Tuesday, October 19, 2010

Muhammadiyah Gugat PKS; Sebuah Reaksi Takut Kehilangan Generasi

Oleh: M. Hidayatulloh*

Indonesia seakan mendapat siraman air mineral dan hembusan udara segar dengan munculnya gerakan dakwah pada level atas (baca: pemerintahan). Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan sayap politik kaum tarbiyah dapat begitu cantik memainkan perannya selama ini. Tak ayal, sambutan hangat dan respon positifpun mengalir dari masyarakat untuk mendukung partai yang seumur jagung ini. Ada yang unik dalam lika-liku perjuangan yang dilalui oleh PKS selama ini. Jika pada umumnya parpol (partai politik) yang bertengger di papan atas adalah syarat dengan sejarah panjang dan dukungan orang besar, maka PKS justru sebaliknya. Taruhlah misalnya, Golkar yang sudah berumur puluhan tahun, bahkan sempat berkuasa selama kurang lebih 32 tahun. PDIP juga demikian, sosok seorang Megawati yang merupakan putri presiden pertama RI juga begitu mudah menarik simpati khlayak umum karena sejarah panjang orang tuanya. Begitu juga PKB dan PAN yang mendapat suara dengan mudah karena lahir dari para peng- gede dua ormas terbesar indonesia; NU dan Muhammadiyah.

PKS, siapa yang kenal orang-orang seperti Hidayat Nur Wahid, Salim Seggaf, dan mendiang K.H Rahmat Abdullah sebelum gema suara PKS melengking di ranah indonesia?. Kemunculan gerakan dakwah parlemen ala PKS adalah hasil dari kesadaran mayoritas kaum tarbiyah akan urgensi dakwah di papan atas. Penjiplakan model rekrutmen anggota dan simpatisan dari cara/ model gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir, menjadikan gerakan ini begitu cepat tersebar luas di seluruh belantara Indonesia. Ada hal yang sangat menarik, kalau kita perhatikan dari lika-liku gerakan PKS ini. LDK (Lembaga Dakwah Kampus) yang mayoritas diperankan oleh kaum tarbiyah, merupakan nilai plus buat eksistensi PKS itu sendiri. Sekalipun dalam langkah awal LDK tidak terkait dengan gerakan politik, namun di saat PKS dilahirkan, LDK dapat dikatakan akar kuat yang setidaknya menjamin PKS yang bergerak di papan atas tetap eksis. Dengan merekrut generasi mudah yang potensial di kalangan kampus, bisa kita katakan kejayaan nama PKS tinggal menunggu hari saja.

Tidak dapat kita pungkiri, bahwa yang akan memimpin laju roda negara ini di masa yang akan datang adalah generasi muda saat ini. Pepatah arab mengatakan: “Syabaabunal Yaum Rijaalunal Ghod” (Pemuda sekarang adalah pemimpin masa depan). Cara perekrutan semacam itu merupakan cara yang sangat brilian. Kalau boleh saya kaitkan dengan kajian sastra arab, dalam rekrutmen anggota dan simpatisannya, PKS mempunyai keistimewaan “Baro’atul Istihlaal” (langkah awal yang bagus).

