Wednesday, January 19, 2011

Dien Syamsuddin, JIMM dan Radikal Islam


Oleh Ahmad Najib Burhani*

Pada masa-masa akhir pemerintahan Orde Baru, Dien Syamsuddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2010, terkenal sebagai politisi dan intelektual yang sangat yakin dengan politik alokatif, struggle from within (berjuang dari dalam), dan menghindari sikap konfrontatif. Strategi ini rupanya tak dipercayainya lagi untuk kasus 11 Setember 2001. Dien telah menanggalkan “iman” tersebut ketika berhadapan dengan Amerika Serikat. Ia memilih untuk bersikap konfrontatif terhadap kebijakan-kebijakan Amerika terhadap Islam dan negara-negara Islam. Karena itulah, sejak peristiwa pemboman menara kembar WTC (World Trade Center) itu, ia lebih akrab dikelompokkan sebagai bagian dari Islam garis keras.

Salah satu alasan mengapa Dien terpilih menjadi pimpinan tertinggi dalam organisasi terbesar kedua di Indonesia itu adalah juga karena kedekatannya kepada warga Muhammadiyah garis keras. Pandangan-pandangan keagamaan Sekretaris Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) ini dianggap sesuai dengan keinginan mayoritas warga Muhammadiyah yang cenderung puritan dan fundamentalis. Inilah yang membedakan Dien dari pimpinan Muhammadiyah yang ia gantikan, Ahmad Syafii Maarif. Seiring dengan pemikirannya yang moderat dan inklusif, popularitas Syafii Maarif –juga Munir Mulkhan dan Amin Abdullah-- di Muhammadiyah terus merosot. Bahkan, Mulkhan dan Amin terpental dari 13 formatur terpilih pada Muktamar ke-45 di Malang, 3-8 Juli 2005.

Pada Muktamar yang baru usai itu, Buya Syafii berkali-kali melakukan pembelaan terhadap beberapa angkatan muda Muhammadiyah yang memiliki pemikiran liberal dan aneh, seperti yang ditampilkan dalam tulisan-tulisan Sukidi, Fuad Fanani dan Pramono. Dalam pidato serah terima jabatan di UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) Dome (7/7), Syafii bahkan berpesan agar orang Muhammadiyah tidak cepat marah dan menuduh ketika membaca pemikiran anak-anak muda. Selama mereka menjalankan prinsip-prinsip ajaran agama, seperti shalat, maka mereka tak perlu dimusuhi.

Masa Depan Liberalisme

Berbeda dari Syafii, dalam berbagai pidatonya Dien tidak menyatakan pembelaan, dukungan atau apresiasi terhadap pemikiran generasi muda Muhammadiyah. Sikap ini bisa dipahami jika itu terjadi sebelum pemilihan pimpinan. Dien perlu mengamankan peluangnya menjadi ketua umum dengan cara menjaga emosi para pendukungnya. Saya kira, Dien sadar bahwa jika ia memberikan apresiasi terhadap JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah) yang cenderung liberal, maka suaranya bisa turun mengingat jumlah warga Muhammadiyah yang tidak menyukai JIMM cukup banyak. Namun anehnya, pernyataan apresiasi juga tidak keluar setelah ia ditetapkan sebagai ketua umum.

Ada beberapa asumsi tentang sikap tersebut. Bisa jadi Dien tidak ingin langsung membuat langkah kontroversial begitu ia terpilih. Hal ini penting untuk menghormati para pendukungnya. Tentu mereka akan kecewa bila Dien menyampaikan apresiasi terhadap pemikiran liberal segera setelah ia memimpin organisasi yang berdiri tahun 1912 ini. Asumsi lain adalah bahwa Dien memang tidak berniat untuk membela anak-anak Muhammadiyah yang liberal. Atau bahkan, sebetulnya ia tidak menyukai model pemikiran itu.

Asumsi bahwa Dien tidak menyukai gerakan yang dilakukan oleh anak-anak muda Muhammadiyah itu tentu agak susah diterima bila melihat bahwa Dien lah yang mendirikan PSAP-M (Pusat Studi Agama dan Peradaban Muhammadiyah), salah satu gerbong pemikiran “liar” di organisasi modernis ini. Alasan inilah yang dikemukakan Dien ketika mendengar isu bahwa ketidaksukaan beberapa orang kepada Dien adalah karena ia seorang fundamentalis. Mendengar isu tersebut, Dien buru-buru menjawab bahwa orang lupa bahwa dirinyalah pendiri PSAP.

