Peristiwa Penting dalam Sejarah Muhammadiyah
Tahun 1868 – 1910
1868
·
Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta dengan nama Muhammad
Darwis. Berayahkan K.H. Abu Bakar, seorang Ketib Masjid Besar Kauman
Yogyakarta. Ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu besar
di Yogyakarta.
·
Darwis kanak-kanak dikenal sebagai memiliki keahlian membuat barang
kerajinan dan mainan. Sebagaimana anak laki-laki lain, ia juga memiliki
kegemaran bermain layang-layang dan gasing
·
Saat remaja ia belajar agama Islam tingkat lanjut. Belajar fiqh dari
K.H. Muhammad Saleh, belajar nahwu dari K.H. Muhsin, juga pelajaran
lainnya didapatkan dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan K.H.
Muhammad Nur.
· Sebelum haji, jenis kitab yang dibaca Dahlan lebih banyak pada kitab-kitab Ahlussunnah wal jamaah dalam ilmu aqaid, dari madzhab Syafii dalam ilmu fiqh, dan dari Imam Ghazali dalam ilmu tasawuf.
1883-88
·
Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji yang pertama. Di tanah suci ia
belajar kepada banyak ulama. Untuk ilmu hadits belajar kepada Kyai
Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar qiraah kepada Syekh Amien dan
Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, Ia
juga belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang. Selain
dengan guru-guru di atas, selama delapan bulan di tanah suci, ia sempat
bersosialisasi dengan Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari
Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, Kyai Nawawi dari Banten, para
ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama mukim di
di Mekah.
1888
·
Sepulang dari ibadah haji yang pertama, ia membelanjakan sebagian dari
modal dagang sebesar f 500 (lima ratus gulden) yang diberi ayahnya,
untuk membeli buku.
1889
· Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah yang kemudian dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, pendiri organisasi perempuan ‘Aisyiyah.
1896
·
Ayahnya yang menjabat Ketib Amin meninggal. Sesuai dengan kebiasan yang
berlaku di Kraton Yogyakarta sebagai anak laki-laki yang paling besar
Ahmad Dahlan diangkat sebagai Ketib Amin menggantikan ayahnya.
1898
·
Dahlan mengundang 17 ulama di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan
musyawarah tentang arah kiblat di musholla milik keluarganya di Kauman.
Masalah arah kiblat adalah masalah yang peka pada saat itu. Pembicaraan
itu berlangsung hingga shubuh tanpa menghasilkan kesepakatan. Tetapi
diam-diam dua orang yang mendengarkan pembicaraan itu beberapa hari
kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman
masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan
jemaah salat dzuhur waktu itu. Kyai Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat
memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang
melakukan itu.
1900-1910
· Panitia Zakat pertama.
· Panitia kurban pertama.
· Penggunaan metode hisab menggantikan metode aboge dan melihat hilal.
· Peristiwa dirobohkannya surau Kyai A. Dahlan.
1903
·
Ahmad Dahlan menunaikan haji yang kedua. Ia kembali memperdalam ilmu
agamanya kepada guru-guru yang telah mengajarnya saat haji pertama. Ia
belajar fiqh kepada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa’id Yamani, dan Syekh
Sa’id Babusyel. Belajar ilmu hadis kepada Mufti Syafi‘I, ilmu falaq pada
Kyai Asy’ari Bawean, ilmu qiraat pada Syekh Ali Misri Makkah. Selain
itu, selama bermukim di Mekah ini Dahlan juga mengadakan hubungan dan
membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang
terjadi di Indonesia dengan para ulama Indonesia yang telah lama
bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib, Kyai Nawawi dari
Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari
Maskumambang.
1909
·
Ahmad Dahlan resmi menjadi Anggota Budi Utomo. Selanjutnya, ia menjadi
pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan
Budi Utomo Cabang Yogyakarta
1910
·
Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang
banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah
orang-orang Arab.
·
Melalui R. Budiharjo dan R Sosrosugondo (pengurus dan anggota Budi
Utomo), yang tertarik pada masalah agama Islam, Ahmad Dahlan mendapat
kesempatan mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis.
·
Keinginan Ahmad Dahlan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang
menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu
pengetahuan umum terwujud. Sekolah pertama itu dimulai dengan 8 orang
siswa, bertempat di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x
6 m, di ia sendiri bertindak sebagai guru. Pada tahap awal proses
belajar mengajar belum berjalan lancar. Selain ada pemboikotan
masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya 8 orang tersebut juga
sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasinya, Ahmad Dahlan tidak
segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk
kembali.
Retrieved from: http://www.muhammadiyah.or.id/id/1-content-154-det-timeline-muhammadiyah.html
Tahun 1911 - 1920
1 Desember 1911
·
Sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan diresmikan dan diberi nama Madrasah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai
29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62
orang siswa yang belajar di sekolah itu.
1912
·
Mas Mansur berada di Mesir. Belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada
Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang
gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan
nasionalisme dan pembaharuan. Banyak tokoh memupuk semangat rakyat
Mesir, baik melalui media massa maupun pidato. Mas Mansur juga
memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di
media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya.
·
18 November 1912 M/8 Dzulhijjah 1330H Persyarikatan Muhammadiyah
didirikan. Sembilan orang pengurus inti yang pertama adalah Ketua: Ahmad
Dahlan, Sekretaris: Abdullah Sirat, Anggota: Ahmad, Abdul Rahman,
Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih.
·
20 Desember, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru
dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81
tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta
dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari
Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan
organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan,
Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan
mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung
Pandang dengan nama Al Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan
di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang
mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta
sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan
pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan
dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di
antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda,
Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul
Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awamu alal birri Ta’ruf bima kanu wal-Fajri,
Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan,
1991: 33).
1913
· Pendirian sekolah di Karangkajen.
· Tiga orang wanita dari Kauman masuk sekolah umum Neutraal Meisjes School di Ngupasan.
· Algemeene Vergadering II di Yogyakarta.
1914
·
Dibentuk organisasi remaja putri Sopo Tresno. Kegiatannya menyantuni
anak yatim piatu wanita untuk membantu kelompok pemuda yang bergerak
dalam bidang pertolongan kesengsaraan umum.
1914
· Diterbitkan Sworo Muhammadijah dalam bahasa Jawa dan Melayu memakai huruf Jawa dan latin.
· Algemeene Vergadering III di Yogyakarta.
1915
· Pendirian sekolah di Lempuyangan.
· Algemeene Vergadering IV di Yogyakarta.
1916
· Pendirian sekolah di Pasar Gede (Kotagede).
· Menerbitkan Suwara Muhammadiyah yang menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantar.
