Wednesday, March 16, 2016

Geneologi Kaum Merah: Pemikiran dan Gerakan

 
Judul               : Genealogi Kaum Merah: Pemikiran dan Gerakan
Penulis            : Makhrus Ahmadi dan Aminuddin Anwar
Tebal Buku      : 308 halaman
Penerbit           : MIM Indigenous School&Rangkang Education
Tahun              : Mei, 2014
Harga              : Rp. 60.000 (Pasaran),
(Order langsung) ke MIM Indigenous School diskon 15% x Rp. 60.000 = Rp. 51.000 (diluar ongkos kirim)
Cara order langsung. Regestrasi dengan SMS dengan ketik (Nama pengorder/jumlah order/alamat penerima/nomor telpon) kirim ke  0857-234-56933 atau via Twitter dan Facebook @MIMIndigenous. Selanjutnya, pihak MIM Indigenous School akan mengkonformasi biaya ongkos kirim. Dan pengorder dipersilahkan Mentransfer (biaya buku+ongkos kirim) via BRI Syariah Yogyakarta 1006597951 a.n. Aditia Taruna MS. Barang akan dikirim, setelah ada bukti validasi pengiriman transaksi dari Bank pentranfer pihak pengorder.
  ...........................
Pengantar Penulis
Di kampus yang telah berparas pasar
Tikar-tikar digelar-gelar menjual sejumlah gelar-gelar
Lapak-lapak menjual loak-loak ilmu dan pengetahuan
Kiranya jual-beli,
sesungguhnya jelas terlihat disini
Teriakan obral penjual semakin nyaring berbunyi,
tak bersembunyi dari telinga pembeli
...
Usahlah dicari,
kuragu ada yang mau obrol-obrol diskusi,
tentang advokasi,
tentang diskriminasi,
tentang liberalisasi,
tentang marginalisasi,
dan, apalagi tentang demonstrasi!
Usahlah dicari,
kuragu ada yang menjadi aktivis
yang biasa obrolkan sosialisme
yang biasa obrolkan komunisme
yang biasa obrolkan nasionalisme
yang biasa obrolkan modernisme
yang biasa obrolkan humanisme
yang biasa obrolkan liberalisme
yang biasa obrolkan kapitalisme
dan, apalagi yang biasa mencaci hedonisme!
..
Ah. Siapa peduli!?
Jika air lebih banyak dibanding api
Terhanyut sanubari, tenggelam hati
—Pasar Gerlar: Muji Suseno
Memasuki setengah abad atau menapaki satu abad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1964-2014). Bukanlah usia yang singkat bagi sebuah gerakan mahasiswa Islam dan ortom Muhammadiyah. Sebab, pada rentang masa ini, eksistensi IMM selalu menemukan momentum: dalam mengukir sejarahnya sendiri. Entah, terkait persoalan internal maupun persoalan eksternal organisasi sebagai medan juang yang senantiasa memberi nafas panjang dialektika perjuangan. Namun, ditengah hiruk pikuk dialektika tersebut, acapkali masih hadir pertanyaan terkait peran pemikiran dan gerakan IMM selama ini. Hal ini didasarkan pada evolusi gerakan IMM yang dituntut menghasilkan sebuah gagasan besar, yang mampu menjadi gagasan sistemik kader secara nasional. Bahkan gagasan tersebut bukan hanya berbentuk wacana belaka, tapi menjadi gerakan khas yang berasal dari basis nilai dan identitas IMM. 
Proses dinamisasi pemikiran dan gerakan IMM seakan silih berganti, yang ditandai dengan maraknnya fenomena pergantian struktur kepemimpinan, selalu diiringi dengan pergantian akar pemikiran dan gerakan. Sehingga, adanya pluralitas pemikiran dan gerakan menjadi hal niscaya terjadi dalam tubuh IMM—disamping tidak berasal dari satu rumpun keilmuan yang sama, serta basis paham kultural yang lahir dari keluarga Muhammadiyah. Tetapi hal tersebut, tidaklah menjadi alasan untuk tidak menciptakan garis dasar pemikiran dan gerakan yang dilandasi oleh nilai dan identitas IMM. 
