Hilman Latief
Latief, Hilman. 2009. “Ahmad Syafii Maarif: Pengarusutamaan Moderasi Islam Indonesia.” In Ahmad Suaedy and Raja Juli Antoni. Para Pembaharu: Pemikiran dan Gerakan Islam Asia Tenggara. Jakarta: Seamus. Pp. 251-291
Di tengah tarik-menarik kepentingan ideologis antara dunia Timur dan Barat, sekularisme dan Radikalisme, spiritualisme dan materialism, konsep Islam moderat selalu dihadapkan pada dilemma prinsipil dan strategis. Sebagian orang boleh jadi berasumsi bahwa moderasi hanya sebuah “strategi” untuk survive, prinsip yang gamang, tidak tegas, dan cenderung kompromistis. Padahal, dalam ranah pemikiran, tidak semua hal bisa dikompromikan. Bahkan sebuah prinsip atau “cara berpikir” fundamental filosofis sejatinya tidak kompromistik., tidak seperti “logika berpolitik” yang nature-nya memang kompromistik. Di satu sisi, kelompok moderat sering dianggap terlalu lunak oleh kalangan garis keras fundamentalis, dan tidak tegas dalam bersikap menurut kelompok liberal di sisi lain. Posisi Syafii sebagai tokoh yang tak henti mengarusutamakan moderasi Islam, juga tidak lepas dari kritik. Ia kerap diasumsikan sebagai pendukung gerakan liberal karena gagasan-gagasannya tentang pluralisme dan demokrasi yang cenderung kurang ramah terhadap penggagas gerakan Islamisasi. Tidak sedikit yang sinis dan menyebutnya terlalu terbuka dan lebih dekat dengan Barat ketimbang kubu lainnya, serta cenderung sekuler. Atau, bahasa lain yang juga sering muncul di lapangan adalah, Syafii lebih mendukung eksistensi nonmuslim, lebih dekat dengan tokoh-tokoh Kristen ketimbang membela “kepentingan” umat. Gaya Syafii dalam menulis maupun berpidato yang lugas, polos dan tanpa tedeng aling-aling dengan menggunakan berbagai diksi yang bombastis dan menohok memang menjadi factor lain yang, dalam beberapa hal, menyebabkan gagasannya berujung pada sebuah resistensi. Meski demikian, kontribusi Syafii dalam mengarusutamakan moderasi Islam di Indonesia tidak dapat diabaikan, setidaknya berdasarkan beberapa poin berikut ini.
Pertama, Syafii tampil sebagai intelektual Muslim yang cukup gigih melakukan “pengarusutamaan” Islam moderat di Indonesia.
Kedua, Syafii masih meyakini bahwa Islam adalah warana dominan masyarakat Indonesia yang harus dapat menemukan kompatibilitas dengan modernitas.
Ketiga, kontribusi lainnya dapat dicermati dalam Persyarikatan Muhammadiyah, tempat Syafii mengabdi dan berdakwah.
Keempat, kehadiran Syafii membawa iklim dialog agama di kalangan pemimpin-pemimpin agama di Indonesia ke dalam situasi yang lebih intim dan harmonis.
No comments:
Post a Comment