Dalam perjalanan naik Haji kedua kalinya (1902), KH Ahmad Dahlan menyempatkan diri mempelajari aliran pembaruan Islam bersumber dari kitab-kitab karangan para pembaru dari Mesir.
Mula-mula Khatib Amin—jabatan KH Ahmad Dahlan—tertarik pada Tafsir Muhammad Abduh. KH Baqir, kerabat KH Ahmad Dahlan yang menetap di Makkah (sejak tahun 1890), memperkenalkan Khatib Amin dengan Rasyid Ridla, murid dan kawan seperjuangan Muhammad Abduh.
Sepulang naik Haji, Khatib Amin merintis gerakan pembaruan Islam dengan motor penggeraknya kaum muda di Kauman, Yogyakarta. Ia merintis sebuah gerakan di tengah-tengah masyarakat yang mengisolasi diri dari dunia luar. Budaya taklid telah menenggelamkan akal sehat. Para ulama yang menjadi kunci kemajuan agama justru malas berpikir. Begitu kuatnya para ulama berpegang teguh pada fiqih-fiqih klasik sampai mereka lupa bahwa sumber ajaran Islam yang murni adalah Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Pada tahun 1911, dalam sebuah pertemuan diskusi di rumah KH Sa’idu, KH Ahmad Dahlan mencetuskan nama “Muhammadiyah” untuk gerakannya. Ia didukung oleh pemuda Kauman yang penuh semangat dan idealisme. RM Dwijosewojo dan R Boedihardjo (ketua dan sekretaris Boedi Oetomo cabang Yogyakarta) menawarkan bantuan kepada KH Ahmad Dahlan untuk mengurus pengajuan rechtpersoon perkumpulan yang akan didirikan. Tawaran bantuan tersebut dengan satu syarat, KH Ahmad Dahlan harus mengumpulkan minimal tujuh orang yang akan membentuk kepengurusan Boedi Oetomo Cabang Kauman. Tawaran tersebut lekas dipenuhi. KH Ahmad Dahlan berhasil mengumpulkan enam pemuda Kauman. Mereka adalah: RH Sjarkawi, H Abdoelgani, H Sjoedja’, H Hisjam, H Fachrodin, dan H. Tamim. KH Ahmad Dahlan sendiri menggenapi syarat minimal tujuh orang tersebut. Ketujuh tokoh pemuda Kauman yang telah membuka jalan bagi Muhammadiyah dalam rangka mendapatkan rechtpersoon dari Gubernur
Jenderal Hindia Belanda merupakan para perintis Persyarikatan ini.
K.H. Ahmad Dahlan
KH Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1868 dengan nama kecil Mohammad Darwis. Dia putera KH Abubakar bin KH Sulaiman, Khatib Amin Masjid Besar Yogyakarta.
Umurnya selisih tiga tahun lebih muda dengan Rasyid Ridla, tokoh pembaru Islam dari Mesir. Selain menjabat sebagai Khatib Amin, KH Ahmad Dahlan seorang pengusaha batik dan aktivis pergerakan. Jaringan bisnisnya meliputi Batavia, Cianjur, Semarang, Surabaya, dan Padang. Sebelum mendirikan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan anggota Jam’iyatul Khair (berdiri 1901). Dia tercatat sebagai anggota nomor 770. Pada tahun 1912, dalam usia 44 tahun, Khatib Amin mendirikan Muhammadiyah.
RH Sjarkawi
Raden Haji Sjarkawi putra KH Abdul Jalil, Khatib Wetan. Nyai Khatib Wetan adalah salah satu putri Kiai Penghulu Muhammad Maklum. Dia bersaudara dengan KH Ahmad Maklum, ayah Haji
Anies (ayah Junus Anies). RH Sjarkawi bersaudara dengan H. Abdul Hamid dan HA Djawad.
Tahun kelahiran Sjarkawi tidak berhasil dilacak. Tetapi, berdasarkan dokumentasi photo pada tahun 1919, Sjarkawi masih kelihatan muda bersama KH Ahmad Dahlan ketika menyambut tamu Al-Hasyimi (guru sekolah Al-Attas) di Kauman. Sjarkawi adalah salah satu dari tujuh tokoh perintis Muhammadiyah yang namanya tercatat dalam struktur Hoofdbestuur Muhammadiyah 1912 selain KH Ahmad Dahlan.
Silakan download artikel ini di Suara Muhammadiyah Edisi Muktamar Satu Abad. (m@w)
Retrieved from: http://pdpm-kota-madiun.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment