Militansi Muhammadiyah Jawa Timur (I)
Republika, 17 Jan 2012
Oleh Ahmad Syafii Maarif
Di antara 33 wilayah Muhammadiyah se-Indonesia, mungkin . Muhammadiyah
Jawa Timur (Jatim) yang paling militan. Dalam arti, roda organisasi
berputar kencang dalam upaya meraih sasaran program yang telah
ditetapkan. Jika ada masalah, cepat ditangani. Jika Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah (PWM) tidak bisa menangani, Pimpinan Pusat Muhammadiyah
dilibatkan.
Misalnya, menghadapi kasus konflik kepentingan di Rumah
Sakit Muhammadiyah Lamongan yang sedikit memalukan, tetapi tidak
dibiarkan berlarut. Saya pernah mengatakan, pada kasus-kasus tertentu
Muhammadiyah adalah bagian dah kondisi negara yang tidak sehat.
Ranah-ranah amal usaha yang agak basah kadang-kadang menjadi rebutan
warga persyarikatan.
Persis seperti apa yang berlaku di Republik
Indonesia. Dalam Laporan Kegiatan PWM Jatim tertanggal 4 Desember 2011
yang saya hadiri, di samping banyak sisi putih yang dibentangkan,
sisi-sisi hitam pun disebutkan secara terbuka sebagai pertanda
Muhammadiyah Jatim tidak mau menutup borok yang hinggap di tubuhnya.
Ini demi membuktikan rasa tanggungjawab yang tinggi bagi perbaikan
kinerja organisasi. Saya dulu telah mengunjungi hampir semua PWM di
seluruh Indonesia. Saya merasa PWM Jatim yang terbanyak memberi kesan
positif yang patut dicatat. Semangat juang warga dan pengurusnya dalam
beramal sangat terlihat dan terasa bila kita berkunjung ke wilayah itu.
Saking mengesankan, saya sempat berseloroh sekiranya PP Muhammadiyah
tak mampu lagi mengurus persyarikatan, serahkan saja ke PWM Jatim, pasti
beres. PWM periode 2010-2015 dipimpin oleh Prof DR Thohir Luth MA,
seorang anak bangsa yang berasal dari Indonesia bagian timur. Didampingi
oleh 12 anggota pimpinan yang lain, semuanya bergelar sarjana, bahkan
tiga berpangkat guru besar.
Pimpinan ini secara teratur turun ke
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (POM) yang jumlahnya sebanding dengan
jumlah Dati II se-Jatim, sebanyak 38. Muhammadiyah tidak pernah percaya
pada angka 13 yang dianggap membawa celaka oleh kultur Barat. Terbukti
dengan pimpinan wilayah yang bahkan PP berjumlah 13 orang.
Kantor
PWM Jatim yang berada di Jalan Kertomenanggal IV Nomor 1, Surabaya,
tergolong sedikit mewah, dilengkapi jaringan teknologi informasi, dan
lokasinya strategis tidak jauh dari Bandara Juanda. Dari kantor inilah
kegiatan organisasi di seluruh Jatim diteropong dengan saksama. Salah
seorang wakil ketua yang membawahkan bidang wakaf dan zakat, infak,
sedekah (ZIS) Drs Nurcholis Huda MSi, adalah penulis prolifik yang
digemari pembaca.
jawaban SMS-nya kepada saya tentang data
amal usaha1 Muhammadiyah Jatim, terbaca angka-angka berikut Bidang
kesehatan berjumlah 101 (BKIA dan rumah sakit), Panti Asuhan Yatim 74,
Panti Wrida 1, semua jenis sekolah tingkat menengah sampai ke bawah 964,
universitas 6, dan sekolah tinggi 18.
Sepanjang pengetahuan saya,
panti asuhan yang terbaik ada di Bojonegoro dan diasuh oleh Bung Wachid,
yang sudah tahunan menyatu dengan seluruh denyutan nadi panti itu.