Salah satu bukti otentik yang mampu menjawab hal tersebut diatas, yakni: persoalan masih kurangnya kajian tentang IMM. Baik dari segi pemikiran maupun gerakan yang dapat diketahui dari kurangnya literatur dasar tentang IMM. Sekalipun ada literatur tentang IMM, hal tersebut masih menggunakan pendekatan historis dan cenderung mengabaikan pendekatan futuristik yang lebih progresif dan kritis. Bahkan celakanya, beberapa literatur yang membahas masalah IMM tidak banyak dikenal dikalangan para kader—sebagai bentuk literatur dan kajian yang bisa diperdalam sebagaimana dijelaskan dalam Bab I dan Bab IV buku ini. Sehingga, hal tersebut seharusnya menjadi bahan refleksi dan evaluasi bagi tiap level pimpinan, khususnya Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM: bahwa acuan bacaan dasar mengenai IMM, ternyata tidak secara optimal dimanfaatkan sebagai kajian awal untuk memahami IMM secara utuh. 
Kondisi lainnya yakni “sangat minimnya” kepedulian dan inisiatif dari pimpinan pada tiap level kepemimpinan, untuk membumikan IMM sebagai objek kajian maupun mencoba mentransformasikan kajian yang telah ada sebelumnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan kurang tersedianya buku kajian dasar tentang IMM yang bisa dilakukan pencetakan ulang sebagai sarana untuk membumikan nilai historis dan nilai dasar gerakan IMM terhadap para kader. Selain itu, tingkat produktifitas kader dalam menghasilkan karya khususnya kajian tentang IMM juga terbilang masih minim. Hal ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu: pertama, keengganan kader ataupun struktur pimpinan untuk menelaah ulang sejarah IMM dan mencoba menjadikan IMM sebagai salah satu objek kajian yang penting secara internal IMM, maupun dalam ranah akademis. Kedua, IMM tidak terlalu menarik sebagai objek kajian oleh orang di luar IMM, yang kemungkinan besar karena tidak mengetahui mengenai seberapa besar peranan IMM sebenarnya pada ranah-ranah tertentu.
Ditengah mencari jawaban pertanyaan yang mengkhawatirkan tersebut. Kegelisahan pun muncul, ketika pada level cabang IMM Cabang AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta menghadapi kondisi yang sangat plural: baik pemikiran, pembacaan (analisis) isu maupun implementasi gerakan. Ketiadaan pendekatan yang termanifestasikan dalam bentuk gen pemikiran ala IMM menjadikan kerangka gerakan IMM juga mengalami implementasi yang beragam. Isu-isu sentral yang seharusnya menjadi bagian dari kajian IMM—atau sebagai bagian dari pengejawantahan pemikiran juga menjadi beragam dan cenderung reaksioner. Hal tersebut menjadi refleksi dan evaluasi besar bagi ikatan untuk menformulasikan nilai dasar, corak pemikiran dan identitas gerakan IMM secara utuh. Pengembangan dari kegelisahan tersebut kemudian diimplementasikan dalam bentuk model perkaderan non-formal, yang merupakan pengembangan kapasitas intelektual pasca perkaderan formal. Desain dan tahapan dari model tersebut diimplementasikan sebagai bentuk orientasi pemikiran tertentu menjadi implementasi gerakan, yang muncul ketika tahapan-tahapan gen pemikiran dapat terlalui secara sistemik. 
