JPPN.com, Kamis, 03 Juli 2014 , 15:36:00
NAMA Izzul Muslimin sempat jadi perbincangan karena memilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebagai mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah, sikap politiknya itu jelas dianggap berseberangan dengan para pengurus maupun anggota dan warga di organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu.
Koordinator Relawan Matahari Indonesia, Izzul Muslimin. Getty Images |
NAMA Izzul Muslimin sempat jadi perbincangan karena memilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebagai mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah, sikap politiknya itu jelas dianggap berseberangan dengan para pengurus maupun anggota dan warga di organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu.
Kini, Izzul bukan hanya sekadar menjadi
pendukung duet capres yang dikenal dengan Jokowi-JK itu, tetapi juga
menjadi relawan penggalang dukungan. Pada 31 Mei 2014 lalu, Izzul
mendeklarasikan Relawan Matahari Indonesia (RMI) yang masuk barisan
pendukung Jokowi-JK.
Dengan bendera RMI, Izzul seolah melawan
arus besar di organisasi keagamaan yang pernah dipimpin Amien Rais itu.
“Jokowi-JK itu tak jauh dari Muhammadiyah,” kata Izzul kepada M
Kusdharmadi dari JPNN.
Bagi Izzul dan RMI, sosok Jokowi-JK sangat
dekat dengan tujuh kriteria pemimpin masa depan yang digaungkan saat
Tanwir Muhammadiyah di Samarinda beberapa waktu lalu.
Lantas apa yang melandasi semangat
berdirinya RMI? Kenapa Izzul dan RMI menjatuhkan pilihan kepada
Jokowi-JK dan bukan kepada Prabowo-Hatta?
Berikut petikan wawancara wartawan dengan
Izzul di Posko RMI di Jalan Pulo Raya IV, Petogogan, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, Rabu (18/6).
Bagaimana awalnya berdirinya RMI ini?
Relawan Matahari Indonesia ini kita
deklarasikan pada tanggal 31 Mei 2014 setelah penatapan calon presiden
dan calon wakil presiden. RMI ini sebenarnya adalah individu yang
bergabung untuk mendukung Jokowi-JK sebagai capres-cawapres 2014. Hanya
saja, kalau dari unsur atau background memang kebanyakan dari
Muhammadiyah.
Ada beberapa tokoh yang terlibat aktif,
kebetulan saya ditunjuk teman-teman jadi Koordinator Relawan. Ada
penasehat Sutrisno Bachir mantan Ketua Umum PAN (Partai Amanat Nasional)
dan banyak lagi.
Apakah RMI ini bagian dari Muhammadiyah?
Muhammadiyah kan secara resmi menyatakan
netral berdasarkan keputusan Tanwir di Samarinda. Maka secara
organisatoris kita tidak membawa Muhammadiyah, tetapi lebih ke
individu. Jadi kalau ada yang mengaku membawa Muhammadiyah secara
kelembagaan, tidak benar. Muhammadiyah secara organisasi netral. Namun,
individu boleh saja menyalurkan aspirasinya.
Ada juga personal di Muhammadiyah yang mendirikan relawan mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Bagaimana tanggapan Anda?
Iya, ada juga banyak yang membuat relawan.
Tapi saya kurang tahu, mana yang serius bergerak. Tapi saya lihat ada
yang dibuat mirip RMI. Logonya kalau saya katakan makmum (mengikuti)
kita. Alhamdulillah ada yang memakmumi kita itu.
Muhammadiyah saat tanwir
menyatakan ada tujuh kriteria pemimpin masa depan. Warganya
dipersilahkan memilih yang paling mendekati tujuh kriteria itu. Lantas
kenapa Anda dan RMI memilih Jokowi-JK, bukan Prabowo-Hatta?
Karena memang kalau melihat tujuh kriteria
itu sangat tepat dengan figur Jokowi-JK. Misalnya, Jokowi-JK itu orang
yang merakyat, egaliter. Kalau di Muhammadiyah kan tidak ada
kelas-kelas, kita cenderung egaliter.
Menurut kita, figur Jokowi-JK seperti itu.
Ada satu istilah di Muhammadiyah yang cukup terkenal. Yaitu, sedikit
bicara banyak kerja. Dan itu cocok dengan figur Jokowi-JK. Mereka adalah
tipe man of action. Mereka tidak terlalu berwacana, tetapi
pergerakannya jelas. Kebijakan dan langkahnya konkret.