· Algemeene Vergadering V di Yogyakarta.
1917
· 19 Mei/27 Rajab 1335. Berdirinya Aisyiyah sebagai perluasan aktivitas para wanita Muhammadiyah.
· Sampai tahun ini tercatat ada 4 buah sekolah Muhammadiyah yang mengajarkan ilmu agama Islam dan ilmu umum.
· Algemeene Vergadering VI di Yogyakarta.
1916-1920
·
K.H. A. Dahlan sering mengadakan tabligh di Surabaya yaitu di Gang
Peneleh. Dalam pengajian itu H.O.S. Tjokroaminoto, Bung Karno dan
Roeslan Abdoelgani untuk pertama kalinya mendengarkan penjelasan tentang
Islam dari Kyai H. A. Dahlan
19…
· Pendirian sekolah di Suronatan
1918
·
Pendirian sekolah calon guru agama bagi sekolah Ongko Loro
(Volkschool). Sekolah ini bernama Al-Qismul Arqa, pelaksanaannya di
rumah Ahmad Dahlan.
· Algemeene Vergadering VII di Yogyakarta.
1919
· Jasa Fakhruddin dalam mengembangkan SI sungguh besar. Berkat jasa-jasanya itu, dia diangkat sebagai Commisaris SI.
1919
· Pendirian Hoogeschool Muhammadijah (sekolah lanjutan).
·
Somodiirdjo berhasil mendirikan perkumpulan yang anggotanya terdiri
dari para remaja putra-putri Standard School Muhammadiyah. Perkumpulan
itu diberi nama Siswa Praja (SP). Lima bulan kemudian diadakan pemisahan
antara anggota laki-laki dan perempuan yaitu Siswa Praja Wanita yang
ketuanya Siti Wasilah. Siswa Praja Wanita kemudian menjadi cikal bakal
Nasyiatul Aisyiyah (NA). Sebelum menjadi NA di tahun 1931, Siswa Praja
Wanita adalah bagian dari kegiatan Aisyiyah.
· Algemeene Vergadering VIII di Yogyakarta.
1920
·
Dibentuk gerakan kepanduan yaitu Padvinders Muhammadiyah. Kemudian atas
usul Hajid nama pandu itu diganti menjadi Hizbul Wathon.
· Fakhruddin diangkat sebagai Penningmeester (Bendahara) SI. Jabatan itu dipegangnya hingga tahun 1923.
·
Sekolah yang berada di Kauman tidak mampu lagi menampung murid sehingga
sebagian murid dipindahkan ke Suronatan. Sekolah di Kauman dipergunakan
untuk murid perempuan dan dikenal sebagai Sekolah Pawiyatan
Muhammadiyah.
·
Pembentukan organisasi Siswa Praja sebagai wadah kegiatan ekstra
kurikuler bagi seluruh siswa sekolah Muhammadiyah. Pembentukan ini atas
inisatif Sumodirdjo, kepala sekolah Muhammadiyah Suronatan.
· Algemeene Vergadering IX Muhammadiyah di Yogyakarta.
·
Pengadaan kelas khusus di Sekolah Angka 2 Suronatan. Kelas khusus ini
dimaksudkan untuk siswa Sekolah Angka 2 pemerintah ataupun partikelir
yang belum menerima pelajaran agama Islam di sekolah asalnya.
·
Terbentuknya kelompok-kelompok pengajian remaja putri dan putra maupun
orang dewasa di sekitar Kauman dan tempat lain dalam Residensi
Yogyakarta.
· Pengadaan kursus agama Islam secara cuma-cuma di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah Kauman.
·
Penggunaan metode hisab berdasarkan data astronomis untuk menentukan 1
Syawal. Metode ini meninggalkan cara sebelumnya yaitu metode aboge dan
melihat hilal.
·
Pendirian Musholla Aisyiyah untuk kegiatan kaum wanita, khususnya di
sekitar Kauman, untuk melakukan salat berjamaah dan membicarakan masalah
keagamaan.
· Pencetakan dan penerbitan
selebaran tentang agama Islam untuk disebarkan secara cuma-cuma. Sedang
penerbitan buku tentang agama Islam masih harus dibeli.
Retrieved from: http://www.muhammadiyah.or.id/id/2-content-154-det-timeline-muhammadiyah.html
Tahun 1921 - 1930
1921
·
Terbentuk cabang baru di luar residensi Yogyakarta yaitu di Blora (27
November), Surabaya (27 November), dan Kepanjen (21 Desember).
·
7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh
Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda (2
September 1921).
·
Pendirian sekolah guru Muhammadiyah yang sederajad dengan Kweekschool
milik pemerintah. Nama sekolah itu Pondok Muhammadiyah.
·
Sejak tahun ini, jasa besar Fakhruddin adalah keberhasilannya dalam
merintis Majalah Soeara Moehammadijah untuk dijadikan sebagai majalah
resminya Hoofdbestuur Muhammadiyah di bawah naungan Bagian Pustaka.
Selain itu, dia juga berjasa dalam merintis pendirian Percetakan
Persatuan sebagai percetakan milik Muhammadiyah. Melalui percetakan
itulah kemudian publikasi gerakan Muhammadiyah dalam bentuk majalah,
berita tahunan, almanak dan buku-buku diterbitkan dan disebarluaskan ke
daerah-daerah.
·
Fakhruddin pergi ke tanah suci Makkah. Ada dua hal yang dikerjakannya,
yaitu melaksanakan ibadah haji dan menjalankan tugas yang diberikan
Hoofdbesttur Muhammadiyah untuk menyelidiki sistem perjalanan jamaah
haji Indonesia guna diperbaiki. Missi itu dijalankan karena kondisi
sistem perjalanan jamaah haji Indonesia yang berlaku saat itu sangat
jelek dan merugikan umat Islam Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya
itu, dia berkesempatan menghadap Raja Syarif Husein untuk membicarakan
perbaikan sistem perjalanan jamaah haji Indonesia dan sekaligus
memperkenalkan gerakan Muhammadiyah. Bahkan ia juga berperan besar
dalam perintisan pembentukan Persaoedaraan Djamaah Hadji Indonesia
(PDHI).
· Algemeene Vergadering X di Yogyakarta.
1922
· 12 April. Dibentuk Bagian Aisyiyah atau Muhammadiyah Istri yang bertanggung jawab dalam kegiatan khusus kaum wanita.
· Jaavergadering XI Muhammadiyah di Yogyakarta.
·
Pada bulan Oktober, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam
kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat
Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat
Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan
golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad
Surkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari
Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang
telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab
baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga
dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum
ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan
tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya, “Muhammadiyah berusaha/bercita-cita
mengangkat agama Islam dari keadaan terbelakang. Banyak penganut Islam
yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadits.
