Tahun 1964
puncak kaum muda Muhammadiyah bergejolak untuk melahirkan organisasi otonom
yang bernama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Tidak hanya ditubuh kaum muda
Muhammadiyah, melainkan juga secara kolektif kaum muda negeri ini. Pergulatan
pada masa orde lama mengamanahkan
bagaimana IMM harus dilahirkan—sebagai kehendak sejarah. Saat ini, IMM sudah
menginjak usia 49 tahun atau menjelang setengah abad. Perjalanan yang tidak
sebentar bagi sebuah organisasi gerakan mahasiswa dan ortom Muhammadiyah. Inilah
dilema gerakan IMM yang berdiri diatas dua kaki yakni sebagai gerakan mahasiswa
islam dan ortom Muhammadiyah hingga kadang tidak pernah selesai dengan urusan
dirinya sendiri.
Setelah IMM
bangkit kembali dari kevakuman kepemimpinan pusat yang ditandai dengan
diangkatnya Immawan Wahyudi oleh PP Muhammadiyah, perlahan IMM seperti
mempunyai nafas baru dengan hadirnya karya-karya intelektual berbasis
struktural. Namun, seperti ingin kembali mengulang masa kelam. Saat ini, IMM
kembali mengalami kekisruhan struktural di tingkat pusat yang menyebabkan
kegamangan gerakan dan ragam pertanyaan yang terus memburu, baik ditingkat
pimpinan, kader hingga dunia jejaring sosial.
Ditengah sebagian rasa pesimis yang
melanda kader IMM belakangan ini. Makin maraknya kalangan yang ingin menumpang
hidup di Muhammadiyah. Ataupun adanya upaya ingin memanfaatkan jaringan massa
Muhammadiyah dan IMM untuk suksesi pemilu 2014. Maka, dibutuhkan sekumpulan
orang yang keluar dari geladak Muhammadiyah untuk selanjutnya bergerilya menopang,
membersihkan dan membangun Muhammadiyah diluar komando—dan itu hanya bisa
dilakukan oleh gerakan kaum muda.
Ya! IMM sebagai bagian kaum muda
Muhammadiyah, harus mengambil peran aktif untuk keberlangsungan masa depan
persyarikatan diabad kedua. Hal yang paling rasional bagi IMM saat ini adalah
peningkatan kapasitas intelektual dan kemapanan ekonomi, hingga dikemudian hari
kader IMM bukan hanya sekumpulan orang yang menggantungkan kebutuhan hidupnya
terhadap Muhammadiyah. Cukuplah sirine Anies Baswedan yang memprediksi bahwa
kedepan kepemimpinan nasional tidak lagi akan dipimpin oleh kaum aktivis,
melainkan oleh kaum entrepreuner
(wirausahawan). Tidak semua kader IMM akan dicetak sebagai sebagai pemimpin
nasional, persyariatan atau bahkan para politikus. Sebab dilain tempat, ada
yang ruang dimana kaum mustadh’afin
membutuhkan pembelaan dan harapan untuk membangun mimpinya—disinilah cara kita
ber-Muhammadiyah akan terasa cukup berbeda.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan kader
IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta melalui MIM Indegenous School. Tulisan yang
berisi tentang harapan, proses dan kegelisahan mengenai IMM jelang setengah
abad. Karenanya, kami menyebut buku ini sebagai pengakuan dan persaksian bahwa
IMM tidak pernah kebal kritik dan protes. Lewat cara ini kami ingin
menyampaikan kepada seluruh kader IMM, bahwa peringatan ritus kelahiran bukan
hanya diperingati dengan cara euphoria, melainkan dengan cara bersikap
reflektif dan kredo berfikir.
Barangkali, buku ini masih jauh dari
sempurna. Namun, setidaknya para penulis dalam buku ini, berani membuktikan
sejarah perjalanan proses mereka dalam ber-IMM—dengan cara menulis sejarah
mereka sendiri. Sehebat apapun manusia jika tak memahat sejarahnya sendiri,
maka ia akan terlempar dari kubangan sejarahnya sendiri; termasuk kita dalam
ber-IMM.
