Oleh M. Husnaini
Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya
Dimuat di Suara Muhammadiyah,
1-15 Januari 2013
Islam berkemajuan, sebagai ungkapan otentik KH Ahmad Dahlan,
merupakan atribut yang hingga kini masih melekat pada Muhammadiyah. Memakai
atribut ini tentu gagah, asal jangan hanya sebatas kalimat indah.
Sejarah memang mencatat, seabad silam gagasan Islam
berkemajuan telah melahirkan karya-karya nyata. Tetapi, Muhammadiyah jangan
lantas puas atas prestasi masa lampau, sebab betapa besar tantangan masa depan.
Muhammadiyah harus menjadi sebab kemajuan umat Islam. Tidak hanya pada tingkat
nasional, tetapi internasional sebagaimana terkandung dalam Pernyataan Pikiran
Muhammadiyah Abad Kedua.
Dengan demikian, tantangan memakai atribut Islam berkemajuan
jelas tidak semakin ringan. Faktanya, sejak organisasi yang identik dengan gaung-gaung
modernitas ini berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330/18 November 1912, umat Islam di
berbagai penjuru dunia belum juga tampil sebagai pelaku utama sejarah.
Jika dunia ini diibaratkan sinetron, maka pemain utamanya
adalah non-Islam (baca: Yahudi). Umat Islam masih menjadi penonton dan
cenderung powerless.
Dominasi Non-Islam
Dalam karya Why are Jews so Powerful?, Dr Farrukh Saleem,
Direktur Eksekutif Pusat Riset dan Kajian Keamanan, Islamabad, Pakistan,
mencatat, saat ini ada 1.476.233.410 jiwa umat Islam di muka bumi (satu
miliaran di Asia, 400 jutaan di Afrika, 44 jutaan di Eropa, enam jutaan di
Amerika). Jumlah Yahudi hanya sekitar 14 juta di dunia (tujuh jutaan di
Amerika, lima jutaan di Asia, dua jutaan di Eropa, 100 ribuan di Afrika).
Sayangnya, menurut Saleem, keunggulan secara kuantitas itu
tidak lantas menjadikan umat Islam memiliki ‘saham’ besar terhadap kemajuan
dunia. Figur yang sangat berpengaruh seperti Albert Einstein, Sigmund Freud,
dan Karl Marx adalah Yahudi. Juga sederet nama yang berjasa untuk kesejahteraan
manusia, seperti Benjamin Rubin (penemu jarum suntik), Jonas Salk (penemu
vaksin polio), Alert Salin (pengembang vaksin polio), Gertrude Elion
(pengembang obat leukemia), Baruch Blumberg (pengembang vaksin hepatitis B),
Stanley Mezor (penemu micro-processing chip), Leo Szillard (pengembang reaktor
nuklir), Peter Schulz (penemu kabel fiber optic), Charles Adler (penemu lampu
lalu lintas), Benno Strauss (penemu besi tanpa karat), Isador Kisee (penemu
film suara), Emile Berliner (penemu mikrofon telepon), dan Charles Ginsburg
(perekam videotape).
Dalam sejarah, Islam memang lebih dulu maju dibanding Barat.
Bahkan kemajuan Barat hari ini adalah warisan peradaban Islam. Memang, jauh
sebelum Masehi, peradaban Yunani dan Romawi sudah mengalami kemajuan di bidang
ilmu pengetahuan. Namun, setelah Islam datang, lambat laun peradaban mereka
bangkrut, berganti peradaban Islam. Peradaban Islam kemudian mampu menaklukkan
Kristen-Eropa selama ratusan tahun.
“For almost thousand years, from the first Moorish landing
in Spain to the Second Turkish siege of Vienna, Europe was under constant
threat from Islam,” tulis Bernard Lewis dalam What Went Wrong? Western Impact
and Middle Eastern Response (2002). Huntington juga menyimpulkan, “Islam is the
only civilization which has put the survival of the West in doubt, and it has
done that at least twice”.
Roda dunia berputar. Kini, umat Islam dalam kondisi yang
sangat lemah dan dilemahkan. Menurut Lewis, kemunduran ini disebabkan ada yang
salah pada dunia Islam akhir abad ke-20, sehingga Barat mengivasi dunia Islam
di semua lini kehidupan. Mayoritas umat Islam tidak sepenuhnya mempraktikkan
ajaran Islam sebagaimana tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Belakangan, muncul gejala peningkatan jumlah umat Islam di penjuru
dunia. Tetapi, menurut John L Esposito dalam The Future of Islam (2010), gejala
ini tidak menjanjikan masa depan Islam dan umat Islam. Alasannya, hubungan di
antara umat Islam sering kurang harmonis. Kerap muncul sikap saling menistakan
antar kelompok yang tidak sepaham. Pembaruan dalam Islam juga sering menjadi
medan pertarungan yang tidak mudah diselesaikan. Ketika muncul pemikiran dan
gagasan pembaruan, misalnya, segera disusul perdebatan sengit menyangkut
perbedaan penafsiran dan aliran pemikiran (madzhab).
