Kompas, Rabu, 28 Juli 2010 | 01:36 WIB
Oleh: Ali Rif’an*
Judul : Menapak Jejak Amien Rais; Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta
Penulis : Hanum Salsabiela Rais
Penerbit : Esensi Group Erlangga
Tahun : I, 2010
Tebal : 284 halaman
Sudah banyak buku yang membincang tokoh Amien Rais dan tak jarang dicetak ulang. Tetapi buku yang ditulis oleh orang terdekat, pernah bergumul dengan sang tokoh sejak lahir dan merasakan suka duka bersamanya tentu masih nihil. Hanum Salsabiela Rais—putri kandung Amien Rais—melalui karya bagusnya Menapak Jejak Amien Rais; Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta ini mencoba menyajikan sesuatu yang bebeda.
Buku ini memuat rekam-jejak perjalan tokoh reformasi nomor wahid dengan amat mengagumkan. Di mulai dari kisah-kisah perjuangan Amien Rais sebelum dan sesudah reformasi digulirkan, sampai obrolan gayeng (cair) bersama keluarga di meja makan, di mushola setelah shalat bersama, di depan televisi, ataupun saat berada dalam mobil bersama dalam sebuah perjalanan.
Di mata anaknya, Pak Amien—panggilan hormat Amien Rais—dikenal sebagai sosok yang bersahaja, berprinsip kuat, dan kental dengan nuansa relegius. Kebersahajaan Pak Amien ini tak lepas dari alam bawah sadarnya yang pernah disesaki tradisi kraton yang sangat menjunjung tinggi tata krama (sopan santun). Prinsip kuatnya terlihat dari berbagai manuver politiknya yang sulit untuk dikalahkan. Pak Amien selalu memperjuangkan apa yang ia yakini. Ia acap mendengarkan apa kata intuisi ketimbang imaji. Sementara nuansa religiusnya terlihat dari kehidupan sehari-hari Pak Amin yang dijalani dengan riuh rendah dan masih menjunjung tinggi nilai-nilai salafi. Seperti menjalankan tradisi puasa daud ataupun melanggengkan wudhu.
Barangkali, Pak Amien ini sosok yang amat berbeda dari kebanyakan politisi lainnya. Meski tidak hidup bergelimang kemewahan, keluarga Pak Amien sangat concern terhadap pendidikan putra-putrinya. Salah satunya adalah tradisi membaca yang kuat, berikut penekanan pada penguasaan bahasa asing. Perhatian pada keluarganya juga diberikan pada pembentukan karakter, kemandirian dan konsistensi. Putra-putri dibiarkan hidup mandiri, diajarkan kesulitan hidup, mencoba hal-hal baru dan berbuat kesalahan, membuat keputusan dan bertanggung jawab pada pilihan yang diambil (hlm. 53).
Buku ini menjadi berbobot lantaran dua hal. Pertama, bercerita tentang ketokohan seorang politisi ulung yang sudah diakui Indonesia, bahkan dunia. Tentu perjuangan Pak Amin pada arena menjelang reformasi 1988 kemudian saat menjabat Ketua MPR RI (1999-2004) dan dilanjutkan dengan pencalonan presiden 2004 akan menarik untuk disimak. Sebab, semangat amar ma'ruf nahi munkar yang menjiwai keberanian Pak Amien menggulirkan isu suksesi kepemimpinan berhadapan rezim Soeharto, berikut kegetolannya dalam mengkritisi isu-isu sensitif nasional dan kebijakan pemerintah yang plin-plan menjadikan buku ini memiliki selling point yang tinggi.
Kedua, buku ini ditulis oleh orang terdekat sekaligus pernah bergelut di dunia jurnalistik televisi. Tak pelak, latar belakang Hanum sebagai kuli tinta (baca: wartawan) serta kelihaiannya dalam meracik kata, tentu sangat berpengaruh terhadap gaya bahasa yang dituturkannya, sehingga buku yang diproyeksikan sebagai kado ulang tahun Pak Amien di umurnya yang ke 66 ini menjadi enak untuk dibaca. Ringan tetapi dalam. Reflektif sekaligus elaboratif.