Semoga buku “Tak Sekadar Merah; Memoar dan Testimoni Kader IMM” ini bermanfaat
bagi semuanya. Selamat Milad IMM ke-49
tahun
MIM
Indigenous School
PENGGALAN TESTINOMI DALAM BUKU INI
“Setiap perubahan politik selalu periode
inkubasi. Masa dimana gagasan-gagasan progresif disemai. Proses semacam itu
tampaknya mulai mengambil jarak dari konteks sosial kita. Namun kader-kader
muda dalam buku ini menunjukkan bagaimana arus pemikiran ke-Islaman,
kemanusiaan dan keberpihakan terus tumbuh dan hidup menjadi identitas
tersendiri dari gerakan IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Saya yakin
perjuangan bukan sekadar basa basi!”
Faris
Alfadh, S.IP., MA.
Dosen Hubungan Internasional UMY | Mantan Direktur MIM Indigenous School
“Buku ini, saya kira menyajikan dua hal, yakni
refleksi dari para kader IMM tentang perlunya intelektualisme di satu sisi dan
moralisme”
Nurwanto,
S.Ag., M.A., M.Ed.
Mantan aktivis IMM DIY 1998 | Alumni Birmingham University, Inggris
”Saya percaya dan
yakin, perubahan senantiasa menjadi sebuah tantangan dan sekaligus peluang bagi
eksisnya IMM ke depan”
Irvan Mawardi, SH.
Ketua Umum pertama
PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta |
Hakim di PTUN RI
“Menjadikan IMM sebagai social movement berarti mendorong upaya transformasi dalam skala yang lebih luas. Asumsi dasar yang dijadikan pijakan adalah IMM memiliki intellectual capital, sekaligus social capital yang kemudian mampu ditransformasikan menjadi social power untuk
mengubah struktur dan tatanan sosial yang tidak adil menjadi lebih
lebih adil, menindas menjadi egaliter. Paradigma transformatif yang
dijadikan paradigma aksi menuntut IMM membuka ruang publik yang
selebar-lebarnya bagi partisipasi masyarakat, termasuk didalamnya
kalangan subalterm. Selain itu, menjamin hak-hak komunitas dan individu
dari rongrongan kebijakan negara dan global yang merugikan”
Fauzi Fashri
Senior IMM AR. Fakhruddin | Mantan Ketua Umum PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta | Mantan Sekretaris Umum DPD IMM DIY
“Indonesia saat ini termasuk salah satu negara yang sangat
menghindari peperangan dalam penyelesaian sengketa dengan negara lain. Dalam
tatanan hubungan antarnegara, perang pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
cara sebuah negara dalam melakukan hubungannya dengan negara lain. Dalam
politik internasional yang anarki, di mana negara satu-satunya entitas
berdaulat yang memiliki kekuatan dan kehendak ini, maka perang sangat mungkin
terjadi di antara negara mana pun di dunia”
Zain
Maulana
Mantan Ketua Umum IMM AR. Fakhruddin | Mantan Ketua DPP IMM |
Masiswa Flinders Australia
“Kalian sudah bisa memutuskan sesuatu dengan dewasa, maka
hasilkanlah keputusan yang terbaik”
M. Sobar
Johari
Dosen EPI FAI UMY | Mantan
Ketua DPP IMM
“Apa bila gerakan tidak di
landasi oleh suatu pemikiran, gerakan tersebut hanya menjadi pupit dan aktornya
adalah manusia robotik yang kehilangan kesadaran kemanusiaan. Direnggut oleh skenario
besar yang memainkannya, oleh karena itu paradigm berfikir dilandasi nilai
trilogi IMM”
Ma’ruf
Senja Kurnia
Mantan Ketua Umum IMM AR. Fakhruddin
“Bacalah sebanyak bait yang tak mungkin lagi
dibendung, agar isi kepala membuncah tercecer, pecahnya menggenang sungai
