Untuk memeriahkan ulang tahun Muhammadiyah yang ke-100 di
bulan November 2012 ini, ada tiga kegiatan besar yang akan diselenggarakan oleh
organisasi ini, yaitu: Centennial
Anniversary of Muhammadiyah atau
peringatan seabad Muhammadiyah di Gelora Bung Karno pada 18 November, World Peace Forum (WPF) di Novotel Bogor
pada 23-25 November, dan International
Research Conference on Muhammadiyah (IRCM) di Universitas Muhammadiyah
Malang pada 29 November – 2 Desember 2012. Professor Azyumardi Azra dipercaya sebagai Ketua Steering Committee (SC) untuk IRCM, sementara Professor Mitsuo Nakamura sebagai Wakil Ketua.
Berikut catatan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipercaya sebagai Sekretaris SC, Ahmad Najib Burhani. Kepada MATAN, kandidat doktor di Universitas California-Santa Barbara Amerika Serikat ini menguaraikan substansi konferensi akbar tentang Muhammadiyah di Malang tersebut.
Tiga kegiatan
tersebut memiliki karakter yang berbeda. Centennial anniversary yang digarap oleh Uhamka (Universitas
Muhammadiyah Prof Hamka) lebih merupakan seremoni dan perayaan. WFP yang
diselenggarakan oleh CDCC (Center for Dialogue and Cooperation among
Civilizations) merupakan pertemuan tokoh-tokoh lintas agama yang
memperbincangkan tentang kerjasama untuk menciptakan dunia yang damai.
Sementara IRCM lebih bersifat akademik untuk mengkaji Muhammadiyah, baik masa
lalu maupun masa sekarang. Ketiga kegiatan itu diharapkan saling menopang dan
mendukung satu sama lain meskipun partisipan utama pada ketiga acara itu adalah
orang-orang yang memiliki minat yang berbeda. Penulis tidak terlibat pada
kegiatan pertama dan kedua, karena itu tulisan ini hanya akan fokus pada
kegiatan ketiga dimana penulis terlibat sebagai sekretaris SC (Steering Committee).
IRCM merupakan forum tempat para begawan yang mengkaji Muhammadiyah
turun gunung dan bertemu dengan peneliti-peneliti atau sarjana-sarjana baru di
bidang yang sama. Ada tiga kategori peserta aktif dalam IRCM ini. Pertama
adalah tokoh-tokoh senior dan profesor emeritus seperti James L. Peacock,
Mitsuo Nakamura, Martin van Bruinessen, M.C. Ricklefs, Azyumardi Azra, dan
Robert Hefner. Kategori kedua adalah para pengkaji Muhammadiyah yang masih
aktif atau pertengahan karir seperti Jonathan Benthall, Eunsook Jung, Herman L.
Beck, Nelly van Doorn-Harder, dan Hyung-jun Kim. Kategori terakhir adalah para
ilmuwan muda seperti Ken Miichi, Satomi Ogata, Hilman Latif, Claire-Marie
Hefner, Rahmawati Husen, Alimatul Qibtiyah, Endy Saputro, Gwenael Feillard,
Steven Drakeley, Amelia Fauzia, Hattori Mina, dan Pradana Boy. Tiga generasi
sarjana tentang Muhammadiyah itu akan bertemu dalam satu forum untuk berbagi
pengalaman dan pengetahuan selama empat hari.
Melihat peserta yang akan mempresentasikan makalah atau menjadi
pembahas pada IRCM, bisa dikatakan ini adalah konferensi akademik tentang
Muhammadiyah yang pertama dan terbesar yang pernah ada. Pembicara hadir dari
berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Perancis, Australia,
Korea Selatan, dan Jepang. Berbeda dari pertemuan-pertemuan Muhammadiyah yang
selama ini terjadi, acara ini didominasi bukan oleh aktivis atau orang
Muhammadiyah, tapi justru oleh orang non-Muhammadiyah, non-Muslim, dan
non-Indonesia. Dari sekitar 60 pemateri yang hadir, kurang dari 50 persen yang
merupakan aktivis Muhammadiyah. Pembicara
dari luar negeri juga menjadi komponen terbesar dari acara ini, yaitu lebih
dari 50 persen.
