Suara Merdeka, Jumat, 08 Juli 2005
Analisis
Meneropong Arah Gerakan Baru
Oleh: Abdul Mu'ti
LOGO Muhammadiyah kan matahari, maka sangat tepat jika yang menjadi ketua PP adalah yang bernama Syamsuddin. Demikian pesan SMS setelah terpilihnya Din Syamsuddin sebagai ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
SMS yang dikirim seorang tokoh pemuda Muhammadiyah di Jawa Tengah tersebut menggambarkan bagaimana kuatnya dukungan warga terhadap Din Syamsudin. Formatur PP yang terpilih dalam muktamar secara aklamasi menetapkan Din untuk memimpin periode 2005-2010. Dukungan muktamirin memang sangat kuat. Dari total 2041 suara, ia memperoleh 1718 suara (84,37%).
Dukungan ini hampir sama dengan dukungan terhadap Amien Rais dalam Muktamar Ke- 43 di Banda Aceh yang mencapai lebih dari 90%. Kemenangan Din merupakan kemenangan seluruh warga yang mampu melaksanakan muktamar dengan anggun, demokratis, bermartabat, santun dan akhlakul karimah.
Tradisi Ulama
Terpilihnya Din menandai keberlangsungan tradisi kepemimpinan ulama dalam Muhammadiyah. Ke-13 ketua PP Muhammadiyah yang pernah memimpin persyarikatan sejak KH Ahmad Dahlan sampai Syafii Maarif adalah figur ulama-intelektual yang memiliki visi dan wawasan politik kenegaraan yang luas dan terbuka. Din Syamsuddin, memiliki basis pendidikan agama tradisional dan modern. Sebelum melanjutkan studi di IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN), ia menempa diri di Pondok Modern Gontor dan menamatkan master serta PhD di University of California, Los Angeles.
Dia adalah kader Muhammadiyah yang teruji. Tahun 1985, dia menjadi ketua Dewan Pimpinan Pusat Sementara (DPPS) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Ia salah seorang tokoh yang menghidupkan kembali IMM pascamuktamar Muhammadiyah di Surakarta. Pengaderan Din di Muhammadiyah semakin matang ketika dia memimpin PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993). Dalam Muktamar Ke- 44 di Jakarta, ia meraih suara terbanyak kedua setelah Syafii Maarif. Tahun 2000-2005, ia dipercaya menjadi wakil ketua PP Muhammadiyah.
Kiprahnya dalam dinamika umat Islam tidak lagi diragukan. Sebagai Sekretaris Jenderal MUI, ia tampil sebagai pembela umat Islam yang sangat teguh. Ketika muslim dalam posisi tertuduh karena beberapa aksi terorisme yang dilakukan oleh sekelompok muslim tertentu, ia sebagai juru bicara umat Islam dengan lantang melakukan advokasi dan mediasi dengan dunia internasional. Din seolah menjadi "pahlawan" umat.
Dalam bidang politik kenegaraan, ia adalah seorang ilmuwan dan pelaku politik. Sebagai guru besar di UIN Syarif Hidayatullah, ia adalah pakar politik Islam, khususnya mengenai Iran. Din Syamsuddin pernah menjadi ketua Litbang Partai Golkar, juga berpengalaman di birokrasi. Tahun 1998-2000 ia menjabat Dirjen Binapenta Departemen Tenaga Kerja. Komentar-komentar politiknya yang tajam, menimbulkan citra politis dalam setiap gerak langkahnya. Meski tidak menjadi pengurus partai politik, kapasitas dan kiprah politiknya sering disejajarkan dengan Amien Rais.
Kepemimpinan Muda
Sebagaimana rekomendasi Tanwir Muhammadiyah di Mataram (2004) dan hasil-hasil kongres Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di Yogyakarta (2005), Muktamar Muhammadiyah memunculkan kepemimpinan muda. Sembilan
dari 13 formatur berusia di bawah 60 tahun, empat orang di antaranya belum genap 50 tahun. Din Syamsudin sendiri baru berusia 47 tahun, Haedar Nashir (42), Yunahar Ilyas (49) dan Goodwill Zubir
(43). Enam orang anggota formatur merupakan figur baru, termasuk Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah Dahlan Rais.
