Tuesday, December 4, 2012

Makna Konferensi Riset tentang Muhammadiyah (2)

Republika, Selasa, 04 Desember 2012

Oleh Ahmad Syafii Maarif

Memang, bila dilihat dari jendela pemikiran Islam, Muhammadiyah belum banyak menghasilkan karya-karya besar. Mungkin, karena selama satu abad berjalan energinya lebih banyak terkuras oleh kegiatan amal sosial dan kemanusiaan. Tetapi, karena tantangan kemanusiaan semakin berat dan beragam di dunia yang semakin terbelah, Muhammadiyah tidak bisa lagi hanya mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah aksi sosial dan layanan kemanusiaan.

Sisi-sisi yang bernuansa filosofi dan pemikiran mendalam harus dijadikan agenda besar agar "Islam yang berkemajuan" yang merupakan trade mark Muhammadiyah menemukan wujudnya yang lebih konkret.

Saran saya ini tidak mengada-ada.Dalam tempo dekat ini, jumlah anak muda Muhammadiyah dengan kualifikasi PhD akan semakin meledak.

Nama-nama, semisal Syamsul Arifin, Hilman Latief, Ahmad Najib Burhani, Sukidi Mulyadi, Siti Ruhaini Dzulhayatin, Tafsir, Ahmad-Norma Permata, Zakiyuddin Baidhawy, Perdana Boy ZTF, Raja Juli Antoni, Fajar Riza Ul Haq, Ahmad Fuad Fanani, dan sederetan intelektual muda Muhammadiyah lainnya adalah testimoni nyata dari ledakan itu.

Sebagian nama ini berkumpul di Malang pada akhir November sampai awal Desember untuk berbincang secara akademik tentang berbagai aspek gerakan Muhammadiyah. Di sana, bertemu Indonesianis Barat dan Timur bersama intelektual muda Muhammadiyah. Konferensi Riset Internasional serupa ini baru pertama kali berlaku sepanjang se jarah Muhammadiyah.

Oleh sebab itu, patut benar dihargai dan kemudian dicermati tentang apa yang akan mereka suarakan di forum Malang itu. Almarhum Moeslim Abdurrahman adalah di antara tokoh senior spiritual dan intelektual Muhammadiyah yang berjasa besar dalam mendorong ledakan kaum muda pemikir itu.

Perkara timbul kontroversi di kalangan warga Muhammadiyah akibat ledakan tersebut, harus disikapi biasa-biasa saja.

Bukankah Ahmad Dahlan adalah tokoh yang paling kontroversial di zamannya? Yang perlu dijaga adalah agar komunikasi antargenerasi tetap berlangsung dengan akrab, terlepas dari kemungkinan perbedaan pendapat. Saya sering menyampaikan kepada anak-anak muda itu agar tetap bersikap santun dan sopan kepada generasi yang lebih tua, sekalipun mungkin cara pandang sudah berbeda. Sebab, semua hasil pemikiran pasti terikat dengan zaman.

Mereka yang takut kepada pemikiran yang berbeda adalah manusia fosil. Di era kepemimpinan Mas Mansur, antara 1938-1940, dikenalkan Langkah Dua Belas. Rumusan Langkah Kedua di bawah judul "Memperluas Paham Agama" dengan jelas mengatakan, "Hendaklah paham agama yang sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya. Boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita warga Muhammadiyah mengerti perluasan agama Islam, itulah yang paling benar, ringan, dan berguna. Maka, dahulukanlah pekerjaan keagamaan itu."
Bunyi rumusan ini sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa Indonesia ketika itu. Tetapi, substansinya sa ngat jelas, orang tidak boleh berpaham sempit dalam menafsirkan agama, sebab pasti akan berlawanan dengan diktum "Islam yang berkemajuan" yang dicanangkan Muhammadiyah sejak lama.

Dokumen-dokumen resmi PP Muhammadiyah ini sering tidak dirujuk oleh para aktivis gerakan, sehingga timbul salah paham yang tidak pada tempatnya antargenerasi. Berkat kegigihan Dr Haedar Natsir, hampir semua dokumen penting ini telah dibukukan.

Dengan demikian, jika timbul beda pendapat dan pemikiran di kalangan warga Muhammadiyah, tempat rujukannya sekarang dengan sangat mudah dapat diakses.

Oleh sebab itu, sikap mudah menghukum pendapat seseorang dari sudut pandang Langkah Dua Belas ini harus ditinggalkan karena dapat mematikan perkembangan pemikiran keislaman yang tak mungkin dipasung untuk selama-lamanya. Guru saya, Fazlur Rahman, pernah menga takan, "Sebuah Islam yang yang tak mampu memberi jawaban kepada persoalan-persoalan kemanusiaan, tidak akan punya masa depan."

Akhirnya, sekiranya nanti dalam perbincangan di Malang muncul berbagai kontroversi hasil pemikiran yang tajam sekalipun, jangan cepat- cepat diberi reaksi berlebihan karena berlawanan dengan semangat pembaruan yang telah diusung Muhammadiyah selama satu abad. Dengan sikap terbuka inilah, kita semestinya memaknai Kon - ferensi Riset Internasional tentang Muhammadiyah yang telah disiapkan sejak lama. Semoga!

Retrieved from: http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/12/12/04/mehvg4-makna-konferensi-riset-tentang-muhammadiyah-2

No comments:

Post a Comment