Inilah evaluasi besar bagi IMM saat ini. Saat gerakan mulai tidak mampu menjawab tantangan zaman ditengah perubahan konteks dinamika sosial, politik, ekonomi dan keagamaan yang seiring sejalan ikut berubah. Sementara IMM mengalami kemapanan pemikiran dan gerakan (jumud) yang ditandai dengan susah untuk beranjak sesuai kondisi zaman. Maka, ditengah ragam pesimisme yang kian membesar tersebut. Penguatan terhadap fondasi dasar dari nilai dan indentitas IMM harus ditangkap sebagai ruh untuk memperbesar radius ragam perubahan, sekaligus memberikan penyempurnaan terhadap semangat nilai dan identitas ikatan. Artinya, terbukanya kran ijtihad pemikiran dan gerakan oleh segenap unsur dalam tubuh IMM merupakan hal yang tidak bisa ditolak, untuk menciptakan gelombang gerakan yang lebih kreatif dan inovatif dalam menapaki setengah abad IMM, tanpa harus kehilangan genealogi dirinya sebagai gerakan “kaum merah” yang progresif.
Buku ini merupakan bentuk kajian terhadap gen pemikiran kaum merah, yang mengakar kuat dalam tubuh organisasi modernis-reformis Muhammadiyah. Bentuk pengakaran tersebut ditandai dengan hadirnya semangat melakukan perubahan dalam setiap pemikiran dan gerakannya. Apalagi, usia gerakan kaum merah ini sudah hendak menapaki satu abad, yang pada tahap tertentu akan menimbulkan corak pemikiran dan gerakan yang khas. Sebab itulah, dengan meminjam genealogi Michel Foucault, kajian buku ini tidak hanya ingin menghadirkan kembali gagasan dengan pendekatan historis, tapi juga secara empirik: tentang bagaimana pemikiran dan gerakan yang dipahami dan digerakkan oleh para kader saat ini. Sehingga, harapannya buku ini mampu membangunkan kembali semangat ruh perubahan, kreatifitas berfikir dan bergerak, serta progresifitas cara bermimpi secara radikal. 
Penyebutan kaum merah dalam kajian buku ini, lebih diorintasikan pada—Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yang memiliki identitas “simbol merah” sejak kelahirannya hingga kini. Jadi, penyebutan kaum merah, bukan secara serta merta menjadi identitas tunggal dari sebuah gerakan dan ideologi revolusioner tertentu. Melainkan identitas simbol warna universal, yang bisa digunakan oleh siapun dan gerakan apapun, untuk menunjukkan jati diri dan gagasannya. Selain itu, kami menyebut buku ini sebagai trilogi, setelah sebelumnya telah terbit: Rahim Perjuangan (2009) dan Tak Sekadar Merah (2013). Serta untuk memperingati satu dekade MIM Indigenous School. Hal ini merupakan ijtihad kami yang sering berdiskusi di MIM Indigenous School sebagai lembaga creative minority IMM Cabang AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta, untuk memberikan kontribusi gagasan yang bersifat kajian formal akademik dan studi empiris sebagai bahan evaluasi dan refleksi bersama di setengah abad IMM atau menapak satu abad IMM. 
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak—IMMawan dan IMMawati, yang telah banyak membantu dalam proses penulisan buku ini diantaranya: Drs. H. A. Rosyad Sholeh yang telah berkenan memberikan prolog, Elida Djazman, Sjamsu Udaya Nurdin, Drs. HM. Alfian Darmawan, Muhammad Sobar, S.EI., MSc. dan Khotimun Sutanti, SE. yang telah meluangkan banyak waktu sebagai narasumber. Mohammad Nizar, S.IP., MA. atas epilognya. Rekan-rekan responden kader IMM yang telah kami sibukkan waktunya, maaf tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Halim Sedyo Prasojo, SE., M.B.A—official project leader, filantropis semua project “gila” tentang cara bermimpi dan gagasannya tentang “burjois sholeh”. Cehar Mirza, S.IP., Deriana Putera Pamungkas, S.EI., Ahmad Syaifuddin, SH., Leni Susanti, S.Kep.Ners. kapan lagi kita menjaga kuburan jam 2 pagi, hanya untuk menunggu menunggu kalimat “IMM berapa?”. Serta DPD IMM DIY 2010/2012 diskusi dan kebersamaan bersama kalian tak pernah menjemukan. 