manfaat”
Cahyo
Prabowo
Mantan Presma UMY
“Mudah-mudahan
kedepan bangunan paradigma yang dikonstruk menjadi sebuah perspektif gerakan
yang satu, yang menjadikan penyatuan aksi gerakan yang berlandaskan atas
nilai-nilai religius. Kepada seluruh kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang
Abdul Rozaq Fakhruddin Kota Yogyakarta, sekarang saatnya IMM membumikan cita-cita profetik perjuangan
ikatan. Wahai para Cendekiawan
berpribadi. Teruslah berjuang menuju puncak tak berujung”
Halim Sedyo Prasojo
Mantan Ketua Umum PC. IMM A.R. Fakhruddin Kota Yogyakarta | Mantan Sekbid Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan
DPD IMM DIY
“Setelah kita semua menyepakati prinsip-prinsip umum dalam
internal aliansi, maka kita harus melihat kembali kebelakang akan semua hal
yang berkaitan dengan aliansi, karena aliansi yang akan kita bangun bukan lagi
aliansi taktis melainkan aliansi strategis yang syarat utama dalam kesuksesaan
pembangunannya adalah persamaan persespsi semua anggota aliansi, oleh karena
itu perlu adanya pembahasan kembali dalam melihat tugas-tugas aliansi kedepan
termasuk hak dan kewajiban anggota aliansi”
Deriana Putera Pamungkas
Mantan
Kabid Hikmah PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta | Mantan Sekbid Seni Budaya
dan Olahraga DPD IMM DIY
Bagaimana
kita memaknai kader hari ini, apakah kader hanya dimaknai sebagai anggota
ataukah kita sudah memaknainya sebagai fondasi dari organisasi yang menjadi
struktur dalam suatu bangunan organisasi menjadi pimpinan dan melakukan
transformasi organisasi. Inilah seharusnya hal pertama yang harus dipahami oleh
semua kader IMM, pemaknaan tersebut menjadi awal untuk selanjutnya melakukan
hal-hal yang berkaitan dengan proses pengkaderan.
Aminuddin
Anwar
Mantan
Kabid Kader IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta | Mantan Kabid Keilmuan DPD IMM DIY
“Tulisan
ini merupakan buah pikiran dari seorang kader yang ingin menciptakan makna dari
hasil refleksinya terhadap ikatan saat ini. Tulisan ini pun dilahirkan langsung
atas kesadaran kader yang gemar terhadap perubahan yang terjadi di Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah khususnya cabang A.R Fakhruddin karena aku percaya bahwa
tulisan memiliki ruh sehingga dapat hidup dimanapun tempat yang ada dalam ruang
dan waktu yang terbatas sekalipun."
Cehar Mirza
Mantan Kabid IPTEK PC. IMM A.R. Fakhruddin Kota Yogyakarta | Mantan Direktur MIM Indigenous School Periode 2008-2009
“Tulisan
ini membantu para kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menyelami
peristiwa–peristiwa yang belum terungkap dan dan kronologi kejadianya sebagai
sebuah fakta yang utuh. Seperti yang penulis bahas mengenai kronologi lahirnya
Gen Pemikiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada masa kepemimpinan cabang
2007-2008.
Hendri Suseno.
Mantan Mendagri BEM UMY | Mantan Kabid Kader PC IMM AR. Fakhruddin
Kota Yogyakarta periode 2006-2007
TAK SEKADAR MERAH
Pegiat MIM Indigenous School
Tebal: xx + 134 halaman
Harga: Rp. 30.000
Penerbit: MIM Indigenous School
Pre-Order
Email : mim.informasi@gmail.com
Twitter : @MIMindigenous
From: http://mimindigenous.blogspot.com/2013/05/tak-sekadar-merah-buku-baru.html