Sesuai dengan judulnya, buku ini memang tidak melulu mengupas sosok mantan ketua MPR tersebut dalam ranah politik. Hanum justru lebih banyak bertutur ihwal kehidupan sehari-hari ayahandanya. Misalnya kehidupan ayahandanya ketika menyusuri setiap pelosok sudut kota dan desa, atau cara bercanda Pak Amien yang acapkali membuat hangat suasana keluarga.
Lebih dari itu, buku ini juga disajikan dengan bahasa ringan ala novel. Pembaca akan hanyut dalam menyusuri tiap jengkal lembar karya heroik ini. Kita acap terjebak pada suasana yang mengharukan, menggelikan, berikutnya menegangkan. Karena sebagai keluarga dan anak, Hanum tentu memiliki banyak kisah dan pelajaran penting dari ayahnya yang belum atau tidak diketahui banyak orang. Sosok Pak Amien, di sini, berusaha dipotret lewat sisi lain yang selama ini belum banyak terungkap kepada publik melalui media.
Ada cerita menarik. Suatu hari, di siang yang panas, Pak Amien pernah memerintahkan Hanum untuk membeli sapu kepada pedagang asongan yang lewat di depan rumahnya. Dalam hati, Hanum bertanya-tanya alasan ayahnya merasa perlu membeli sapu lagi. Sebab, sapu di rumah masih ada dan kondisinya masih bagus. Namun, setelah menerima uang 10 ribu dari sang ayah, Hanum bergegas keluar membeli sapu tersebut. Tak berapa lama kemudian ia kembali masuk rumah dan membawa sapu sambil menyerahkan uang kembalian Rp 6.500. Sapu tersebut ditawar oleh Hanum dari harga pertama Rp 7.000 hingga akhirnya dilepas dengan harga Rp 3.500. Dengan bangga Hanum berkata pada ayahnya, “Lumayan kan Pak, sapunya bisa terbeli dengan setengah harga,” katanya.
Namun, di luar dugaan, pernyataan Hanum yang disampaikan sambil lalu itu mendapat reaksi begitu serius dari Pak Amien. Raut muka mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang tadinya sedang santai menonton televisi tersebut mendadak berubah. Pak Amien kemudian menyuruh Hanum untuk mengejar pedagang itu seraya memberikan uang kembalian Rp 6.500. Di sinilah Hanum mendapat pelajaran berharga. Dalam hati, ia merasa bangga dengan kepekaan dan kebesaran hati ayahnya.
Kelebihan sekaligus kekurangan
Kelebihan yang mungkin juga akan menjadi kekurangan buku ini adalah ditulis oleh anak Amien Rais sendiri. Kelebihannya terletak pada akurasi sumber data yang disajikan tentu saja akan mendalam. Seperti dalam penelitian, paradigma kualitatif dengan seperangkat metode pengambilan data live in dengan yang diteliti akan memberikan informasi yang akurat, meski bumbu-bumbu “ketidakobjektifan” akan selalu dituduhkan.
Karena pendekatan penulisan buku ini lebih menyerupai dairy writing. Kita sesekali juga akan menemukan rupa-rupa narsisme dalam buku ini yang, barangkali, tidak perlu disebutkan. Tetapi apapun itu, buku ini layak sekali untuk dimiliki. Sebab, ketokohan Pak Amien sebagai politisi-pemikir yang memiliki pengaruh besar di negeri ini akan serasa penting untuk dijadikan inspirasi sekaligus referensi.
*) Ketua Umum FLP Ciputat, Peneliti di Community of People Against-Corruption (CPA-C) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Monday, August 2, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Alhamdulillah, buku ini sudah pun saya miliki.....
ReplyDelete