Itu bisa dilihat dari track record mereka.
Misalnya bagaimana Jokowi saat masih di Solo (wali kota) dan DKI
(ebagai gubernur). Pak JK juga sebelum jadi wapres menjadi menkokesra
eranya Bu Mega, kelihatan bagaimana perannya dalam perdamaian Aceh,
Maluku, Poso. Itu rekam jejak orang yang tidak bisa menghapuskannya.
Saya kira real, itu salah satunya.
Kemudian, menurut saya ini yang paling
sangat penting Jokowi-JK ini bukan orang yang meminta-minta jabatan. Hal
ini kalau di Muhammadiyah sangat prinsip. Kalau orang jadi pimpinan
Muhammadiyah, bukan modelnya mengajukan diri. Tapi, atas usulan dari
daerah atau wilayah untuk menghusulkan nama. Baru kemudian yang
bersangkutan dihubungi, bersedia atau tidak untuk menjadi pimpinan
Muhammadiyah. Jadi tidak ada proses mengajukan diri.
Itu sistem di Muhammadiyah. Karena, kita
memahami bahwa jabatan itu amanah. Tidak boleh meminta. Jadi, kalau
diberi amanah harus kita terima, karena itu menjadi kepercayaan. Itu
yang kemudian kita melihat dipilihnya Jokowi-JK, bukan sosok pimpinan
tertinggi parpol, bukan ya kalau boleh saya bilang tanda kutip itu trah,
Soekarno, Soeharto. Ini sama sekali tidak. Mereka mewakili rakyat pada
umumnya.
Selain itu PDIP sebagai partai pemenang
pemilu yang mengusung capres-cawapres dengan koalisi yang ada dan
memberi mandat kepada Jokowi-JK. Prosesnya seperti itu. Jadi ini
sangat-sangat identik, pas dengan gaya kepemimpinan dalam Muhammadiyah.
Ini yang kita sangat berharap banyak dengan Jokowi-JK. Ini aspirasinya
cocok dengan gaya kepemimpinan Muhammadiyah.
Lantas segmen pemilih mana yang mau digaet RMI selain warga Muhammadiyah?
Pada dasarnya RMI ini terbuka. Kita tidak
membatasi hanya orang Muhammadiyah yang bergabung. Kemarin misalnya
kita mendapatkan dukungan dari pemulung di salah satu tempat pembuangan
sampah di Tangerang. Sekelompok pemulung itu ingin mendukung Jokowi-JK.
Mereka ada link ke RMI, jadi ketika mereka ingin memberikan dukungan,
kita tampung.
Di Bandung ada pernyataan dukungan dari
persatuan pedagang bakso se-Bandung Raya yang akan disampaikan melalui
RMI. Kita tidak membatasi orang Muhammadiyah saja. Siapapun pada
dasarnya kalau sepakat silahkan bergabung dengan RMI.
Berapa target suara yang akan dipersembahkan untuk memenangkan Jokowi-JK?
Secara angka tidak. Tapi, ini ada klaim yang ingin kita luruskan.
Maksudnya klaim?
Ada klaim, yang mungkin sudah pernah
didengar. Pak Amien (Rais) yang mengatakan 80 persen warga Muhammadiyah
pilih Prabowo-Hatta, sisanya baru pilih Jokowi. Saya kira ini klaim yang
tidak punya dasar.
Kalau kita boleh lihat dari survei yang
ada, tingkat netralitas Muhammadiyah masih cukup tinggi. Di LSI sebelum
Juni misalnya, kalau tidak salah masih tinggi, yakni ke Prabowo 34
persen dan Jokowi 27 persen. Tapi, masih ada 40 persen yang masih
mengambang atau swing voters. Sebenarnya orang-orang ini (swing voters),
bukan orang yang tidak punya pilihan, bukan tidak memlih. Mereka pasti
akan milih. Cuma karena organisasi (Muhammadiyah) sudah mengatakan
netral, mereka tidak akan secara tebruka menyampaikan dukungan itu.
Nanti ada satu dua (mendukung) secara terbuka, silahkan. Tapi secara organisatoris (Muhammadiyah) kan tidak seperti itu.
