Reposisi Peran Perempuan di Muhammadiyah
(Refleksi Teologis dan Praksis)
Oleh Tuti Alawiyah
Keunggulan Muhammadiyah --sebagai gerakan kaum modernis, pembaharu (tajdid) dengan slogan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah serta selalu berupaya menegakkan amar makruf nahi munkar-- menjadi terdistorsi ketika memandang kedudukan dan posisi perempuan sebagai tidak ada persoalan. Sebagian orang menganggap perempuan di Muhammadiyah sudah diberi kebebasan (seperti dalam bidang pendidikan, karir), memiliki status dan derajat yang tinggi sebagai istri, ibu, boleh berkiprah di dunia luar, dan sebagainya. Sering terlontar nada sinis, “Kurang apa “perempuan Muhammadiyah”? Mau nuntut apa lagi ngomong-ngomongin perempuan? “Sudahlah tidak usah ikut-ikutan ngomongin gender, di Muhammadiyah perempuan sudah maju, dan sebagainya.
Pertanyaannya kemudian, apa sih persoalan perempuan dan mengapa harus diperbincangkan? Membicarakan persoalan perempuan tentu tidak terbatas pada perempuan di Muhammadiyah saja, tapi perempuan secara umum di Indonesia dan di dunia. Jikalau akan dipersempit dalam lingkup Muhammadiyah, ini merupakan satu contoh kasus saja, karena di luar sana ada banyak persoalan perempuan akibat adanya ketimpangan relasi gender.
Monday, October 18, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment