut wuri handayani. Pola alami dan by design regenerasi ini.akan memberikan semacam harapan kuat dan sekaligus daya pandang yang segar bagi kelangsungan dinamika organisasi ke depan.Reposisi dan regenerasi yang terkait dengan Amien ini penting dilakukan secara bermartabat dan proporsional, selain agar tidak terjadi pembonsaian terhadap penggagas dan penggerak suksesi nasional ini, juga supaya tidak terjadi pengerdilan terhadap institusi Muhammadiyah dan potensi sumber daya kadernya. Tabik, Pak Amien.
No comments:
Post a Comment