Umat Islam harus kembali kepada Qur’an dan Hadis. Harus mempelajari
langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir”.
·
Kegelisahan pikiran Sutan Mansur yang selalu menginginkan perubahan dan
pembaharuan ajaran Islam menemukan pilihan aktivitasnya, ketika ia
berinteraksi dengan Ahmad Dahlan yang sering datang ke Pekalongan untuk
bertabligh. Dari interaksi itu, akhirnya ia tertarik untuk bergabung
dengan Persyarikatan Muhammadiyah (1922), dan mendirikan Perkumpulan
Nurul Islam di Pekalongan bersama para pedagang dari Maninjau yang telah
masuk Muhammadiyah. Ia menemukan Islam dalam Muhammadiyah tidak hanya
sebagai ilmu semata dengan mengetahui dan menguasai seluk-beluk hukum
Islam secara detail sebagaimana yang terjadi di Minangkabau, tetapi ada
upaya nyata untuk mengamalkannya. Ia begitu terkesan ketika
anggota-anggota Muhammadiyah menyembelih qurban seusai menunaikan Shalat
Iedul Adha dan membagi-bagikannya pada fakir miskin.
· Pendirian sekolah dasar yaitu Sekolah Angka 1 dengan nama HIS Met de Qur’an.
·
Nama besar Fakhruddin ternyata tercatat di berbagai peristiwa besar di
negeri ini. Ketika diadakan Konggres al-Islam Hindia I di Cirebon tahun
1922, dia diangkat menjadi Commite Pengusaha Pendiri Majlis Al-Islam
Hindia.
1923
· 23 Februari /7 Rajab 1340 K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia.
· Perkoempoelan Tahoenan XII Muhammadiyah di Yogyakarta.
· Kweekschool Muhammadijah dipecah menjadi Mu’allimin dan Mu’allimat.
·
Perkoempoelan Tahoenan (kemudian menjadi Congres) Muhammadiyah di
Jogjakarta memilih K.H. Ibrahim sebagai Ketua Pengurus Besar. Beliau
menjabat sampai Congress ke-23 di Jogjakarta tahun 1934. K.H. Ibrahim
berhasil mendorong berdirinya Koperasi Adz-Dzakirat.
·
Pendirian rumah sakit pertama di Yogyakarta kemudian diikuti pendirian
rumah sakit di Bandung, Sepanjang, Surabaya, Ujungpandang (Makassar),
Semarang, dan Banjarmasin.
1924
· K.H. Ibrahim mendirikan Fonds Dachlan yang bertujuan membiayai sekolah untuk anak-anak miskin.
· Berdirinya Panti Asuhan pertama.
· Kongres XIII Muhammadiyah di Yogyakarta.
1925
·
K.H. Ibrahim juga mengadakan khitanan massal. Di samping itu, ia juga
mengadakan perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan putra-putri
keluarga Muhammadiyah. Dakwah Muhammadiyah juga secara gencar
disebarluaskan ke luar Jawa
· Percetakan Persatuan mulai dapat beroperasi.
· Rapat Besar Tahunan XIV di Yogyakarta.
· Berdirinya rumah miskin pertama.
·
Fakhruddin menggerakkan pawai ummat Islam untuk memprotes kebijakan
residen Yogyakarta yang terlalu menganakemaskan misi dan zending
Kristen. Efeknya, ummat Islam sadar akan jatidirinya sebagai golongan
yang mayoritas.
1925
·
Terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan orang-orang
komunis di Ranah Minang pada akhir 1925. Sutan Mansur diutus
Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk memimpin dan menata Muhammadiyah yang
mulai tumbuh dan bergeliat di Minangkabau.
1926
· Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya,
· Haji Soedjak membentuk Bagian Penolong Haji.
· Berangkatnya Mas Mansur dan H.O.S. Tjokroaminoto ke Arab sebagai utusan Hindia
·
Kiprah politik Fakhruddin melalui SI hanya dapat bertahan sampai tahun
1926, karena adanya kemelut di kalangan anggota SI yang kemudian
mengeluarkan peraturan disiplin partai, yaitu pelarangan rangkap
keanggotaan bagi anggota SI. Berkaitan dengan peraturan tersebut,
Fakhruddin memilih untuk tetap di Muhammadiyah. Fakhruddin juga dikenal
sebagai seorang demonstran yang cukup terkenal. Bersama-sama dengan
Suryopranoto (yang dikenal dengan sebutan stakings koning atau raja
pemogokan), dia pernah menggerakkan demonstrasi buruh perkebunan tebu
untuk menuntut hak, kehormatan, dan upah yang wajar. Oleh karenanya, ia
pernah dituntut di pengadilan dengan dikenai denda 300 Gulden.
·
Fakhruddin juga dipilih oleh Konggres al-Islam Hindia dan Commite
Chilafat sebagai utusan untuk datang ke Konggres Chilafat di Mesir. Oleh
karena Konggres Chilafat tersebut ditunda, dia tidak jadi berangkat.
· Terbentuknya Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah (GKPM) di Malang dan Garut.
· Antara 1926-1929 Muhammadiyah mulai dikenal luas di luar pulau Jawa.
1927
· Sutan Mansur bersama Fakhruddin melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh.
· Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan
1928
· Fakhruddin meninggal dalam usia muda, sekitar 39 tahun, tanggal 28 Februari 1929.
·
Muhammadiyah mengirim putra-putri lulusan sekolah-sekolah Muhammadiyah
(Mu‘allimin, Mu‘allimat, Tabligh School, Normaalschool) ke seluruh
pelosok tanah air, yang kemudian di kenal dengan ‘anak panah
Muhammadiyah’ (AR Fachruddin, 1991).
·
Pada Kongres Muhammadiyah ke-17 di Jogjakarta yaitu pada masa
kepemimpinan K.H. Ibrahim, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My, yaitu
badan usaha penerbit buku-buku sekolah Muhammadiyah yang bernanung di
bawah Majelis Taman Pustaka. Pada waktu itu pula terjadi penurunan
gambar Ahmad Dahlan karena pada saat itu ada gejala mengkultuskan
beliau.
·
Sutan Mansur berada di barisan depan dalam menentang upaya pemerintah
Belanda menjalankan peraturan Guru Ordonansi yaitu guru-guru agama Islam
dilarang mengajar sebelum mendapat surat izin mengajar dari Pemerintah
Belanda. Peraturan ini dalam pandangan Sutan Mansur akan melenyapkan
kemerdekaan menyiarkan agama dan pemerintah Belanda akan berkuasa
sepenuhnya dengan memakai ulama-ulama yang tidak mempunyai pendirian
hidup. Sikap yang sama juga ia perlihatkan ketika Jepang berikhtiar agar
murid-murid tidak berpuasa dan bermaksud menghalangi pelaksanaan shalat
dengan mengadakan pertemuan di waktu menjelang maghrib.