Meski di kalangan terbatas Dien menolak disebut fundamentalis, ia tetap saja menolak untuk memberikan pernyataan perlindungan kepada 2 (dua) kelompok yang bersebarangan di Muhammadiyah ketika ada seorang tokoh Muhammadiyah meminta hal tersebut. Tokoh ini mengatakan bahwa ia telah meminta kepada Dien untuk menyampaikan satu statemen bahwa ia akan memayungi dua kelompok yang beroposisi itu dalam pidato serah terima jabatan, namun Dien tak bersedia memenuhi.

Dalam jumpa pers setelah ia ditetapkan sebagai ketua umum, saya sempat hendak menanyakan kepada Dien tentang sikapnya terhadap liberalisme. Namun posisi saya sebagai insider –sekaligus juga bukan wartawan-- membuat saya mengurungkan niat tersebut. Saya sangat ingin mendengar pernyataan Dien tentang masalah radikalisme dan liberalisme di depan publik. Dan press conference, sebagai forum bagi wartawan, merupakan tempat yang sangat pas untuk hal itu.

Benar apa yang disampaikan oleh tokoh Muhammadiyah tersebut di atas, tidak ada pernyataan apresiasi terhadap kelompok liberal dalam pidato Dien pada acara serah terima jabatan. Dien bahkan menyebutkan bahwa kepemimpinan di organisasi ini bersifat kolegial. Dalam urusan-urusan besar, dia hanya akan menyampaikan apa yang menjadi keputusan para pimpinan. Pidato Dien itu sebetulnya disampaikan setelah ia mendengarkan pidato Pak Syafii yang, diantaranya, berisi pembelaan habis-habisan terhadap pemikiran yang dikembangkan oleh anak-anak muda. Tapi rupanya Dien tidak tergerak sama sekali untuk menanggapi masalah ini. Dia menanggapi segala hal yang disampaikan Syafii Maarif, kecuali tentang pemikiran anak-anak muda.

Memang, sikap Dien di atas tidak bisa dijadikan indokator bahwa ia akan memberangus JIMM atau melarang pemikiran liar di organisasi modernis ini. Namun sikap ini bisa dijadikan salah satu indikasi bahwa tidak ada jaminan dari pimpinan Muhammadiyah terhadap masa depan JIMM dan pemikiran yang diusungnya.

Tidak Mengarah ke Terorisme

Dalam pergaulan sehari-hari dan juga dalam sikap, memang Dien cukup dekat dengan anak-anak yang memiliki pemikiran liberal, seperti Sukidi, Pramono dan Fuad Fanani. Bahkan, Dien lah yang berperan cukup banyak dalam membesarkan anak-anak itu. Namun di depan publik, dalam dan seusai Muktamar, pernyataan yang bisa menyejukkan kelompok liberal belum keluar dari mulutnya.

Meski harapan saya untuk mendengarkan pernyataan Dien terhadap liberalisme dan radikalisme tidak terwujud, ada satu hal yang sangat saya yakini dari profesor di UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta ini: Dia tak akan mengajak umat Islam untuk melakukan jihad fisik melawan Amerika Serikat. Dia pasti tidak menyetujui terorisme dan talibanisme. Sebagai seorang doktor lulusan universitas di Amerika (UCLA), Dien saya yakin sadar bahwa cara-cara jihad seperti yang dilakukan Amrozi, justru akan menghancurkan umat Islam sendiri.

Dalam khutbah Jum’at di Masjid AR Fachruddin UMM (7/7), seusai dilantik menjadi ketua umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010, Dien Syamsuddin menyatakan bahwa jihad yang dituntut dari umat Islam saat ini bukanlah jihad fisik (lil mu’aradhah), tapi jihad lil muwajahah, persaingan sehat. Dalam arti, umat Islam perlu ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebajikan), tidak hanya dengan sesama umat Islam, tetapi juga dengan umat-umat yang lain.
-oo0oo-
 
*Ahmad Najib Burhani adalah Peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan aktivis Pemuda Muhammadiyah

No comments:

Post a Comment