Sunday, September 15, 2013

Irfan Dahlan & Ahmadiyah: Respon dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia

The following note is the response from the Lahore Ahmadiyya Indonesia to Winai Dahlan's notes regarding the relation between his father (Irfan Dahlan, a son of KH Ahmad Dahlan) and the Lahore Ahmadiyya. Written by Basharat Asghar Ali and posted on my facebook wall on August 19, 2013.
 
Alhamdu wasyukru lillahi robbil 'alamin. Puji syukur atas hidayah Allah Ta’ala kepada kita sekalian.

Terima kasih kepada ibu Diah Purnamasari Zuhair II , mas Najib Burhani, dan Mr. Winai Dahlan yang telah memberikan informasi dan klarifikasi cukup banyak mengenai bagaimana hubungan Bapak Irfan Dahlan dengan Ahmadiyah, dalam hal ini Ahmadiyah Lahore, khususnya AAIIL (Pakistan). Mudah-mudahan informasi dan klarifikasi ini dapat semakin membuka tabir kebenaran yang sesungguhnya mengenai relasi yang sejati antara Bapak Irfan Dahlan dan Ahmadiyah Lahore. Tentu saja, informasi dan klarifikasi lebih lanjut sangat kami nantikan.

Kami dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI), dan saya kira juga Ahmadiyya Anjuman Isha’ati Islam Lahore (AAIIL) yang berada di berbagai negara, insya allah, tidak berpretensi atau punya tendensi apapun, dengan adalnya klaim atas keanggotaan Bapak Irfan Dahlan sebagai anggota AAIIL, yang dengan itu tentu menjadi keluarga besar Ahmadiyah Lahore pada umumnya. Apalagi, kami mohon ampun kepada Allah Ta’ala, dan memohon maaf kepada semuanya saja, jika kemudian klaim itu berakibat menjadi “fitnah” di antara kita. Na’udzu billaahi min dzalik.

Selama ini, kami dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI), dan mungkin juga pihak AAIIL (khususnya AAIIL di Lahore, Pakistan), memang baru pada sebatas menduga, yang lama kelamaan seringkali mewujud klaim, atas keanggotaan Bapak Irfan Dahlan di AAIIL, khususnya AAIIL di Lahore, Pakistan. Dugaan-dugaan itu berangkat dari spekulasi dan asumsi yang dilatari oleh berbagai informasi dan jalinan cerita dari berbagai referensi, yang terekam secara fisik maupun berupa “tutur tinular”, utamanya soal studi beliau di Lahore. Dan memang, saya kira, referensi-referensi itu perlu dikaji dan diuji validitas atawa keabsahannya, sebab kesemuanya, lagi-lagi, baru sebatas pada bahan-bahan mentah yang perlu diolah, dan amat sangat terbatas keberadaannya.

Soal keanggotaan, misalnya, agaknya sangatlah tidak mungkin, dugaan saya sementara ini, untuk membuktikan secara fisik bahwa Bapak Irfan Dahlan adalah anggota AAIIL. Sebab, biasanya, AAIIL, dan juga GAI, sangat lemah dalam urusan administrasi, termasuk dalam hal pencatatan keanggotaan, sejak dulu hingga sekarang. Sehingga, jangankan Bapak Irfan Dahlan, yang nuh jauh di sana dan di masa yang telah cukup lama berlalu, bahkan pun saya, yang masih eksis sebagai "warga resmi" GAI, saja, tidak punya kartu keanggotaan atau semacamnya, yang bisa dijadikan sebagai sumber identifikasi keanggotaan saya di GAI secara official. Keanggotaan di organisasi AAIIL di berbagai Negara, dan GAI, biasanya bersifat cair, sehingga orang sangat agak bebas masuk keanggotaan (dalam hal ini, untuk masuk anggota resmi GAI, sampai saat ini, melalui prosesi bai’at) maupun keluar. Rasa-rasanya, sepengetahuan dan sepengalaman saya di GAI, tidak ada “kerumitan organisasional” dalam hal ini.

Karenanya, soal keanggotaan, seseorang dikenal sebagai warga GAI, biasanya lebih karena pengakuannya sendiri. Sebab untuk membuktikan “benar-benar” dia seorang GAI (secara organisasi), rasanya memang agak sulit. Ya, karena kelemahan pencatatan administrasi itu tadi. Makanya, seringkali, ketika banyak peneliti bertanya soal jumlah anggota GAI, kita hanya bisa menjawab “tidak tahu”, atau menduga dengan menyebut sejumlah angka dalam bilangan ratusan, atau paling banter ribuan, saking terpaksanya menyebut angka.

Sekali lagi, mudah-mudahan informasi dan klarifikasi ini, dapat menjadi pembuka tabir kegelapan kita semua mengenai fakta yang sesungguhnya, berkenaan dengan hubungan Bapak Irfan Dahlan dengan Ahmadiyah Lahore.

Mohon izin untuk membagi setiap informasi dan klarifikasi terkait dengan hal ini di situs kami http://ahmadiyah.org, agar supaya, semua orang, semua pihak, dapat mengikuti perkembangan dan berbagi informasi dari berbagai sumber dan referensi yang mungkin bisa digali. Sehingga dengan demikian dapat terjadi prosesi tabayyun di antara kita semua.

Sementara demikian dari saya, mudah-mudahan komunikasi di antara kita dapat terus berlanjut.
Terima kasih atas perkenannya.
Salam,
Basyarat Asgor Ali

(NB. Mas Najib Burhani barangkali bisa menerjemahkan tulisan saya di atas untuk keperluan yang lain? Hehe. Terima kasih sebelumnya).

1 comment:

  1. Here is an unofficial response from a member of the JAI (Jemaat Ahmadiyah Indonesia). Written by Rahmat Ali:

    Rahmat Ali @Winai | Terima kasih banyak atas klarifikasinya. Semoga hal tersebut menjadi suatu kejelasan bagi kami, saya dan tentunya teman-teman Ahmadi [Qadian], pula sudah/bakal memaklumi dari awal bila ada berita-berita semacam itu.

    Tapi, memang, ada pula yang awalnya bertanya "Apa iya?". Paling tidak, pemaklumannya adalah mungkin ia Ahmadiyah Lahore dan bukan Ahmadiyah Qadian, atau sebagaimana yang telah diklarifikasikan Saudara @Winai bahwa sekadar belajar di madrasah Ahmadiyah di Lahore bukan berarti Almarhum menjadi seorang Ahmadi.

    JazaaKumul-Loohu ahsanal-Jazaa'.

    ReplyDelete