Saturday, April 12, 2014

Tafsir Sosial Ideologi Keagamaan Kaum Muda Muhammadiyah: Telaah terhadap Fenomena Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM)

Jurnal Salam, Volume 12 Nomor 2 Juli - Desember 2009:  31-43
Biyanto
Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya

Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang didirikan KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 November 1912. Menurut Deliar Noer (1996: 84), perihal pendirian Muhammadiyah adalah atas saran yang diajukan oleh murid Ahmad Dahlan dan beberapa anggota Budi Utomo dengan harapan agar dapat mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen. Bahkan untuk urusan proses permintaan pengakuan kepada kepala pemerintahan sebagai badan hukum pun diusahakan oleh pimpinan Budi Utomo.

Sebagai salah satu organisasi terbesar di tanah air, Muhammadiyah sangat menekankan amal usaha di bidang kesejahteraan sosial sehingga dipandang sebagai representasi aliran reformis dan modernis (Clifford Geertz, 1960; Alfian, 1989). Pengertian dari kedua istilah tersebut menempatkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang secara terus-menerus bertujuan memelihara bagian dari masa lampau, menjustifikasi masa kini, dan melegitimasi masa depan, sehingga dapat menciptakan kaitan antara yang lama dan yang baru. Kaum reformis mempercayai bahwa mereka dapat hidup di dunia modern tanpa meninggalkan prinsip ajaran agama. Achmad Jainuri (2002: 4-5) menyatakan bahwa dalam rangka menjustifikasi paradigma ini Muhammadiyah sangat percaya bahwa sumber-sumber fundamental Islam dapat diterjemahkan dalam realitas konkrit kehidupan keagamaan, sosial, ekonomi, dan politik kaum Muslim Indonesia.

Dalam perkembangannya, Muhammadiyah selain menampilkan citra sebagai organisasi modern dengan segudang kesusksesan juga menuai kritik tajam. Ironinya salah satu kritik tersebut justru muncul dari kalangan anak muda Muhammadiyah. Salah satu kelompok yang mengkritik adalah aktivis Jaringan
Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM). JIMM tentu memiliki argumen perihal ketidakcocokkannya dengan faham keagamaan yang dikembangkan Muhammadiyah. Akibatnya, mereka pun lebih memilih bergerak di jalur kultural. Maka, menarik dicermati bagaimana ideologi keagamaan JIMM dan latar belakang kemunculannya. Berkisar pada persoalan inilah tulisan ini mencoba memberikan tafsir sosial terhadap fenomena kehadiran JIMM.

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/article/view/442

No comments:

Post a Comment