1929
· Kongres Muhammadiyah ke-18 di Surakarta.
· Sutan Mansur berhasil mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Mendawai, dan Amuntai.
1930
·
Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi (14-26 Maret 1930). Kongres
ini memutuskan bahwa di setiap karesidenan harus ada wakil HB
Muhammadiyah yang dinamakan Konsul Muhammadiyah.
· Berdirinya Muhammadiyah cabang Merauke.
Retrieved from: http://www.muhammadiyah.or.id/id/3-content-154-det-timeline-muhammadiyah.html
Tahun 1931 - 1940
1931
· Sutan
Mansur dikukuhkan sebagai Konsul Muhammadiyah sampai 1944. Sutan Mansur
juga membuka dan memimpin Kulliyah al-Muballighin Muhammadiyah di
Padang Panjang.
· Kongres Muhammadiyah ke-20 di Jogjakarta. Dalam kongres ini diputuskan Siswa Praja Wanita menjadi Nasyiatul Aisyiyah.
1932
· Kongres
Muhammadiyah ke-21 di Makasar pada tahun memutuskan supaya Muhammadiyah
menerbitkan surat kabar (dagblaad). Untuk pelaksanaannya diserahkan
kepada Pengurus Muhammadiyah Cabang Solo, yang di kemudian hari
dinamakan Adil.
· 2 Mei/26 Dzulhijjah 1350. Berdirinya Pemuda Muhammadiyah.
· Sampai
tahun ini Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47
Standaardschool, 69 Hollands Inlandse School (HIS), dan 25
Schakelschool, yaitu sekolah lima tahun yang akan menyambung ke MULO
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs yang setingkat SLTP saat ini) bagi
murid tamatan vervolgschool atau standaardschool kelas V. Dalam
sekolah-sekolah Muhammadiyah tersebut juga dipakai bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar.
1932
· Sekolah-sekolah
Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
didirikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan
sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik, dan sekolah-sekolah
Protestan.
1933
· Kongres
Muhammadiyah ke-22 di Semarang (Kongres Muhammadiyah terakhir dalam
periode kepemimpinan KH. Ibrahim). Cabang-cabang Muhammadiyah telah
berdiri hampir di seluruh tanah air.
1934
· Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta memilih K.H. Hisyam sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.
1935
· Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin memilih kembali K.H. Hisyam.
1936
· Kongres Muhammadiyah ke-25 di Batavia (Jakarta) K.H. Hisyam masih dipilih.
1937
· Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah hasil keputusan Congres ke-26 di Jogjakarta (sampai tahun 1943).
· Mas
Mansur banyak menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot.
Pikiran-pikiran pembaruannya dituangkannya dalam media massa. Majalah
yang pertama kali diterbitkan bernama Suara Santri. Kata santri
digunakan sebagai nama majalah, karena pada saat itu kata santri sangat
digemari oleh masyarakat.
· Majalah
Jinem merupakan majalah kedua yang pernah diterbitkan oleh Mas Mansur.
Majalah ini terbit dua kali sebulan dengan menggunakan bahasa Jawa
dengan huruf Arab.
1937
· Mas Mansur juga pernah menjadi redaktur majalah Kawan Kita di Surabaya.
· Setelah
menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, ia pun mulai melakukan
gebrakan politik yang cukup berhasil bagi ummat Islam dengan
memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) bersama KHA.
Dahlan dan KH. Wahab Hasbullah yang keduanya dari Nahdlatul Ulama (NU).
Ia juga memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama
Dr. Sukiman Wiryosanjaya sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif
dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Demikian juga ketika Jepang
berkuasa di Indonesia, Mas Mansur termasuk dalam empat orang tokoh
nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat
serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mas
Mansur. Namun kekejaman pemerintah Jepang yang luar biasa terhadap
rakyat Indonesia menyebabkannya tidak tahan dalam empar serangkai
tersebut, sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Surabaya, dan
kedudukannya dalam empat serangkai digantikan oleh Ki Bagus Hadikusumo.
· Ketika
pecah perang kemerdekaan, Mas Mansur belum sembuh benar dari sakitnya.
Namun ia tetap ikut berjuang memberikan semangat kepada barisan pemuda
untuk melawan kedatangan tentara Belanda (NICA). Akhirnya ia ditangkap
oleh tentara NICA dan dipenjarakan di Surabaya. Di tengah pecahnya
perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di
tahanan pada tanggal 25 April 1946.
· K.H.
Faqih Usman aktif dalam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) melawan
kedatangan tentara Belanda (NICA). Akhirnya ia ditangkap oleh tentara
NICA dan dipenjarakan di Surabaya. Di tengah pecahnya perang kemerdekaan
yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25
April 1946.
· K.H. Faqih Usman aktif dalam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI).
1938
· Ketika Bung Karno diasingkan ke Bengkulu, Sutan Mansur menjadi penasehat Agama Islam bagi Bung Karno.
· Bung Karno menjadi guru sekolah rendah Muhammadiyah di Bengkulu (Adams, 1966;193).
1939
· Kongres Muhammadiyah ke-28 di Medan.
· Penolong Kesengsaraan Oemat menjadi bagian dari Aisyiyah.
Retrieved from: http://www.muhammadiyah.or.id/id/4-content-154-det-timeline-muhammadiyah.html
Tahun 1941 - 1950
1941
· Pertemuan antar cabang se-Jawa sebagai upaya penjembatanan berlangsungnya kongres darurat tahun 1946 di Yogyakarta.
1942
· Congres ke-30 Muhammadiyah di Purwokerto batal.
1943
· Jepang memberikan status hukum pada Muhammadiyah serta cabang-cabangnya di Jawa.
1944
· Pertemuan cabang-cabang Muhammadiyah se-Jawa memilih Ki Bagus Hadikusumo sebagai ketua.
·
Ki Bagus termasuk seorang tokoh yang memiliki kecenderungan kuat untuk
melembagakan Islam. Bagi Ki Bagus pelembagaan Islam menjadi sangat
penting untuk alasan-alasan ideologi, politis, dan juga intelektual. Ini
nampak dalam upayanya memperkokoh eksistensi hukum Islam di Indonesia
ketika ia dan beberapa ulama lainnya terlibat dalam sebuah kepanitiaan
yang bertugas memperbaiki peradilan agama (priesterraden commisse).