Akan tetapi permainan PKS yang dipandang cantik dan sangat terorganisir itu, tidak menutup cela untuk dikritisi. Muhammadiyah, salah satu ormas terbesar indonesia merasa terusik eksistensinya dengan menyelundupnya model dan gaya dakwah kaum tarbiyah PKS ke dalam tubuh Muhammadiyah. Perasaan kurang sreg (terusik) itu dituangkan oleh salah seorang pembesarnya yang bernama Haedar Nashir dalam bukunya “Manifestasi Gerakan Tarbiyah, Bagaimana Sikap Muhammadiyah?”. Kalau sedikit kita cermati buku kecil ini, maka di situ kita akan dapatkan betapa Haedar sangat mengkhawatirkan para kadernya kehilangan sense of belonging kepada Muhammadiyah. Oleh sebab itu, dengan segenap kemampuannya Haedar berusaha untuk “menyadarkan” kembali pada kader Muhammadiyah yang sudah terlanjur jatuh cinta pada PKS. Sudah menjadi kaidah baku umum kiranya jika sebuah kelompok yang baru muncul kerap kali dengan sikap semangat ekspansif (semangat memperluas anggota dan ajaran) yang meledak-ledak. Hal inilah yang sangat dikhawatirkan Haedar dalam bukunya tersebut. Bahkan dia menyebutkan, jika ajaran PKS (dalam bahasa dia: paham islam lain) telah merisaukan sejumlah daerah yang mayoritas berbaju Muhammadiyah. Kerisauan inipun sudah sampai pada taraf pada kader yang sudah dipercaya untuk mengembangkan amal usaha Muhammadiyah. Bahkan dengan berani Haedar membahasakan ideologi kaum tarbiyah dengan “Virus yang berhaya”.Untuk lebih jelas, mari kita simak potongan paragraf dari buku itu!

“Karena itu jika ada sebagian kalangan di dalam Muhammadiyah menganggap Ideologi Tarbiyah sebagai bukan “Virus” yang berbahaya, boleh jadi penglihatannya sangat terbatas pada melihat sisi normatif atau pada tataran “teks” belaka. Lebih sempit lagi manakala pandangan “positif” seperti itu dikaitkan dengan reaksi terhadap pihak-pihak yang selama ini banyak mempersoalkan kehadiran ideologi Tarbiyah atau paham serta kepentingan partai politik di dalam lingkungan Muhammadiyah dengan tudingan menyebarkan paham “liberal”, sambil membela dan membenarkan ideologi Tarbiyah”(lih: hal: 43-44).

Lebih lanjut, Haedar menjelaskan lebih detail mengenai perbedaan mendasar Muhammadiyah dengan PKS. Di antara permasalah tersebut adalah permasalah klasik yang selalu menjadi dinding persetruan antara Muhammadiyah dengan rival tuanya; NU. Permasalah itu seperti, tawassul, yasinan dll. Dalam hal ini Haedar berkata:

“Jika ditanya adakah perbedaan paham Tarbiyah/ PKS dengan Muhammadiyah, hal itu dapat dijawab jelas ada perbedaan dengan Muhammadiyah. Sebagaimana temuan penelitian Gerakan Islam yang mengaku alternatif ini dalam praktiknya dapat membenarkan tawassul, mempraktikkan yasinan untuk kepentingan menarik simpatik umat, mempraktikkan ruqyah, yang tidak dilakukan Muhammadiyah” (lih: hal: 48-49).

Saya tidak akan mengomentari secara terperinci dua ungkapan Haedar di atas, dan saya biarkan para pembaca untuk mencerna dan memberikan kesimpulan sendiri.

Dalam sistem penulisan buku kecil inipun Haedar selalu memakai alur “Tsunaiyah” (dualisme) dalam mensikapi keberadaan kaum tarbiyah. Sebagai salah satu contoh; dia tidak melarang siapapun masuk ke dalam barisan tarbiyah (PKS) karena itu adalah hak setiap orang, dan tidak seorangpun boleh membatasinya. Namun sebuah ungkapan yang bagus itu diikuti dengan ketidak bolehan kelompok lain (maksudnya PKS) untuk ekspansi ke dalam tubuh Muhammadiyah. Gaya penulisan model dualisme semacam ini kental sekali mewarnai buku kecil itu dari bab awal sampai pada kesimpulan. Bahkan nuansa “ashobiyah ‘umya” (kefanatikan buta) sangat kental mewarnai setiap paragraf dalam buku ini. Ironisnya, buku itu justru ditutup dengan wasiat K.H Ahmad Dahlan (entah benar apa tidak) bagi segenap kadernya yang berbunyi: “Hendaklah kamu jangan sekali-kali menduakan pandangan Muhammadiyah dengan perkumpulan lain”. Selama ini, saya tidak pernah menjumpai sebuah sikap yang lebih fanatik dari perkataan di atas.