Acara ini bisa
dikatakan sebagai temu darat dari komunitas pengkaji Muhammadiyah yang selama ini
penulis data dalam blog Muhammadiyah
Studies (muhammadiyahstudies.blogspot.com). Acara seperti ini belum pernah
diadakan oleh organisasi apapun di Indonesia, tidak NU (Nahdlatul Ulama) dan
tidak pula Persis (Persatuan Islam). Barangkali memang sudah seharusnya
Muhammadiyah menjadi pioneer mengingat organisasi ini adalah yang termasuk
paling tua di Indonesia. Meski kegiatan ini tidak secara resmi diselenggarakan
oleh PP Muhammadiyah, namun PP Muhammadiyah menyokong kegiatan ini dan dibalik
seluruh rangkaian kegiatannnya. Yang paling tampak tentu saja adalah peran
UMM sebagai OC (Organizing Committee).
Sebagian dari kita, orang Muhammadiyah, selama ini
barangkali bertanya, “Mengapa belakangan ini kajian akademik tentang
Muhammadiyah sepertinya kalah dari kajian akademik tentang NU atau kajian
tentang radikalisme?” Atau paling tidak bertanya, “Mengapa kajian tentang
Muhammadiyah tidak seramai dulu pada tahun 1960-an atau 1970-an ketika banyak
sarjana asing berbondong-bondong ke Muhammadiyah dan mengkaji organisasi ini?”
IRCM akan ikut menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Bahwa saat ini Muhammadiyah
tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh para sarjana. Meski tak seramai dulu, masih
ada sarjana-sarjana asing yang tertarik meneliti Muhammadiyah atau masih banyak
tema-tema ke-Muhammadiyahan yang mengundang daya tarik para sarjana untuk
menelitinya, terutama mereka yang dari luar negeri.
Banyak tema-tema ke-Muhammadiyahan yang mungkin tak
terpikirkan oleh orang-orang Muhammadiyah sendiri yang akan dibahas pada
konferensi ini. Professor Hyun-Jun Kim, misalnya, akan membahas sistem
kepemimpinan 13 orang di Muhammadiyah. Ia meneliti tentang sejarah sistem ini;
sejak kapan sistem ini diberlakukan dan bagaimana sistem pemilu di Muhammadiyah
pada periode awal. Kemudian, dari aspek sejarah, tema-tema Suara Muhammadiyah periode awal akan menjadi bahasan dari
presentasi Endy Saputro. Perbandingan antara Ghulen movement di Turkey dan
Muhammadiyah di Indonesia, serta perbandingan antara Aligarh di India dan
Muhammadiyah di Indonesia juga akan menjadi satu tema pembahasan di konferensi
ini. Untuk tema kepemudaan, perpindahan orang-orang NU menjadi aktivis
Muhammadiyah dan demikian pula perpindahan beberapa aktivis muda Muhammadiyah
ke kelompok garis keras seperti yang terjadi di Gresik dan Lamongan, akan
diungkapkan diantaranya oleh presentasi hasil penelitian Din Wahid.
IRCM tentu sangat berguna untuk melihat perkembangan Muhammadiyah dalam masa 100 tahun lewat dan juga bisa menjadi
jendela untuk melihat kira-kira seperti apa nasib, posisi, dan peran organisasi
ini dalam 100 tahun yang akan datang. Penulis yakin, para pengurus Muhammadiyah
akan banyak mendapat manfaat jika hadir pada sesi-sesi di konferensi ini. Ada
delapan sesi di IRCM ini, yaitu: sejarah, filantropi, pendidikan, pembaruan,
politik, isu perempuan, pemuda dan radikalisme, dan Muhammadiyah studies.
No comments:
Post a Comment