1944
Hasil
penting sidang-sidang komisi ini ialah kesepakatan untuk memberlakukan
hukum Islam. Akan tetapi Ki Bagus dikecewakan oleh sikap politik
pemerintah kolonial yang didukung oleh para ahli hukum adat yang
membatalkan seluruh keputusan penting tentang diberlakukannya hukum
Islam untuk kemudian diganti dengan hukum adat melalui penetapan
ordonansi 1931
·
Ki Bagus Hadikusumo berani menentang perintah pimpinan tentara Dai
Nippon yang terkenal ganas dan kejam untuk memerintahkan ummat Islam dan
warga Muhammadiyah melakukan upacara kebaktian tiap pagi sebagai
penghormatan kepada Dewa Matahari.
· Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Ki Bagus Hadikusumo sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.
1945
· Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimedjo menjadi anggota PPKI.
· K.H. Faqih Usman menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.
·
K.H. Faqih Usman juga ikut andil dalam pendirian Partai Masyumi sejak
didirikannya pada tanggal 7 Nopember 1945 dalam Muktamar Ummat Islam di
Yogyakarta.
·
Sudirman, seorang dari kalangan rakyat biasa yang pernah menjadi kepala
pasukan gerakan kepanduan Muhammadiyah yaitu Hizbul Wathan (HW),
diangkat menjadi Panglima Besar angkatan bersenjata RI yang baru saja
merdeka.
1946
· Kongres darurat Muhammadiyah (perundingan silaturrahmi cabang/ranting seluruh Jawa dan Madura).
1947
·
Pembentukan Angkatan Perang Sabil (APS) bermarkas di Mesjid Taqwa,
Kampung Suronatan. Sebagai Ketua adalah Hadjid, , Wakil Ketua: A.
Badawi, dan penasehat: Ki Bagus Hadikusumo.
·
1947-1949 oleh wakil Presiden Mohammad Hatta, Sutan Mansur diangkat
menjadi Imam atau Guru Agama Islam buat Tentara Nasional Indonesia
Komandemen Sumatera, berkedudukan di Bukit tinggi, dengan pangkat Mayor
Jenderal Tituler.
1950
·
Sutan Mansur diminta menjadi Penasehat TNI AD, berkantor di Markas
Besar Angkatan Darat (MBAD). Akan tetapi, permintaan itu ia tolak karena
ia harus berkeliling ke semua daerah di Sumatera, bertabligh sebagai
pemuka Muhammadiyah.
· Majelis Aisyiyah diganti menjadi Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah
·
21-26 Desember Kongres XXXI/Muktamar I berlangsung di kota kelahiran
Muhammadiyah, Yogyakarta. Muktamar ini mendapat sambutan luar biasa dari
tokoh-tokoh Muhammadiyah karena selama 10 tahun mereka hampir tidak
pernah bertemu di forum resmi yang bersifat nasional. Hadir dalam
Muktamar itu 83 cabang dan 97 ranting. Beberapa keputusan penting dari
Muktamar ini adalah:
· Mendorong dan bekerjasama dengan pemerintah untuk memperbaiki kerusakan akhlak.
· Bekerjasama dengan pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan rakyat.
· Membentuk kapal haji Muhammadiyah.
· Menyediakan studiefonds untuk membiayai para pelajar yang sekolah di luar negeri.
· Mendirikan universitas Muhammadiyah.
1950
·
Mengajukan usul kepada Badan Kongres Muslimin Indonesia dan pemerintah
supaya mengadakan kongres Umat Islam se dunia dan persyarikatan
blok-blok Islam.
· Mendesak pemerintah Indonesia supaya mengambil harta wakaf yang dirampas Jepang yang masih dipakai oleh pemerintah.
· Menghormati organisasi lain yang bukan Islam selama tidak merugikan dan bersedia bekerjasama.
·
Menghormati dan bekerja sama dengan organisasi Islam, saling mendekati
antara organisasi Islam yang satu dengan lainnya agar tidak terjadi
salah paham yang dapat merugikan perjuangan pokok Islam.
·
Anggota Muhammadiyah yang menjhadi anggota partai politik yang bukan
Islam supaya dibiarkan jika menguntungkan cita-cita Islam dan
Muhammadiyah seta diuasahakan saling pengertian agar tetap membawakan
aspirasi Muhammadiyah. Apabila merugikan cita-cita Islam, anggota
tersebut akan ditarik.
· Muhammadiyah, baik sebagai organisasi maupun perorangan diperkenankan menjadi anggota DPR.
Retrieved from: http://www.muhammadiyah.or.id/id/5-content-154-det-timeline-muhammadiyah.html
Tahun 1951 – 1960
1951
·
Agustus Sidang Tanwir I mengeluarkan reolusi yang intinya meminta
Pemerintah Indonesia mengembalikan calon jemaah haji yang gagal
berangkat dan masih berada di Jakarta, ketempat maisng-masing dengan
biaya ditanggung oleh pemerintah dan mengganti kerugian yang dialami
oleh calon haji, seta meminta pemerintah membentuk suatu komisi guna
menyelidiki segala sesuatu yang tidak beres dalam kasus itu. Sidang
Tanwir itu juga berhasil merumuskan konsepsi tentang Majelis Ekonomi.
1951
Selain itu dibentuk panitia kecil untuk merancang UU Perkawinan.
Melalui Masyumi Muhammadiyah meminta supaya memperjuangkan agar UU
Perkawinan itu tidak diajukan ke DPR sebelum adanya pemilihan umum atau
bahklan kalau mungkin digagalkan. Sikap Muhammadiyah seperti itu
menimbulkan bermacam-macam reaksi balik.
·
10 Desember. Dibangun kembali Madrasah Muallimin Muhammadiyah. Gedung
Mu’allimin sebelum hancur pada masa clash II pernah digunakan sebagai
markas gerilya melawan Belanda.
1952
·
K.H. Faqih Usman dipercaya kembali sebagai Menteri Agama pada masa
kabinet Wilopo (3 April l952-1 Agustus 1953). Fenomena terpilihnya Faqih
Usman sebagai Menteri Agama yang kedua kalinya sempat menimbulkan
konflik politik antara Masyumi dan NU.
·
Sutan Mansur diminta Presiden Soekarno untuk menjadi penasehat Presiden
dengan syarat harus memboyong keluarganya dari Bukit tinggi ke Jakarta.
Permintaan itu lagi-lagi ditolaknya . Ia hanya bersedia menjadi
penasehat tidak resmi sehingga tidak harus berhijrah ke Jakarta.
· Sutan Mansur diangkat menjadi wakil ketua Syura Masyumi Pusat.
1953
· Telah dibentuk dan dipulihkan kembali 322 cabang dan, 1.612 ranting dengan jumlah anggota 69.554.