Para pegiat di MIM Indigenos School: Aditia Taruna MS, Janan Febrianto, Farhan Lutfi, Muhammad Rifandi, Rijal Ramdani, Jenal Nurfalah, Muji Suseno, Afif Noor Fauzi, Saifullah Ghozali, Rohmad Qomaruddin, dan semuanya. Para tentor dan pegiat senior Prof. Dr. Abdullah Sumrahadi, MA., Drs. Husni Amriyanto, M.Si., Nurwanto, S.Ag., MA. M.Ed., Fauzi Fashri, S.IP, MSi, Faisal, SH., MH., Darwiatik Sabista, SIP., Zain Maulana, S.IP, MA., Faris Alfadh, S.IP, MA., Irvan Mawardi, SH., M. Shaleh Farabi, S.EI., Cahyo Prabowo, SE., Andri Syah, SE. M.ec.Dev. dan semuanya. Rangkang Education David Anthony, SH.,  dan Agung Mapa.
Terakhir, terlepas dari kelebihan dan kekurangannya. Semoga buku ini, memberikan manfaat bagi seluruh kader IMM. Dan kami pun membuka pintu lebar-lebar atas saran dan kritiknya. 
Purwokerto-Yogyakarta, 9 Mei 2014
Makhrus Ahmadi
Aminuddin Anwar
... Sebuah Testimoni.
Kehadiran buku “Genealogi Kaum Merah” karya Makhrus Ahmadi dan Aminuddin Anwar ini, patut untuk menjadi referensi dan renungan bersama dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang sudah memasuki usia setengah abad. Buku ini tidak saja menyajikan tentang gerakan dan pemikiran dalam tubuh IMM. Tapi juga menyajikan data empirik pemikiran kader dengan sampel hampir merata di seluruh Indonesia, sehingga kebutuhan gen pemikiran IMM sebagaimana dikonsepsi dan dioperasionalkan dalam gambara buku ini, bisa membumikan lebih luas enam penegasan.
Drs. H. A. Rosyad Sholeh. (Salah Satu Deklarator Pendiri IMM)
Semoga buku karya ini memberikan banyak tambahan terhadap khazanah ke-IMM-an kepada kita, karena sependek pengetahuan saya, sangat sedikit referensi buku mengenai IMM. Kelahiran buku “Genealogi Kaum Merah, Pemikiran dan Gerakan” ini mudah-mudahan memberikan semangat bagi kader-kader IMM untuk berkarya agar referensi tentang IMM menjadi semakin kaya
Halim Sedyo Prasojo, SE., M.B.A. (Official Project Leader MIM Indigenous School)
Buku ini hadir dalam rangka ekspresi menebar kegelisahan bersama, agar terjadi perubahan simultan dan serempak bagi IMM kearah perbaikan yang secara harapkan bersama. Maka, perlu adanya diseminasi gagasan yang kemudian dikolaborasikan dalam sebuah karya yang diberi nama “Geneologi Kaum Merah”. Dari judul ini kita bisa menelisik bahwa terdapat keterputusan pemikiran IMM dari generasi kegenerasi, yang sifatnya geneologis, menumbuh dan berjejaring. Maka, dari itu perlu kita sambungkan dalam bentuk sebuah tulisan.
AditiaTaruna MS (Direktur MIM Indigenous School)
....................
Sebagian dibalik buku ini ada:
 ... Kata Mereka, Tentang Setengah Abad IMM
Pesan saya dalam rangka memperingati setengah abad IMM, agar IMM kembali menggali enam penegasan sebagai identitas IMM supaya tidak kemana-mana: apa itu IMM?
Drs. H. A. Rosyad Sholeh
Salah satu deklarator berdirinya IMM dan Mantan Ketua DPP IMM
Diusia IMM yang yang setengah abad ini, bagaimana kader IMM mampu membangun kebanggaan dan percaya diri. Ketika kader IMM tidak bangga, maka tidak anda tidak akan mengatakan siapa dirinya dan tidak bisa berbuat apa-apa. Jangan menunggu peran, anda harus mengambil peran. Dalam perjuangan tidak ada kata terlambat, yang ada hanya kata tidak mau.