Era Din Syamsuddin adalah era kepemimpinan muda Muhammadiyah. Tampilnya wajah-wajah baru dalam kepemimpinan Muhammadiyah diharapkan membawa arah baru gerakan. Pertama, terdapat arus kuat yang menginginkan Muhammadiyah untuk tidak terlibat dalam kancah politik praktis. Kalangan AMM mendesak agar pimpinan tidak mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Din sudah menyatakan diri tidak
akan membawa Muhammadiyah dalam wilayah politik praktis. Di kalangan formatur juga sudah terdapat kesepakatan siapa pun yang mencalonkan atau dicalonkan sebagai presiden/wakil presiden, gubernur/wakil gubernur, bupati, wali kota/wakil wali kota, harus mengundurkan diri dari jabatan di PP Muhammadiyah. Dinamika gerakan masa depan lebih berorientasi kultural dengan penguatan dan peningkatan kualitas pendidikan,
pelayanan kesehatan, sosial, ekonomi dan dakwah.
Kedua, wajah baru Muhammadiyah yang lebih populis. Muhammadiyah diharapkan lebih berkhidmat dalam aksi-aksi konkret untuk membela kaum lemah, masyarakat miskin dan kelompok marginal. Muhammadiyah perlu melakukan advokasi dan pembelaan berbagai bentuk new
munkarat (Muslim Abdurrahman, 2005) seperti eksploitasi manusia, pemiskinan, kesejahteraan buruh, pemberdayaan petani dan masalah-masalah sosial lainnya. Muhammadiyah diharapkan mampu melakukan diversifikasi dan intensifikasi atas amal usahanya untuk menyelesaikan penyakit sosial seperti miras, narkoba, HIV/AIDS, perjudian, pencabulan anak, dan perusakan lingkungan.
Ketiga, dalam masalah kenegaraan, diharapkan mampu menjadi pemandu moral bangsa yang ìsedang pingsanî (Syafii Maarif, 2004). Gerakan moral antikorupsi yang sudah mulai dilaksanakan bekerja sama dengan NU perlu dikembangkan dalam langkah-langkah yang lebih konkret, tidak sekadar seremonial. Muhammadiyah tidak boleh gamang dalam melakukan peran politik kenegaraan baik pada wilayah perundang-undangan maupun penyelenggaraan pemerintahan. Muhammadiyah sudah waktunya memperkuat perannya sebagai pilar civil society, demokratisasi dan keberagamaan yang moderat (Heffner, 2005).
Keempat, diharapkan mengembangkan sayap gerakannya di dunia internasional. Muhammadiyah tidak boleh berpangku tangan menyaksikan ketidakadilan global, neoliberalisme, kapitalisme yang kian memenjarakan negara-negara miskin dalam kubangan utang dan pemiskinan sistematis. Di tengah carut-marut politik dan porak porandanya negeri-negeri muslim, diharapkan mampu melakukan peran mediasi dan kekuatan perekat. Semangat ini sudah dikumandangkan sejak tanwir di Makasar (2003). Dengan jaringan dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, Muhammadiyah akan mampu melakukan peran-peran tersebut.
Meskipun demikian, perubahan paradigma gerakan tersebut dibangun dengan pemahaman keagamaan yang terbuka dan komprehensif. Maka perlu melakukan pengkajian sistematis dan berani melakukan reinterpretasi progresif Alquran dan sunah serta doktrin gerakan. Semangat kembali kepada Alquran dan sunah harusnya dipahami dalam spirit pembaruan untuk dapat menangkap makna baru dan menerjemahkannya dalam realitas hidup yang dinamis dan terus berubah.
Publik nasional dan internasional menunggu karya besar Muhammadiyah untuk umat dan bangsa. Sesuai dengan tema Muktamar Ke-45, "Tajdid Gerakan Untuk Pencerahan Peradaban", Muhammadiyah diharapkan mampu memancarkan cahaya perdamaian yang menerangi peradaban. Semoga!(14v)
- Penulis adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment