Thursday, January 20, 2011

Catatan Pasca Muktamar Muhammadiyah ke-45: Kemana Dien Syamsuddin Hendak Membawa Muhammadiyah?


Oleh Ahmad Najib Burhani*

Salah satu butir dari komitmen atau “kontrak amanah” Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2010 adalah bersedia untuk tidak menjadikan Muhammadiyah sebagai kendaraan politik. Dengan komitmen itu, maka 13 anggota PP, plus anggota tambahannya, secara otomatis tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden maupun wakil presiden dalam pemilu 2009 mendatang. Konsekuensi lain dari komitmen itu adalah bahwa seluruh anggota PP harus melepaskan diri dari keterikatan atau keterlibatan dengan partai politik manapun.

Ketika mendengar “kontrak amanah” ini disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah terpilih, Dien Syamsuddin, pada pidato serah terima jabatan di Dome UMM, Kamis 7/7, saya merasa haru, tak percaya, dan curiga. Dien selama ini terkenal dengan syahwat politiknya yang sangat kuat. Analisis yang berkembang selama ini menyebutkan bahwa Dien akan menggunakan Muhammadiyah sebagai salah satu sayap --sayap lainnya adalah MUI (Majelis Ulama Indonesia)-- untuk terbang menuju kursi tertinggi di negeri ini, presiden. Jika bukan untuk mengejar RI-1, pertanyaannya adalah kemana sebetulnya arah ambisi politik mantan petinggi Golkar itu? Hasrat apa yang diburu Dien dengan jabatan sebagai ketua umum dari salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia ini?

Secara retoris, alumnus UCLA ini menyatakan bahwa jabatan di Muhammadiyah adalah amanah yang diterima bukan dengan alhamdulillah (syukur kepada Tuhan), tapi dengan innalillah (ketakutan kepada Allah dan harapan pertolongan dari-Nya). Dulu, saya sempat menduga “kontrak amanah” itu tak akan disetujui oleh Dien, atau paling tidak diperhalus dan dibiaskan bahasanya. Saya juga sempat takut ketika kontrak itu baru disodorkan pasca pemilihan, bukan pra pemilihan. Saya menduga ini semua adalah trik tim sukses Dien agar kontrak itu kehilangan makna. Ternyata semua dugaan itu meleset.

Berulang-ulang saya berpikir tentang pidato serah-terima jabatan itu. Berkali-kali saya berdiskusi dengan para aktivis organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan tahun 1912 ini. Hingga, pada perdebatan hangat dengan beberapa AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah) di daerah puncak (Payung) Batu, Malang, Kamis (7/7), jam 01.00 dini hari, saya mendapatkan satu titik terang tentang masa depan Muhammadiyah, ke arah mana gerakan Islam modernis ini hendak dibawa atau dipakai oleh Dien Syamsuddin. Tentu saja ini semua hanyalah analisa, dugaan dan tebakan. Apa yang terjadi esok harilah yang akan membuktikannya.

Adalah Piet Hizbullah, mantan ketua umum IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) dan caleg terkuat PAN di Jawa Timur pada Pemilu 2004, yang membuka sedikit tabir tentang “takdir” Muhammadiyah dibawah kepemimpinan Dien. Profesor dari UIN Jakarta ini sepertinya ingin menjadi “Paus” Islam. Ia menginginkan dirinya, Muhammadiyah, dan Islam di Indonesia menjadi representasi dari seluruh umat Islam di dunia.

Meski Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, namun selama ini Islam di negeri ini sering ditempatkan pada posisi pinggiran (periphery). Pusat Islam adalah Timur Tengah, terutama Saudi Arabia, tempat lahirnya Islam dan tempat ka’bah, yang merupakan kiblat umat Islam dalam bersembahyang, berada. Dien ingin membawa Islam “varian” Indonesia ke pentas Internasional.

Saya mencoba menghubungkan analisa ini dengan isi kampanye Dien. International network adalah topik yang selalu didendangkan tim suksesnya. Awalnya, saya melihat ini semata sebagai cara tim Dien untuk menunjukkan kelebihan mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini dibanding kandidat lain. Ketika itu saya tidak melihat ini sebagai visi Dien –mungkin tim suksesnya pun tidak menganggap demikian. Namun setelah pertemuan di puncak Batu itu, saya mulai mencari bukti-bukti bahwa ini merupakan visi ke depan Dien.

Dien adalah ketua ICOMRP (Indonesian Committee for Religion and Peace) dan ACRP (Asian Conference on Religion and Peace). Dia acapkali tampil ke pentas dunia dengan mengatasnamakan Islam atau membawa persoalan Islam, bertemu dengan duta besar berbagai negara untuk mendiskusikan Islam. Hubungan Islam di Indonesia dengan dunia Islam dan dunia lain pulalah yang diulang-ulang Dien pada panutupan Muktamar dan khutbah Jum’ah pasca Muktamar. Dari data ini, bisa diduga bahwa tema kepemimpian Dien adalah membawa Muhammadiyah ke pentas global, seperti yang pernah dilakukan Jamalauddin al-Afghani. Mirip dengan al-Afghani, Dien tidak banyak memiliki karya pemikiran. Ia adalah orang gerakan.

Tentu saja cita-cita menjadi “Paus” Islam ini, secara politis, tak kalah tingginya dibanding dengan menduduki jabatan RI-1. Dengan ini, Dien tidak hanya bisa menjadi pemimpin umat Islam Indonesia, tapi bisa menjadi imam atau khalifah Islam sedunia yang kekuasaanya terbentang dari ujung timur hingga ujung barat dunia, bahkan mencapai akhirat. Mirip dengan cita-cita Hizbut Tahrir, Dien bisa mewujudkan “khilafah Islamiyah.”

Hal yang masih menjadi tanda tanya adalah apakah wajah Islam yang ingin ditampilkan Dien adalah seperti yang ia tampilkan selama ini? Kita perlu menunggu.
-oo0oo-
 
*Ahmad Najib Burhani adalah Peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan aktivis Pemuda Muhammadiyah

No comments:

Post a Comment