Bagaimanakah Seharusnya Menyikapi PKS?

Kehadiran PKS di tengah-tengah masyarakat Indonesia tidak perlu terlalu di risaukan. Karena spirit keagamaan yang disandang PKS adalah semangat kebersamaan dan kesatuan. Artinya, modal dasar PKS dalam melangkahkan kakinya di tanah air adalah menyatukan kembali umat ini dalam satu bendera “ukhuwah islamiyah”. Kadang saya heran, adakah tujuan yang termulia dalam ranah dakwah selain “ukhuwah”???. Kejayaan islam abad awal hijriah yang lanngsung dikomandani oleh Sayyiduna Rasulullah tidak terlepas dari kuatnya ikatan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshor. Dengan cara itulah kekuatan islam di abad awal dapat begitu menakjubkan yang pada akhirnya dapat menaklukkan kota Makkah yang lebih kita kenal dengan “Fathu Makkah”.

PKS mempunyai spirit “yajma’ wala yufarriq” (menyatukan tidak memecah-belah). Sebuah spirit yang sangat mulia menurut kamus pribadi saya. Bahkan yang lebih penting untuk diacungi jempol, PKS dapat menjamah area dakwah yang selama ini termajinalkan oleh kelompok dakwah yang lain; tanpa terkecuali Muhammadiyah. Sedikitnya sudah saya singgung di atas, bahwa LDK yang sekarang berkembang pesat di kalangan kampus merupakan hasil jerih payah para kader PKS. Kita tidak bisa menutup mata akan urgensitas dakwah di kalangan kampus. Pergaulan bebas, narkoba, tawuran dll acap kali berkembang subur di area perkampusan. Oleh sebab itu, kehadiran LDK sangat memberikan nilai positif guna mengimbangi bahkan mengajak mahasiswa untuk tetap pada rel nilai-nilai keislaman yang luhur.

Nah, dari sedikit paparan singkat di atas, setidaknya kita harus berpikir ulang untuk menembak sasaran kritik terhadap PKS dengan tepat dan cerdas. Sekali lagi saya tekankan, bahwa PKS sama sekali tidak sempurna sehingga harus lepas dari kritik. Akan tetapi kritikan yang kurang tepat justru akan semakin menambah lagi daftar saingan dalam list rival dakwah. Juga tidak saya pungkiri bahwa dalam tubuh PKS masih terjadi apa yang sering kita sebut sebagai “ashobiyah” (fanatisme). Sejatinya demikian, dapat kita pastikan di dunia ini tidak ada satupun kelompok yang tidak terjangkit penyakit ini. Biasanya, kefanatikan itu muncul dari para simpatisan yang awam kalau tidak bisa saya katakan bodoh. Orang awam ini selalu kita jumpai dalam setiap kelompok yang ada di dunia ini. Ini merupakan sunnatullah yang tidak dapat ditolak. Akan tetapi untuk mengukur sampai mana dan sebesar apa penyakit “ashobiyah” ini menjangkiti sebuah kelompok, maka kita lihat penuturan para punggawanya (pembesarnya). Jika kefanatikan itu sudah merongrong jiwa para atasannya, maka bisa dipastikan golongan awam di bawahnya lebih fanatik dari itu.

Terakhir, saya ingin katakan bahwa tulisan ini bukan untuk menjatuhkan martabat Muhammdiyah atau mendukung PKS secara utuh. Akan tetapi lebih kepada ajakan dialog bagi para pembaca dalam mensikapi kelompok tertentu. Setiap kelompok dakwah islam mempunyai hak untuk selalu eksis dalam tanah air tercinta, selagi kelompok tersebut tidak membawa paham yang menyesatkan. Hormat-menghormati sangat dibutuhkan oleh setiap kader kafilah dakwah manapun untuk mewujudkan izzul islam wal muslimin. Wallahu a’lam Bis Showab. Semoga bermanfaat.