Perjuangan Keras
Dalam kondisi seperti itu, Muhammadiyah dituntut untuk cepat
mengambil sikap. Meminjam istilah Haedar Nashir, Muhammadiyah kini ditantang
untuk mampu mengembangkan dakwah Islam yang proaktif (lil muwajahah), dan bukan
sekadar reaktif (lil mu’aradhah). Mengacu pada perintah Allah wal takum minkum
ummatun dalam surat Ali Imran 104, Muhammadiyah harus mampu mengantarkan umat
Islam menjadi khaira ummah, seperti firman Allah dalam surat Ali Imran 110.
Nashir menulis, “Di sinilah pentingnya merumuskan strategi baru yang lebih
akurat, aktual, dan kontekstual dalam dakwah Muhammadiyah. Setiap bentuk
reaksioner atau sekadar meluapkan kecemasan dan kegundahan secara verbal tanpa
disertai langkah-langkah strategis, sampai kapanpun dakwah Muhammadiyah akan
ketinggalan.” (SM, Edisi Khusus Tanwir, 16-30 Juni 2012).
Disadari bahwa tugas yang diembankan kepada organisasi ini
tidak mudah. Tetapi, atribut Islam berkemajuan yang terlanjur tersemat jangan
hanya gagah di mata tetapi miskin dalam fakta. Muhammadiyah harus berjuang
keras. Pertama, menajamkan kerja intelektualitas. Pertumbuhan lembaga
pendidikan yang semakin pesat di lingkungan Muhammadiyah harus diimbangi dengan
kemajuan tingkat intelektualitas dan karya-karya keilmuan yang lebih canggih.
Muhammadiyah tidak boleh sekadar mampu mengatasi masalah, tetapi harus sudah
mengantisipasinya jauh-jauh hari, dan menawarkan solusi alternatif.
Prof M Amien Rais pernah mengusulkan, Muhammadiyah harus
punya roadmap atau peta jalan. Caranya, tutur Prof Amien, adalah dengan
menghimpun para tokoh dan pemikir Muhammadiyah untuk membuat peta jalan guna
menyongsong masa depan. Jika tidak, Muhammadiyah akan terbata-bata, bahkan
shock menghadapi deru zaman, karena tidak diantisipasi sebelumnya.
Kedua, mendongkrak mutu pendidikan. Ini penting mengingat
pendidikan dunia Islam sejauh ini kurang memiliki kapasitas dan gagal melakukan
difusi iptek. Terdapat kepincangan mencolok. Seperti diungkap Prof Azyumardi
Azra, dalam 57 negara anggota OKI, hanya ada sekitar 500 kampus. Padahal di
India 8.407 dan AS 5.758 kampus. Juga belum ada kampus di dunia Islam yang
masuk dalam “Academic Ranking of World Universities” versi Shanghai Jiao Tong.
Selain itu, per satu juta umat Islam, hanya ada 230 ilmuwan. Sedangkan AS
4.000-an dan Jepang 5.000-an.
Karena itu, ribuan lembaga pendidikan Muhammadiyah, mulai
Playgroup sampai PTM, harus unggul secara nasional dan internasional. Alumni
pendidikan Muhammadiyah juga harus memiliki intelektualitas berdaya saing
nasional dan global. Untuk itu, pendidikan Muhammadiyah harus bertumpu pada
pengembangan iptek dan terbuka terhadap sumber iptek dari mana saja. Sikap
terbuka terhadap sumber iptek inilah yang membuat peradaban Islam di masa
klasik maju pesat. Jangan sampai ada sikap apologetik, defensif, dan reaktif
dalam menyikapi sumber iptek, asal demi kemajuan dan kemaslahatan umat.
Ketiga, mendukung gagasan-gagasan baru. Tidak disangkal,
sejak kelahirannya, identitas dan citra diri asli Muhammadiyah adalah gerakan
dakwah dan tajdid. Ini meniscayakan keterbukaan dan sikap toleran terhadap
setiap ide yang fresh dan aktual, sepanjang sesuai dengan napas Islam.
Orang-orang Muhammadiyah tidak boleh resisten terhadap pemikiran-pemikiran baru
sehingga terperangkap dalam pola pikir yang jumud, mandeg, dan jadul. Spirit
pembaruan yang sudah lama menjadi jati diri Muhammadiyah harus terus
didengungkan.
Keempat, menyuburkan semangat berkorban dalam perjuangan.
Diuraikan oleh Amir Syakib Arsalan dalam Mengapa Kaum Muslim Mundur (1954), di
antara sebab kemunduran umat Islam adalah hilangnya semangat berkorban.
Tragisnya, hal ini diikuti munculnya sikap kemaruk dunia (hubbud dunya). Sikap
enggan berkorban dan cinta dunia ini tidak boleh bercokol di tubuh
Muhammadiyah, terutama para pimpinannya. Agar dapat menjadi sebab kemajuan umat
Islam, sikap tamak dunia harus diganti dengan sikap cinta terhadap ilmu dan
amal-amal nyata dalam bidang sosial dan kemanusiaan. Maka, Islam yang
berkemajuan harus menjadi spirit dalam praksis gerakan Muhammadiyah yang
berkeunggulan.
No comments:
Post a Comment