Saturday, September 8, 2012

Muhammadiyah Kurai Taji Pariaman

Oleh Fikrul Hanif

Sudah lama rasanya tidak menulis tentang kampung halaman saya. Saat ini saya akan mengajak facebooker untuk mengikuti kisah seorang aktivis Muhammadiyah asal Kurai Taji yang pernah menjadi Regent di Indragiri.

Sebagai salah satu "balahan" dari keluarga besar pendiri Muhammadiyah Kurai Taji Pariaman, saya akan mencoba menulis secara lugas tentang sisi historis Boeya Oedin. Tulisan ini saya simpulkan dari Manuskrip yang ditulis Kasim Munafi (adik kakek saya Buya Sulaiman Munaf, Direktur Madrasah Muhammadiyah Kurai Taji yang didirikan tahun 1931) yang berjudul "Muhammadiyah yang Aku Kenal, Manuskrip, 1985)

Buya Oedin atau yang akrab dipanggil di Kurai Taji dengan sebutan Boeya Udiang (atau Udiang menurut pelafalan orang kampungnya) lahir tahun 1906. Di kalangan aktivis Muhammadiyah Kurai Taji, Boeya Oedin lebih dikenal sebagai sosok politisi ketimbang sebagai seorang ulama atau pun pendidik.

Meskipun ia hanya berpendidikan kelas 2 Sekolah Rakyat, Oedin yang juga kader dari AR Sutan Mansur tersebut pernah ikut merintis berdirinya Muhammadiyah Ranting Kurai Taji (bagian dari Cabang Muhammadiyah Padang Panjang) tanggal 25 Oktober 1929, pimpinan redaksi Majalah Bahtera Massa yang diterbitkan dua edisi oleh Muhammadiyah ranting Kurai Taji. Namun karena Bahtera Massa dianggap isinya provokatif, maka majalah yang berusia seumur jagung tersebut dibredel dan dibakar Belanda.

Melalui tangannya, menurut Moh. Natsir, Masyumi berkembang di Sumatera Barat. Kisah ini berawal dari partisipasinya pada acara silaturrahmi Muhammadiyah yang dilaksanakan tahun 1946. Dalam acara tersebut Ki Bagus Hadikusumo menyampaikan kepada peserta bahwa telah berdiri partai politik Islam Masyumi sebagai representasi suara ummat Islam di Indonesia. Sejak saat itu, Oedin berinisiatif menyebarluaskan berita ini ke Sumatera Barat.

Bahkan saat terjadinya kisruh antara Masyumi (label Muhammadiyah) dan Masyumi (label MIT), Buya Hamka dan Oedin turut turun ke daerah-daerah untuk menenangkan massa dan menjaga keutuhan dari Masyumi.

Pasca kemerdekaan, kariernya pun semakin melejit. Pada Januari 1950, ia diangkat sebagai pegawai tinggi tingkat 2 dan kemudian patih yang diperbantukan pada Bupati Padang Pariaman; Oktober 1950 sebagai patih Kabupaten Tanah Datar; Mei 1950 sebagai Walikota Sawahlunto; Oktober 1952 sebagai Bupati Kabupaten Inderagiri (Oktober 1952; dan terakhir sebagai Bupati Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci (Oktober 1954).

Sumber:
Kasim Munafy, "Muhammadiyah yang Aku Kenal", Manuskrip. (Kuari Taji: Sejarah Kehidupan Pribadiku, 1985)

Fikrul Hanif Sufyan, "Muhammadiyah Daerah Padang Pariaman", Skripsi. (Padang: Universitas Andalas, 2003)

Suryadi Sunuri, Blog Minang Saisuak, dengan judul "Buya Oedin: Teman Jenderal Sudirman dari Kuraitaji"



Retrieved from: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=2372826776364&set=a.1403610626566.40461.1721389076&type=1&relevant_count=1

4 comments:

  1. Informasi lengkap tentang Beliau silahkan kunjungi blog saya.

    ReplyDelete
  2. Begini hebatnya Buya Oedin, tapi dalam buku lintas sejarah pergolakan kemerdekaan di Pariaman dan sekitarnya, tak satupun jejak langkah namanya tercantum. Saya sudah konfirmasi dengan Armaidi Tanjung penulis buku sejarah di Pariaman untuk konfirmasi.

    ReplyDelete
  3. Assalamualaikum, saya cucunya Buya Sulaiman. Sekarang tinggal di Aceh

    ReplyDelete