* Mahasiswa Sastra Arab tingkat akhir, Al Azhar University Kairo Mesir.

http://tsaqafah.multiply.com/journal/item/23 (Retrieved 11/22/2010)

12 comments:

  1. sebenernya yg di sayangkan adalah, jka pergerakanya memang murni untuk menjadikan masyarakat Islam yg sebenar-benarnya sih ga masalah, tapi pergerakannya ada satu hal di balik itu semua yang mengatas namakan Islam.
    Itu yang di anggap tidak sah oleh Muhammadiyah.

    Muhammadiyah ga pernah merasa khawatir yang berlebihan akan kehilangan kadernya, Muhammadiyah selelu memiliki kader terbaiknya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yg sudah ditugaskan oleh organisasinya atau secara personal, berdakwahlah, perbanyaklah org kenal dg islam

      Delete
  2. Kabarnya dibeberapa tempat PKS mengambil alih amal usaha milik Muhammadiyah..seperti Sekolah, Universitas, Rumah Sakit, dll.. Apakah hal semacam itu masih bisa ditolelir?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tidak mungkin, mencuri namanya. Ini negara hukum.. Meng ada ada

      Delete
  3. Melihat penulis yg tidak tinggal di indonesia tentunyatidak memahami persoalan di level praksis .... di bnyk tempat Muhammadiyah terganggu dgn sepak terjang pks sbgai slh satu parpol dgn sgala intrik oligarki politikna.... sbuah kewajaran sikap Pak Haedar Nasir mnjga internal Muhammadiyah dr infiltrasi gerakan lain... lha wong PKS aja berani nantang KPK ktika msuk rumah na pdhl itu soal penegakan hkum.... sbaikna menulis jg disertakan data dan realitas... tdk bdsar asumsi.atau persepsi bahkan halusinasi

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. yg terjadi pks menggunakan aset dan dana umat untuk kepentinan politiku2 pks dan terjadinya ketegangan diantara kader dan pengurus muhammadiyah....

    ReplyDelete
  7. Maaf.. sepertinya Penulis tidak memahami realitas yang terjadi. idem Rahman Buol

    ReplyDelete
  8. Bermain cantik dan bermain licik kadang tipis batasnya. Memperjuangkan umat Islam dan menggunakan umat Islam untuk perjuangan juga tipis batasnya. Sulit menilai dimana PKS berada. Tahun 1995, saya pernah mengikuti pengajian halaqah, harakah, atau tarbiyah yang menjelma menjadi PKS dilakukan di masjid Muhammadiyah di kota di Jawa Timur. Muhammadiyah tampaknya welcome dengan kegiatan yang mendukung dakwah Islam apalgi dengan visi pemurnian Islam. Namun, gerakah halaqah itu ternyata hanya menggunakan Muhammadiyah sebagai inangnya. Jika sudah besar, inang pun dibuang. Itu masih lebih baik daripada menghisap inangnya sampai kurus kering. Kita pun tidak tahu, PKS dalam posisi yang mana. Saya hanya berharap kedua arus gerakan Islam ini rukun dan bekerjasama. Namun tanpa etika, tanpa penghormatan aset dan SDM gerakan lainnya, dan tanpa kesadaran bahwa menjadikan SDM gerakan lain sebagai target dakwah adalah bentuk penikaman dari belakang, sulitlah kesepahaman dan kerjasama yang indah itu tercapai.,

    ReplyDelete
  9. Ya Allah.. benarlah rasulullah sedih mengingat umatnya.. jika srlalu perbedaan yang ditonjolkan, dan penyakit al-wahn

    ReplyDelete