Drs. Alfian Darmawan
Sekjend DPP IMM 1975-1978
Saya tidak mengharapkan kalian menjadi politisi. Dan tidak melarang kalian masuk partai politik atau bekerja sebagai wirausahawan. Tapi, saya mengharapkan kalian bisa berfikir menjadi seorang negarawan. Semoga tuhan menurunkan rahman dan rahimnya kepada kita semua. Masa depan IMM akan cerah dengan berfikir sebagai negarawan, meski tidak menjadi ketua partai.
Sjamsu Udaya Nurdin.
Salah satu deklarator berdirinya IMM
Makna dalam lagu “cendekiawan berpribadi” itu, kalau didalami tinggi betul maknanya. IMM sudah dari lahir berbicara tentang kualitas moral. Cendekiawan berpribadi adalah kepribadian Muhammadiyah. Kita memasyarakatkan kepribadian Muhammadiyah dengan berkualitas. Kita sudah berbicara tentang negara. Dan sekarang, negara berbicara tentang kualitas moral—kita sudah berbicara 50 tahun yang lalu.
Elida Djazman
Kabid IMMawati pertama dan Istri Alm. Djazman Alkindi
Kader IMM yang baik paham betul akan ideologinya. Mereka memadukan loyalitas dan militansi sebagai wujud integritas pengabdian kepada persyarikatan, ummat, dan bangsa. Patut diingat, IMM adalah rumah intelektual dan pergerakan. Terus berkarya dan berfastabiqul khairat.
Ahmad Baits Diponegoro
Mantan DPP IMM
Setengah abad bukan perjalanan yang singkat. Lika liku perjalanan IMM akan menjadikan organisasi ini semakin matang dan berjaya. Setelah setengah abad, IMM harus mampu melewati segala tantangan dan mencetak kader-kader yang mampu membawa perubahan bagi Muhammadiyah, bangsa, negara dan agama. IMM never die, jayalah selalu IMM.
Ahmad Ahid Mudayana, SKM., MPH.
Mantan Kabid Hikmah DPD IMM DIY dan Sekprodi IKM UAD
Harapan besar adalah IMM tak sibuk dengan politik belaka tanpa memikirkan kader bawah yang sudah muak dengan tingkah laku para petingginya yang tidak punya mainstream.
Tsauroh Arrisalati
DPD IMM DKI Jakarta
IMM bisa mengaplikasikan dan membumikan apa yang ada di dalam SPI. Menanamkan secara kuat jiwa militansi dan progressifitas. Menginternalisasikan nilai-nilai Islam dan ajaran-ajaran K.H. Ahmad Dahlan
Nuzula Syifaul Khujun
IMM Kebumen
Raih yang tertinggal, bekukan yang telah dicapai merupakan suatu hal untuk tetap eksis dengan mengutamakan ghiroh dasar IMM sebagai ungkapan kembali ke khiitah gerakan
Cholish
Kabid Keilmuan DPD IMM SUMUT
Kader-kader IMM harus cerdas dan solutif, intelektualprofetik itulah pegangannya, sehingga harapannya semua kader IMM kalau terjun untuk berpolitik, selalu menggunakan high politic.
Falaq Fazarudhin
IMM Universitas Brawijaya Malang
IMM menjadi jauh lebih baik, tidak berpolitik praktis, mampu memberikan pencerahan terhadap golongan muda terkhusus yang masih labil dalam rangka mendidik generasi muda, lebih mengamalkan Trilogi IMM sebagai pola dan jati diri yang tertanam erat dalam pribadi masing-masing kader.
Abdulloh Ubaid
IMM UNESA
 
Selanjutnya, temukan di buku ;)
 
http://mimindigenous.blogspot.jp/2014/05/genealogi-kaum-merah-pemikiran-dan.html

No comments:

Post a Comment