Klaim sepihak itu tidak benar?
Saya mengatakan belum ada dasarnya.
Yakin mereka pada saatnya menggunakan hak politik dan menjatuhkan pilihan ke Jokowi atau Prabowo?
Pasti, tapi belum secara terbuka. Tapi,
indikasinya, begitu saya deklarasi RMI 31 Mei, itu sambutan luar biasa.
Sudah 21 provinsi yang mendirikan RMI dan sudah deklarasi. Sudah kita
SK-kan. Hampir 87 kabupaten/kota yang juga sudah men-declare itu. Ini
yang diekspresikan. Artinya masih banyak yang mungkin tidak secara pasti
(terang-terangan). Seperti ada yang PNS (pegawai negeri sipil) misalnya
tidak men-declare. Saya menduga mungkin bisa jadi lebih besar yang
mendukung Jokowi-JK, hanya mungkin tidak tersampaikan (terang-terangan).
Sekarang ada warga
Muhammadiyah yang mendirikan relawan mendukung Jokowi dan Prabowo. Tidak
khawatir muncul gesekan di internal Muhammadiyah?
Sebenarnya sih kalau orang Muhhammadiyah
sudah cukup dewasa. Dalam arti, ketika mereka kembali pada semangat
dalam pemilu ini, Muhammadiyah memberikan kebebasan warga untuk memilih.
Harusnya dalam posisi itu tidak ada klaim warga Muhammadiyah itu mau ke
sana atau ke sini. Saya setuju itu.
Mestinya ketika ada perbedaan pilihan itu
dan saya kira ini juga terjadi di organisasi lain, di NU (Nadhlatul
Ulama) misalnya ada ke sana sini. Menurut saya kita harus dewasa
menyikapi itu. Saya terus terang banyak mendengar, teman-teman dianggap
beda ketika menyatakan dukungan ke Jokowi. Saya paham mengapa begitu,
karena selama ini orang selalu mengidentikkan PAN ke Muhammadiyah.
Padahal tidak selalu begitu, walau Pak Hatta itu Ketua Umum PAN memang
Muhammadiyah.
Pak Hatta itu menjadi anggota Muhammadiyah
setelah menjadi menristek (menteri riset dan teknologi, red), bukan
sejak muda, bukan kader awal. Itu harus dicatat, karena yang membuat
kartunya saya.
Kebetulan waktu itu saya jadi Kepala
Kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta yang mengurusi kartu. Jadi saya
tahu proses bagaimana Hatta mendapatkan kartu. Seperti itulah kira-kira.
Jadi, meski Hatta Ketua Umum PAN tapi PAN tidak selalu identik dengan Muhammadiyah?
Memang PAN didirikan Pak Amien, yang juga
pernah menjadi Ketua Umum Muhammadiyah. Tapi, secara organisatoris
Muhammadiyah dan PAN ini tidak dalam satu hubungan yang mengikat. Jadi
tetap bebas. Warga Muhammadiyah diberi kesempatan kalau ada yang mau
terjun ke parpol, silahkan, tidak hanya PAN. Ada yang di PDIP, Golkar,
bahkan saya sendiri di Hanura. Jadi artinya, fakta bahwa orang
Muhammadiyah ada di tempat (parpol) lain.
Tidak benar Muhammadiyah selalu identik
dengan PAN. Tampaknya, ini mau dieksploitasi Muhammadiyah harus PAN,
padahal tidak begitu. Karena realitasnya, saya lihat Buya Syafii Maarif
yang juga bekas Ketua Umum PP Muhamadiyah itu ternyata lebih dekat ke
Jokowi-JK, meski beliau lebih bijaksana tidak harus ke mana-mana
(menunjukkan dukungannya). Tapi dari sikapnya, saya melihat ke sana
(mendukung Jokowi-JK, red). Jadi, tidak bisa kita klaim Muhammadiyah itu
harus ke Prabowo. Sangat penting adalah Jokowi-JK ini punya hubungan
yang sangat mesra dengan Muhammadiyah. Ini banyak orang tidak tahu.
Maksud Jokowi dan JK punya hubungan dengan Muhammadiyah?