·
Muktamar XXXII di Purwokerto. Untuk pertama kali, timbang terima
jabatan dilaksanakan secara tertulis sebagai bentuk kesadaran pentingnya
tertib organisasi. Sebelumnya cukup secara lisan.
·
7 Juli 1953 Surat dari Presiden Sukarno yang isinya antara lain
pengakuannya akan betapa besar sumbangan Muhammadiyah bagi kehidupan
rohani bangsa, kenegaraan, dan masyarakat Indonesia.
1953
Beliau pun mengakui sudah cukup lama mengenal Muhammadiyah dari dalam
dan mendoalan Muhammadiyah senantiasa mendapat taufik dan hidayah agar
tetap dapat menyumbangkan tenaga dan fikirannya bagi pembangunan negara.
·
Majelis Hikmah dibentuk guna memperhatikan dan mempelajari hal ihwal
Muhammadiyah yang berkaitan soal politik. Tugas utamanya menghimpun
keseimbangan politik mengenai agama dan umat Islam pada umumnya serta
Muhammadiyah sendiri. Selain itu digariskan program pendidikan politik
bagi warga Muhammadiyah.
1954
·
11-14 April. Sidang Majelis Tanwir mengambil keputusan bahwa dasar dan
pemilihan umum adalah kemenagan Islam, keutuhan Masyumi, kemaslahatan
Muhammadiyah, menyetujui perinsip-prisnsip rencana peraturan pencalonan
anggota DPR dan konstituante yang disusun oleh DPP Masyumi dengan
amandemen-amandemen yang diserahkan kepada PB Muhammadiyah.
· Pengaruh Muhammadiyah sampai di Penang
1955
·
Sutan Mansur terpilih sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) dan anggota Konstituante dari Masyumi sejak Konstituante berdiri
sampai dibubarkan oleh Soekarno.
1956
· Mukatamar XXXIII Muhammadiyah di Palembang berhasil menelurkan khittah Palembang.
1957
·
24-26 Agustus. Sidang Majelis Tanwir Muhammadiyah di Yogyakarta
mengambil keputusan: pertama, menugaskan untuk menggerakkan aparatnya
dengan cara-cara yang sesuai bidangnya masing-masing dengan berpedoman
pada khittah Muhammadiyah sera mengindahkan saran dan sambutan-sambutan
yang diberikan dalam sidang Tanwir; kedua, menugasi HAMKA dan Bustami
Ibrahim untuk menulis risalah khusus guna menghadapi paham ateis;
ketiga, mengajak para ulama, pemimpin Islam dan cendekiawan muslim agar
memberikan pendapat mereka tentang cara-cara memelihara umat mengatasi
bahaya ateisme.
· Terbentuknya Ikatan Pelajar Sekolah Muhammadiyah (IKPSM) di Solo.
1958
·
Pecah pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)
di Padang, Sutan Mansur berada di tengah-tengah mereka karena didasari
oleh ketidaksukaannya pada PKI dan kediktatoran Bung Karno.
·
Sebagai salah seorang tokoh Masyumi, K.H. Faqih Usman juga terlibat
aktif dalam resolusi konflik politik dalam negeri. Menjelang meletusnya
gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera
Barat, bersama Moch. Roem, dia berusaha menjadi mediator untuk
mendamaikan konflik antara PRRI dengan pemerintah pusat. Ia berusaha
menemui rekan-rekannya di Masyumi yang terlibat dalam kegiatan PRRI,
seperti Muhammad Natsir, Boerhanuddin Harahap, dan Sjafruddin
Prawiranegara untuk mendialogkan persoalan yang semakin menajam menjadi
perang saudara tersebut.
·
Kahar Muzakkar, putra Sulawesi Selatan yang pernah dididik di
lingkungan Muhammadiyah melakukan resistensi terhadap pemerintah pusat
RI dengan membentuk gerakan DI/TII.
· Pengaruh Muhammadiyah sampai Singapura.
1959
· Fakih Usman menerbitkan majalah Panji Masyarakat (Panjimas) bersama-sama Hamka, Joesoef Abdullah Poear, dan Joesoef Ahmad.
1959
·
18-23 November. Muktamar XXXIV Muhammadiyah di Yogyakarta memilih M.
Junus Anies sebagai Ketua Pimpinan Pusat periode 1959-1962. Muktamar ini
menetapkan langkah ke depan tahun 1959-1962 “yang meliputi bidang
kepemimpinan, dakwah, pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, wakaf,
keputrian, kepemudaan, perekonomian, keagamaan, taman pustaka, dan
bidang-bidang lain yang dipandang perlu”.
1960
· 24-28 Juli. Muktamar II
Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta memutuskan terbentuknya Ikatan Pelajar
Muhammadiyah sebagai organisasi resmi pelajar Muhammadiyah.
Retrieved from: http://www.muhammadiyah.or.id/id/6-content-154-det-timeline-muhammadiyah.html
Tahun 1961 - 1970
1961
·
Atas jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, Pemerintah RI menetapkannya
sebagai Pahlawan Nasional (SK Presiden no. 657 tahun 1961). Dasar-dasar
penetapan itu ialah: 1. KHA. Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat
Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus
belajar dan berbuat; 2. Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya,
telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran
yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan
ummat, dengan dasar iman dan Islam; 3. Dengan organisasinya,
Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang
amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran
Islam; 4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah)
telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan
dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
1961
· 16 Juli. Pembentukan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
·
25-27 November. Sidang Tanwir di Yogyakarta menerima rencana Garis
Perjuangan Muhammadiyah dari Dr. Sukiman Wiryosanjoyo, intinya
menghendaki agar Muhammadiyah memperluas bidang perjuangannya, tidak
hanya menitikberatkan dalam bidang sosial, tetapi juga meliputi
bidang-bidang lain yang menjadi alat untuk memperjuangkan tegaknya Agama
Islam.
1962
·
21-25 Muktamar XXXV Muhammadiyah di Jakarta. Terpilih sebagai Ketua PP
adalah Ahmad Badawi. Pada resepsi penutupan turut memberi sambutan
adalah Presiden Sukarno sendiri dengan sambutan berjudul “Makin Lama
Makin Cinta” dan Dr. Roeslan Abdoelgani dengan sambutan berjudul “Palu
Godam terhadap Kolonialisme dan Imperialisme, Muhammadiyah sebagai
Gelombang Pemukul Kembali terhadap Kolonialisme dan Imperialisme”.
· Muktamar juga melahirkan rumusan Kepribadian Muhammadiyah. Kerja digarap oleh suatu tim dipimpin oleh KH Faqih Usman.
