REPUBLIKA.CO.ID, Selasa, 13 November 2012, 07:00 WIB
Oleh Ahmad Syafii Maarif
Jika kalender umum yang dipakai, pada hari Ahad, 18 November 2012, usia Muhammadiyah genap 100 tahun. Tetapi, jika ukurannya tahun Hijriah, pada 8 Zulhijjah 1433 yang lalu, Muhammadiyah telah berada pada angka 103 tahun. Sebuah batang usia gerakan Islam modern Indonesia yang cukup fenomenal.
Dalam kiprahnya yang panjang, Muhammadiyah, bentukan KH Ahmad Dahlan (1868-1923) itu, lebih memusatkan perhatian pada amal sosial dan amal kemanusiaan di bidang pendidikan, rumah sakit, dan panti-panti asuhan yang tersebar di seluruh nusantara. Di atas tumpuan filsafat amal inilah Muhammadiyah menorehkan peran sentralnya untuk kepentingan keindonesiaan yang telah dimulainya sejak 1912, jauh mendahului Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Berawal dari kampung Kauman Yogyakarta, Muhammadiyah ibarat air bah yang dalam tempo relatif singkat telah menggenangi bagian-bagian lain kepulauan Indonesia yang jumlahnya ribuan itu. Dalam perspektif ini, Muhammadiyah sampai batas-batas yang jauh telah menerjemahkan pesan filsafat-puitis Iqbal (1877-1938). “Janganlah tiru nyanyian ombak yang hanya berdebur bila mengempas ke tepi pantai. Tetapi, jadilah air bah yang mengubah dunia dengan amalmu.”
Semestinya umat Islam di India dan Pakistan, bumi kelahiran Iqbal, patut belajar kepada Muhammadiyah. Di Indonesialah pesan itu menemukan bentuknya yang sangat konkret. Amat disayangkan, Pakistan, negara baru gagasan Iqbal tahun 1930-an, nyaris menjadi negara gagal karena sengketa berebut kuasa sesama Muslim di sana belum menampakkan titik-titik terang yang menggembirakan.
Dengan filsafat amal, anda tengoklah angka statistik di bawah ini yang secara kuantitatif menggambarkan aset Muhammadiyah sampai dengan 8 November 2011. Aset tersebut disumbangkan untuk kepentingan Indonesia.
No Tipe pusat-pusat sosial-pendidikan dan hak milik
1 PAUD, TK, TPA 4.623
2 SD/Madrasah Ibadaiyah 2.604
3 SMP/Madrasah Tsanawiyah 1.772
4 SMA, SMK/Madrasah Aliyah 1.143
5 Pesantren 67
6 Universitas, Akademi, Politeknik 172
7 Rumah Sakit, Klinik, Poliklinik, dll 457
8 Panti, dll. 318
9 Rumah Jompo 54
10 Pusat Rehabilitasi Cacat 82
11 SLB 71
12 Masjid 6.118
13 Mushalla, Surau, dll. 5.080
14 Tanah 945.504 M2
Sepengetahuan saya, belum ada sebuah gerakan Islam di muka bumi yang memiliki aset jaringan amal yang sedahsyat itu, selain Muhammadiyah. Dalam sebuah kunjungan ke New Delhi beberapa tahun yang lalu, atas undangan Pemerintah India, di depan intelektual Hindu, saya diminta untuk berbicara tentang Muhammadiyah.
Mereka hanya terperangah mengikuti penjelasan yang saya berikan tentang betapa Muhammadiyah sebagai gerakan pencerahan telah berbuat banyak untuk bangsa dan negara tempat kelahirannya. Mereka malah meminta saya lebih lama tinggal di India untuk bercerita tentang Muhammadiyah di beberapa tempat di sana. Tetapi, harapan itu tidak dapat dilaksanakan karena tempo kunjungan telah dipatok sejak dari Jakarta.
Semua aset tersebut adalah milik organisasi atas nama PP Muhammadiyah, bukan milik perorangan. Dengan cara ini, kecil kemungkinan bahwa aset itu akan pindah tangan kepada pribadi-pribadi, sebagaimana yang tidak jarang dialami oleh organisasi sosial lainnya. Saya tidak tahu, akan berapa besar lagi gelembungan angka statistik di atas, dalam perjalanan Muhammadiyah 100 tahun yang akan datang.
Roh Ahmad Dahlan dan pengikutnya yang mula-mula di alam Barzah tentu bersuka-ria mengamati tumbuh suburnya bibit “Islam berkemajuan” ini, yang disemaikannya di kampung Kauman seabad yang lalu. Itulah air bah amal yang terus saja bergerak dan melaju sehingga tidak mungkin dibendung lagi, demi sebuah Indonesia yang adil dan beradab.