Saya baru tahu kalau ternyata ibunya
Jokowi-JK itu ikut pengajian Aisyiyah. Ibunya Pak Jokowi di Solo, ibunya
Pak JK di Makassar. Bahkan, mertua Pak JK, ayahnya Bu Mufidah, pernah
menjadi Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah di Makassar. Beliau (mertua JK)
aslinya Sumatera Barat yang ditugaskan Muhammadiyah untuk membesarkan
Muhammadiyah di Makassar. Kalau dari sisi itu bukan orang asing mereka
berdua (Jokowi-JK) dengan Muhammadiyah. Saya sempat tanya teman-teman di
Solo, ternyata Jokowi ini tidak terlalu jauh dengan Muhammadiyah.
Kenapa milih Jokowi-JK, bukan mendukung Prabowo-Hatta?
Kalau RMI begini, intinya kenapa tidak
mendukung Prabowo-Hatta karena kita melihat bahwa Prabowo-Hatta dari
beberapa stetamennya menyatakan mereka ingin melanjutkan kepemimpinan
sekarang. Dan kita melihat ada beberapa catatan yang cukup jelas bahwa
khususnya lima tahun terakhir ini kepemimpinan SBY-Boediono dari sisi
prestasi memang menurut kita agak mengecewakan.
Biasanya kan begini, parpol itu akan
mengikuti dari siapa yang memegang kekuasaan. Misalnya di Amerika
Serikat, itu ketika Obama dari Demokrat sukses, maka pemilu berikutnya
Demokrat itu ikut sukses. Sukses dalam arti kepemimpinan negara, bukan
kepemimpinan partai. Korelasinya kuat, itu kelihatan sekali.
Ketika setelah pemilihan legislatif
kemarin (di Indonesia) Demokrat itu dari 20 persen (Pemilu 2009) menjadi
hanya 10 persen. Artinya, ada ketidakpercayaan dari masyarakat kepada
Demokrat sebagai imbas dari ketidakpercayaan masyarakat kepada SBY.
Artinya, masyarakat sendiri melihat kepemimpinan SBY ini banyak
catatatannya. Kita merasa bahwa dalam situasi seperti ini perlu
perubahan. Kalau Obama temanya itu (perubahan).
Sebenarnya Jokowi mirip itu juga. Ini
antitesa dari kondisi kepemimpinan SBY yang menurut kami kurang berhasil
untuk lima tahun ini, sehingga perlu perubahan. Perubahan itu ada di
Jokowi-JK, bukan Prabowo-Hatta. Secara klaim Prabowo menyatakan dia akan
meneruskan kebijakan. Tapi, saya kurang paham juga, yang meneruskan itu
seperti apa dan yang mana. Tapi, dia selalu mengklaim itu.
Hatta juga jelas adalah bagian
pemerintahan SBY dan memegang peranan penting, real wapres. Kalau ada
real presiden itu dulu JK, ini real wapres Hatta. Dia (Hatta) punya
peran cukup besar. Malah saya lihat kedekatannya lebih. Faktor itu juga
tidak bisa kita lepaskan. Nah, kita dalam posisi ini melihat Indonesia
butuh prubahan. Perubahan itu ada di Jokowi-JK. Karena itu kita tidak
memilih Prabowo-Hatta.
Setelah mendirikan RMI dan
terang-terangan mendukung Jokowi-JK, apa tanggapan dari sesepuh atau
petinggi Muhammadiyah? Apakah ada yang mengecap Anda sebagai pembangkang
atau pengkhianat? Bagaimana menghadapinya?
Kalau secara organisatoris tidak ada.
Bahkan saya selalu katakan langkah kami ini individu, bukan organisasi.
Kalau dipersoalkan secara organisasi justru di pihak sana (pendukung
Prabowo-Hatta, red) yang terang-terangan. Pengganti saya di Pemuda
Muhammadiyah saat tanwir bilang terang-terangan.
Kalau secara pribadi ikut di parpol,
mendukung, itu urusan pribadi. Jangan membawa organisasi. Tapi ini
justru ditampilkan di forum, tanwir. Menurut saya ini justru malah yang
tidak sesuai dengan Muhammadiyah. Saya melihat langkah saya ini
individu. Bagi yang pahami sikap Muhammadiyah, tidak masalah. Kalau ada
yang mempersoalkan itu rata-rata posisinya di seberang. Jadi wajarlah
itu. Mereka mungkin merasa ya ibaratnya "kok pasarnya diganggu".