· Diadakan Kursus Kader Pimpinan Muhammadiyah seluruh Indonesia utnuk menggairahkan kembali gerak perjuangan Muhammadiyah.
·
Ada perkembangan baru dalam penyebarluasan pengaruh Muhammadiyah. Surat
kabar Utusan Melayu mengabarkan bahwa di Kuala Lumpur telah berdiri
pusat Pergerakan Muhammadiyah yang berujuan sebagai pusat penyiaran dan
pendidikan Islam seTanah Melayu. Meskipun secara organisatoris
eksistensinya berada di luar persyarikatan tetapi anggaran dasarnya
hampir sama dengan Anggaran Dasar Muhammadiyah.
1962
·
Selama masa kepemimpinan Ahmad Badawi di perkenalkan metode KOKAM dalam
administrasi. Tercatat jumlah anggota Muhammadiyah sebanyak 185.119,
ranting 2.300, cabang 712, sedangkan daerah-daerah mulai dari Aceh
sampai Nusa Tenggara tercatat 36 perwakilan daerah. Setelah Irian Barat
kembali ke pangkuan RI mulai terlihat pengaruh Muhammadiyah di Fakfak,
Kotabaru, Sorong Besar, Sorong Raja Empat, dan Manokwari yang dimotori
oleh Ibrahim Bauw Radja Rumbeti serta pejabat daerah dan pegawai negeri
yang menjadi anggota Muhammadiyah.
·
Dikeluarkan dokumen “Kebijaksanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode
1962-1965 dan 1965-1968” yang memberi gambaran tentang interaksi
Muhammadiyah di dalam percaturan politik nasional. Kebijakan tersebut
lebih merupakan kebijakan politik Muhammadiyah dalam menetapkan
kebijakan untuk beradaptasi dan berinteraksi terhadap
persoalan-persoalan politik yang timbul.
1963
· Nasyiatul ‘Aisyiyah diberi status otonom lepas dari ‘Aisyiyah.
· Ahmad Badawi diangkat menjadi Penasehat Pribadi Presiden di bidang agama.
1964
·
Berbagai gerakan dan aksi perjuangan yang dilakukan K.H. Fakhruddin
adalah dalam rangka memperbaiki nasib dan kondisi umat serta bangsa
Indonesia dari lumpur kebodohan, kehinaan dan ketertindasan di tangan
penjajahan kolonial Belanda. Berkat jasa-jasanya dalam perjuangan,
Pemerintah RI memberinya penghargaan sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI no. 162/1964.
· 14 Maret/29 Syawal 1384. Berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)(Fathoni, 101).
1964
·
Penangkapan dan penahanan HAMKA hingga 1966, Hamka dipenjarakan oleh
Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Dipenjara beliau menulis
Tafsir al-Azhar yang merupakan karya terbesarnya.
1965
· Munas I Nasyiatul ‘Aisyiyah. Hadir di sana perwakilan dari 33 daerah dan 166 cabang.
· Muktamar XXXVI Muhammadiyah di Bandung.
·
16 Agustus, Badan Koordinasi Amal; Muslimin terbentuk. Muhammadiyah
merupakan nsalah satu organisasi pendukung utama di antara 16 organisasi
yang tergabung dalam badan itu.
1966
·
Sukarno mengatakan dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams, “Yang
senantiasa menjadi keinginanku ialah agar peti matiku diselubungi
dengan panji Islam Muhammadiyah” (hal. 459).
·
15 Agustus, Syukuran pembebasan tahanan politik Islam di Mesjid Al
Azhar. Acara dipimpin Prof. Dr. Hamka. Sekeluar dari penjara, Hamka
diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia,
anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga
Kebudayaan Nasional, Indonesia.
1968
· Muktamar XXXVII Muhammadiyah di Yogyakarta.
· Ahmad Badawi diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung.
·
Faqih Usman bersama Hasan Basri (mantan Ketua Majelis Ulama
Indonesia)dan Anwar Haryono (mantan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia) mengirim nota politik kepada pemerintah Orde Baru (dikenal
dengan Nota KH. Faqih Usman), isinya permintaan agar Pemerintah Orde
Baru merehabilitasi Masyumi sebagai partai terlarang.
Retrieved from: http://www.muhammadiyah.or.id/id/7-content-154-det-timeline-muhammadiyah.html
Tahun 1971 - 2009
1971
· Muktamar XXXVIII Muhammadiyah di Ujung Pandang.
1974
· Muktamar XXXIX Muhammadiyah di Padang.
1978
· Muktamar XL Muhammadiyah di Surabaya.
1985
· Muktamar XLI Muhammadiyah di Surakarta.
1989
·
K.H. A.R. Fakhruddin menyampaikan surat kepada Paus Yohanes Paulus II
dalam kunjungannya di Indonesia. Surat itu adalah kritikan yang
disampaikannya secara halus dan sejuk. Dalam surat itu, ia
mengungkapkan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia adalah muslim.
Namun, ada hal yang mengganjal bagi umat Islam Indonesia, bahwa umat
Katholik banyak menggunakan kesempatan untuk mempengaruhi ummat Islam
yang miskin agar mau masuk ke agama Katolik. Mereka diberi uang,
dicukupi kebutuhannya, dibangunkan rumah-rumah sederhana, dipinjami uang
untuk modal dagang, dengan ajakan agar menjadi umat kristen. Umat Islam
dibujuk dan dirayu untuk pindah agama. Pak AR mengungkapkan bahwa agama
harus disebarluaskan dengan cara-cara yang perwira dan sportif.
1990
· Muktamar XLII Muhammadiyah di Yogyakarta. Suksesi keperesidenan RI menjadi agenda di Muktamar Yogyakarta.
·
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, sejak Anggaran Dasar pertama sampai
ke-14, istilah yang digunakan -istilah mana semakna dengan istilah misi-
adalah istilah maksud, kecuali Anggaran Dasar keempat dan kelima, yang
menggunakan istilah hajat. Istilah misi kita jumpai pada tulisan para
tokoh Muhammadiyah, terutama Ustadz K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA Ketua PP
Muhammadiyah periode 1990-1995, yang secara khusus pernah menulis
tentang Misi Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam.
1995
· Muktamar XLIII Muhammadiyah di Banda Aceh.
· Terpilihnya Prof DR HM Amien Rais MA sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah.
·
Wilayah kerja Majelis Tarjih tidak saja di bidang fikih, namun juga
pengembangan pemikiran Islam. Karena itu, majelis ini sejak Muktamar
Aceh berganti nama menjadi Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Islam (MTPPI).
1998
·
Prof. DR. Ahmad Syafii Maarif sebagai Ketua Umum menggantikan Prof. DR.