Jika kalender umum yang dipakai, pada hari Ahad, 18 November 2012, usia Muhammadiyah genap 100 tahun. Tetapi, jika ukurannya tahun Hijriah, pada 8 Zulhijjah 1433 yang lalu, Muhammadiyah telah berada pada angka 103 tahun. Sebuah batang usia gerakan Islam modern Indonesia yang cukup fenomenal.
Dalam kiprahnya yang panjang, Muhammadiyah, bentukan KH Ahmad Dahlan (1868-1923) itu, lebih memusatkan perhatian pada amal sosial dan amal kemanusiaan di bidang pendidikan, rumah sakit, dan panti-panti asuhan yang tersebar di seluruh nusantara. Di atas tumpuan filsafat amal inilah Muhammadiyah menorehkan peran sentralnya untuk kepentingan keindonesiaan yang telah dimulainya sejak 1912, jauh mendahului Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Berawal dari kampung Kauman Yogyakarta, Muhammadiyah ibarat air bah yang dalam tempo relatif singkat telah menggenangi bagian-bagian lain kepulauan Indonesia yang jumlahnya ribuan itu. Dalam perspektif ini, Muhammadiyah sampai batas-batas yang jauh telah menerjemahkan pesan filsafat-puitis Iqbal (1877-1938). “Janganlah tiru nyanyian ombak yang hanya berdebur bila mengempas ke tepi pantai. Tetapi, jadilah air bah yang mengubah dunia dengan amalmu.”
Semestinya umat Islam di India dan Pakistan, bumi kelahiran Iqbal, patut belajar kepada Muhammadiyah. Di Indonesialah pesan itu menemukan bentuknya yang sangat konkret. Amat disayangkan, Pakistan, negara baru gagasan Iqbal tahun 1930-an, nyaris menjadi negara gagal karena sengketa berebut kuasa sesama Muslim di sana belum menampakkan titik-titik terang yang menggembirakan.
Dengan filsafat amal, anda tengoklah angka statistik di bawah ini yang secara kuantitatif menggambarkan aset Muhammadiyah sampai dengan 8 November 2011. Aset tersebut disumbangkan untuk kepentingan Indonesia.
No Tipe pusat-pusat sosial-pendidikan dan hak milik
1 PAUD, TK, TPA 4.623
2 SD/Madrasah Ibadaiyah 2.604
3 SMP/Madrasah Tsanawiyah 1.772
4 SMA, SMK/Madrasah Aliyah 1.143
5 Pesantren 67
6 Universitas, Akademi, Politeknik 172
7 Rumah Sakit, Klinik, Poliklinik, dll 457
8 Panti, dll. 318
9 Rumah Jompo 54
10 Pusat Rehabilitasi Cacat 82
11 SLB 71
12 Masjid 6.118
13 Mushalla, Surau, dll. 5.080
14 Tanah 945.504 M2
Sepengetahuan saya, belum ada sebuah gerakan Islam di muka bumi yang memiliki aset jaringan amal yang sedahsyat itu, selain Muhammadiyah. Dalam sebuah kunjungan ke New Delhi beberapa tahun yang lalu, atas undangan Pemerintah India, di depan intelektual Hindu, saya diminta untuk berbicara tentang Muhammadiyah.
Mereka hanya terperangah mengikuti penjelasan yang saya berikan tentang betapa Muhammadiyah sebagai gerakan pencerahan telah berbuat banyak untuk bangsa dan negara tempat kelahirannya. Mereka malah meminta saya lebih lama tinggal di India untuk bercerita tentang Muhammadiyah di beberapa tempat di sana. Tetapi, harapan itu tidak dapat dilaksanakan karena tempo kunjungan telah dipatok sejak dari Jakarta.
Semua aset tersebut adalah milik organisasi atas nama PP Muhammadiyah, bukan milik perorangan. Dengan cara ini, kecil kemungkinan bahwa aset itu akan pindah tangan kepada pribadi-pribadi, sebagaimana yang tidak jarang dialami oleh organisasi sosial lainnya. Saya tidak tahu, akan berapa besar lagi gelembungan angka statistik di atas, dalam perjalanan Muhammadiyah 100 tahun yang akan datang.
Roh Ahmad Dahlan dan pengikutnya yang mula-mula di alam Barzah tentu bersuka-ria mengamati tumbuh suburnya bibit “Islam berkemajuan” ini, yang disemaikannya di kampung Kauman seabad yang lalu. Itulah air bah amal yang terus saja bergerak dan melaju sehingga tidak mungkin dibendung lagi, demi sebuah Indonesia yang adil dan beradab.
Retrieved from: http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/12/11/12/mddslk-100-tahun-muhammadiyah-1
No comments:
Post a Comment