Muhammadiyah sikapnya kan tebruka, jadi tidak bisa meminta Muhammadiyah
harus ke sana semua dan sebalikanya. Saya juga tidak ingin Muhammadiyah
semuanya harus ke Jokowi-JK, pilihan itu kembali ke masing-masing
individu.
Apapun pilihannya, tetap warga Muhammadiyah?
Iya. Yang penting kedewasaan melihat
persoalan. Jangan sampai menghujat ketika saya ambil pilihan ini
dianggap macam-macam. Karena menurut saya juga siapa yang menghianat?
Tidak ada. Muhammadiyah sendiri tidak menyatakan dukungan secara resmi
organisatoris. Muhammadiyah memberikan kebebasan. Tidak ada yang salah
menurut saya.
Apa bentuk dukungan relawan di RMI, apakah akan turut menjadi saksi di TPS nanti?
Kita memang akan memberikan kalau boleh
saya katakan memberikan pencerahan. (RMI) Ini kan Matahari Indonesia,
jadi memberikan pencerahan kepada masyarakat terutama tentang Jokowi-JK.
Baik secara personal maupun programnya. Terus terang banyak sekali
informasi yang sifatnya mendiskreditkan Jokowi-JK dengan fitnah
macam-macam. Ini akan diclearkan ke masyarakat bahwa Jokowi-JK adalah
sosok seperti ini (tidak seperti yang diinformasikan atau difitnah itu).
Banyak masyarakat di bawah belum tahu atau perlu mendapatkan informasi
itu.
Kedua, kita posisi relawan, bukan tim
pemenangan resmi. Untuk saksi itu harus dari tim pemenangan resmi. Tapi
kita siapkan sumber daya manusia. Kalau seandainya kesulitan merekrut
saksi resmi, kita akan siap untuk membantu itu. Kalaupun sudah ada saksi
resmi, kita akan ikut partisipasi menjaga agar TPS ini tidak dicurangi.
Kita sudah merumuskan strategi bahwa
setiap TPs itu relawan RMI ikuti hingga tuntas. Kalau perlu mengawal
hasil pemilu jangan sampai dicurangi.
Lagipula, posisi kita bukan pemegang
pemerintahan. Mohon maaf, kalau kemudian mau curang lewat mana? Karena
kita bukan dalam posisi menguasai alat negara. Justru yang kita
khawatirkan yang kuasai alat negara, yang nanti memanfaatkan itu.
Yang menguasai alat negara mengklaim netral?
Makanya kita harap klaim netral itu
benar-benar netral. Tidak lips service doang. Ini kita khawatirkan,
jangan sampai alat negara dimanafaatkan. Mudah-mudahan TNI, Polri, PNS
bisa memposisikan diri netral. Kita tetap waspada akan bergerak
mendukung saksi resmi yang ditugaskan amankan TPS.
Harapan untuk Jokowi-JK kalau mereka terpilih?
RMI, tidak hanya sekedar mengantar
Jokowi-JK jadi presiden dan wapres. Tapi kita akan kawal kebijakan
Jokowi-JK sesuai dengan harapan rakyat. Oleh karena itu, RMI tidak
berhenti begitu pemilu selesai. Kita akan kawal. Kita juga paham, dalam
politik ini pasti ada juga penumpang gelap. Misalnya melihat nanti
Jokowi-JK ini menang, kemudian tiba-tiba ambil posisi yang kemudian bisa
jadi menelikung di tengah jalan, merusak agenda revolusi mental
Jokowi-JK.
Kita akan kawal Jokowi-JK, paling tidak
sampai periode selesai sehingga apa yang menjadi semangat Jokowi-JK di
awal ini akan benar-benar tuntas dan menemukan hasilnya sampai pada
cita-cita yang diharapkan bersama.
Mungkin RMI mau jadi parpol nanti?
Saya tidak berpikir ke sana. Tetapi
intinya, kita akan melakukan pengawalan bagaimana agenda yang sudah
ditetapkan Jokowi-JK ini tetap bisa kita kawal sampai pada hasil yang
dirasakan masyarakat. (boy/jpnn)
http://www.jpnn.com/read/2014/07/03/243920/Berseberangan-dengan-Amien-Rais-
No comments:
Post a Comment