Monday, June 28, 2010

Muktamar Seabad Muhammadiyah

Republika, Senin, 28 Juni 2010 pukul 11:48:00

Editorial

Menjelang penyelenggaraan muktamar satu abad Muhammadiyah, isu intervensi kini meniup kencang ke salah satu ormas terbesar di Indonesia tersebut. Muhammadiyah akan menyelenggarakan muktamar pada 3-9 Juli mendatang di Yogyakarta.

Salah satu bentuk intervensi adalah pemilihan ketua umum dan pengurus teras lainnya. Yakni, agar sang ketua umum terpilih merupakan tokoh-tokoh yang didukung kelompok-kelompok tertentu. Kelompok ini bisa dari partai politik, pemerintah, atau pihak mana pun.

Upaya campur tangan pihak eksternal ke sebuah ormas, seperti Muhammadiyah yang mempunyai massa sangat besar, sebenarnya merupakan hal yang wajar. Harapannya tentu massa besar puluhan juta anggota masyarakat ini bisa dimanfaatkan atau dimobilisasi untuk kepentingan politik pihak tertentu. Katakan oleh partai politik untuk kepentingan pemilihan umum. Baik untuk pemilihan kepala-kepala daerah, pemilihan anggota legislatif, maupun pemilihan presiden-wakil presiden pada 2014 mendatang.

Kini, beberapa hari menjelang muktamar, segala hal yang terkait dengan masalah intervensi sangat bergantung pada warga dan elite Muhammadiyah sendiri. Hal ini perlu kita ingatkan karena sering kali adanya intervensi pihak luar ke sebuah ormas justru lantaran syahwat politik dari pihak atau tokoh-tokoh di internal organisasi itu sendiri.

Kita yakin, warga dan elite Muhammadiyah sudah sangat dewasa. Mereka sudah sangat paham mana yang baik dan mana yang buruk untuk menjaga perahu besar Muhammadiyah. Perjalanan reformasi Indonesia lebih dari sepuluh tahun dan pengalaman beberapa kali pemilihan umum telah memberi pelajaran berharga.

Pelajaran itu adalah aspirasi politik warga Muhammadiyah tidak bisa disetir. Mereka mempunyai pilihan politiknya sendiri yang, sering kali justru berbeda dengan aspirasi politik elitenya. Karena itu, meskipun beberapa partai politik didirikan oleh warga atau elite Muhammadiyah, tak berarti seluruh atau bahkan sebagian besar warga ormas itu memilih parpol tersebut. Hal yang sama juga terjadi ketika berlangsung pemilihan presiden-wakil presiden.

Dengan kedewasaan itu, kita berharap warga Muhammadiyah akan bisa memilih nakhoda kapal yang tepat. Nakhoda yang bisa membawa kapal Muhammadiyah tetap istikamah (konsisten) pada khitahnya. Khitah itu antara lain bagaimana Muhammadiyah ikut membentuk dan menegakkan akhlak mulia (budi pekerti) bangsa, memberdayakan ekonomi rakyat, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan anak bangsa, meningkatkan iman dan takwa umat, ikut menciptakan perdamaian dunia dan kerukunan umat beragama, mencegah anarkisme dan terorisme, serta sebagainya.

Persoalan bangsa ini sungguh sangat besar. Tidak bisa hanya diselesaikan oleh pemerintah, partai politik, atau kelompok-kelompok tertentu. Sebagai bagian dari komponen bangsa, peran Muhammadiyah sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini.

Karena itu, selain masalah pemilihan ketua umum, para muktamirin diharapkan bisa menjawab tantangan dan peran Muhammadiyah ke depan. Mereka harus dapat membawa Muhammadiyah pada usianya yang satu abad ini dalam posisi yang strategis untuk kepentingan bangsa pada umumnya dan terutama warga Muhammadiyah. Bahkan, peran dan program kerja Muhammadiyah mendatang harus mendominasi sesi-sesi rapat, diskusi, dan pertemuan-pertemuan selama muktamar.

Jangan sebaliknya, pemilihan ketua umum justru mendominasi muktamar. Apalagi bila pemilihan sang ketua umum malah memunculkan konflik dan perpecahan internal. Intervensi negatif pihak eksternal hanya bisa dicegah dengan kedewasaan dan kesolidan elite-elite dan warga Muhammadiyah sendiri.

Sekali lagi, persoalan bangsa dan negara ini sudah sangat besar dan hal itu memerlukan peran strategis Muhammadiyah.

No comments:

Post a Comment