HM Amien Rais MA yang meletakkan jabatan karena harus memimpin Partai
Amanah Nasional, sebagai lanjutan dari amanat reformasi.
2000
· Muktamar XLIV Muhammadiyah di Jakarta, terpilihnya Prof. DR. Ahmad Syafii Maarif sebagai Ketua Umum
2002
·
TANWIR Muhammadiyah di Denpasar, 24-27 Januari, menyepakati perlunya
Muhammadiyah menyiapkan kader terbaiknya sebagai pemimpin nasional
(Khittah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara)
o
Sidang Tanwir membahas Khittah Muhammadiyah dalam berbagai persoalan,
termasuk rekomendasi Muhammadiyah bagi kemajuan bangsa dan negara.
Masalah lainnya, adalah bahasan tentang Bank Persyarikatan, di mana akan
diputuskan apakah manajemen perbankan diselenggarakan secara syariah
atau secara konfesional.
2002
· Masalah
politik nasional dibahas pada Sidang Pleno VII yang dipimpin A. Watik
Pratiknya. Tampil di sini, Mendiknas Malik Fadjar, ahli hukum tata
negara Prof Dr. Ismail Suny, dan Wakil Ketua PP Muhammadiyah Din
Syamsuddin. Amien Rais akan berbicara tentang Pencerahan dan Visi
Indonesia ke Depan, pada sidang pleno III yang dipimpin Bambang Sudibyo.
Sejumlah pembicara tenar lainnya, seperti Nurcholis Madjid, Jakob
Oetama, dan Taufik Abdullah juga hadir. Mereka membahas tema “Masalah
Nasional dan Agenda Pencerahan bangsa”
2003
·
Persyarikatan Muhammadiyah menggelar Sidang Tanwir di Makassar 26-29
Juni 2003. Sidang Tanwir kali ini merupakan yang terakhir sebelum
pelaksanaan Pemilu 2004.
2005
· Muktamar Muhammadiyah di Malang,
o Terpilihnya Prof DR Din Syamsuddin sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah
o Zhawãhir al-Afkãr al-Muhammadiyyah ’Abra Qarn min al-Zamãn (Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad).
2006
· PP Muhammadiyah mengeluarkan SK No. 149/2006 tentang
Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha, yang antara lain berisi tentang
bentuk relasi Muhammadiyah dengan gerakan Islam lain dan juga partai
politik. Muhammadiyah berhak dan memiliki keabsahan untuk bebas dari
segala campur-tangan, pengaruh, dan kepentingan fihak manapun yang
dapat mengganggu keutuhan dan kelangsungan gerakan dakwah Muhammadiyah.
2007
· Sidang
Tanwir Muhammadiyah25-29 April 2007 di Yogyakarta. Merupakan Sidang
Tanwir pertama setelah Muktamar ke-45 Muhammadiyah tanggal 3-8 Juli 2005
di Malang. Tanwir 2007 Yogyakarta mengangkat tema: “Pencerahan Gerakan
untuk Kemajuan Bangsa”. Fokus pembahasan dalam Tanwir diarahkan pada
upaya pencerahan, revitalisasi, konsolidasi terhadap tubuh
Persyarikatan, sesuai problematika yang dihadapi Persyarikatan selama
hampir dua tahun mengoperasionalkan keputusan Muktamar ke-45. Tanwir
2007 juga membahas upaya peningkatan peran kebangsaan, keumatan dan
kemanusiaan, yang harus dilakukan oleh Persyarikatan, sesuai komitmen
yang telah dicanangkan dalam “Pernyatan Pikiran Muhammaiyah Jelang Satu
Abad”.
·
Tanwir 2007 juga menekankan pentingnya Muhammadiyah kembali menggiatkan
sektor ekonomi, agar Muhammadiyah kembali diperhitungkan sebagai
kekuatan ekonomi. Mengembalikan Muhammadiyah pada masa-masa awal
berdirinya, dimana kelompok mayoritas anggotanya merupakan pengusaha.
Salah satu poin dari rekomendasi Tanwir ini adalah meminta kepada
pemerintah untuk memihak pada pemberdayaan ekonomi rakyat.
2009
·
Sidang Tanwir tahun 2009, di kota Bandar Lampung. Mmerupakan Tanwir
kedua pada periode ini, dan Tanwir jelang Muktamar ke-46 di Yogyakarta
pertengahan tahun 2010.
· Sidang Tanwir 2009 memiliki tujuan antara lain:
-
Dihasilkannya keputusan untuk meningkatkan peran Muhammadiyah sebagai
Gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar dalam membangun kembali
visi dan karakter bangsa, di tengah pergulatan bangsa-bangsa lain yang
semakin maju.
Sidang Tanwir 2009 dilaksanakan menjelang Pemilu 2009 dimana suasana politik Indonesia menghangat.
2009
Muhammadiyah memberikan rekomendasi terkait Pemilu 2009 antara lain: 1).
Mendesak partai politik dan seluruh komponen bangsa untuk tidak
menjadikan Pemilu 2009 sebagai ajang perebutan kursi kekuasaan belaka
yang menjurus pada pragmatisme dan menghalalkan segala cara. Pemilu
harus dijadikan momentum untuk menghasilkan anggota legislatif, presiden
dan wakil presiden yang bertanggungjawab dalam menjalankan amanat
rakyat, mengurus negara/pemerintahan dengan benar, menghasilkan
kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat kecil, menjunjung tinggi nilai-nilai
kebajikan dan etika publik, membangun kepercayaan, serta tidak
menggunakan aji mumpung dalam melaksanakan kekuasaan yang dimilikinya;
2). Muhammadiyah menyerukan kepada segenap komponen bangsa untuk memilih
pemimpin nasional pada Pemilu 2009, yang:
1. Memiliki
visi dan karakter yang kuat sebagai negarawan yang mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara ketimbang kepentingan partai politik,
diri sendiri, keluarga, kroni dan lainnya;
2. Berani
mengambil berbagai keputusan penting dan strategis yang menyangkut
hajat hidup rakyat dan kepentingan negara, mampu menyelesaikan
persoalan-persoalan krusial bangsa secara tegas, serta melakukan
penyelamatan aset dan kekayaan negara;
3. Mampu menjaga kewibawaan dan kedaulatan nasional dari berbagai ancaman di dalam dan luar negeri, serta mampu mewujudkan good governance termasuk melakukan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu;
4. Melepaskan jabatan di partai politik apapun dan berkonsentrasi dalam memimpin bangsa dan negara.
Retrieved from: http://www.muhammadiyah.or.id/id/8-content-154-det-timeline-muhammadiyah.html
No comments:
Post a Comment