Sosok ini telah lama mengusir perasaan lelah dari dirinya demi panti
yang sangat dicintainya. Entah berapa orang dari alumni panti ini yang
telah menamatkan pendidikannya di perguruan tinggi.
Jika tuan dan
puan berkunjung ke panti ini, akan bertemulah sosok kerempeng sangat
sederhana, berambut pendek, dan berkulit hitam. Itulah Bung Wachid, yang
tempat tinggalnya mungkin tak pernah direnovasi. Sewaktu saya dulu
berkunjung ke sana, Bung Wachid juga tak mau pakai mobil, entah kalau
sekarang.
Manusia tipe Wachid ini dengan kadarnya masing-masing
banyak dimiliki oleh Muhammadiyah Jatim. Tampaknya, karena faktor
semangat juang semacam inilah Muhammadiyah di provinsi dengan jumlah 37
juta jiwa (data 2005) itu terus saja berkembang, baik kuantitas maupun
kualitas. Dengan segala rintangan yang dihadapi, Muhammadiyah tetap saja
berekspansi dalam meluaskan jaringan amal usahanya tanpa terlihat
tanda-tanda surut. Beberapa sekolah yang akan mati masih diupayakan agar
tetap bisa bernapas.
------
Militansi Muhammadiyah Jawa Timur (II)
Oleh : Prof. Dr. H. A. Syafii Maarif
Republika, 24 Jan 2012
Dibandingkan dengan mitra NU-nya, secara kuantitatif posisi
Muhammadiyah jelas minoritas, tetapi tidak secara kualitatif Apakah militansi
Muhammadiyah Jatim ini salah satu pen-dorongnya adalah perasaan minoritas yang
harus unggul dalam kerja-kerja pendidikan-sosial keagamaan? Saya tidak bisa
menjelaskan.
Di Jawa Barat (Jabar) dengan dominasi suku Sunda,
Muhammadiyah juga minoritas, tetapi dari segi militansi, jauh berada di bawah
Muhammadiyah Jawa Timur (Jatim). Mungkin pendekatan sosio-antropologis bisa
menjelaskan mengapa dua sayap Muhammadiyah Jatim dan Jabar ini menunjukkan
tingkat dinamika yang berbeda
Di PWM Jabar, sampai sekarang belum berdiri perguruan tinggi
Muhammadiyah yang berarti. Sementara di Jatim, universitas dan sekolah tinggi
Muhammadiyah ada yang sudah berpredikat unggulan. Sekalipun demikian, di Garut,
Muhammadiyah sudah mempunyai sebuah pesantren ternama dan di Cirebon sudah ada
pula beberapa sekolah favorit. Kedua kota ini adalah bagian dari wilayah PWM
Jabar.
Agar jejak rekam Muhammadiyah Jatim lebih terlihat, perlu
sekilas data sejarah berikut ditampilkan Muhammadiyah secara resmi berdiri pada
1 November sebagai sebuah cabang Surabaya dengan Surat Keputusan Hoofdbestuur
(HB) No 4/1921. Ketua pertamanya adalah Mas Mansur yang sebelumnya terpikat
oleh cara Ahmad Dahlan menafsirkan Alquran sewaktu berkunjung ke Surabaya
sebagai pedagang dan mubaligpada 1915.
Perkenalan dan dialog dua ulama ini terus berlanjut dan Mas
Mansur juga berkunjung ke Yogyakarta. Diawali oleh cabang Surabaya, kemudian
dalam tempo relatif singkat antara tahun 1920-an/1930-an cepat merayap ke
bagian-bagian lain di Jatim dengan tantangan yang bervariasi, karena Muhammadiyah
saat itu masih dianggap sebagai pembawa agama baru dengan sejumlah stigma yang
ditempelkan kepadanya.
Karena Muhammadiyah tidak hanya berdakwah dengan lisan,
tetapi juga dengan usaha konkret dalam bentuk kehadiran madrasah, sekolah,
panti, klinik, dan rumah sakit yang mengiringinya, lama-kelamaan mata
masyarakat terbuka juga. Mungkin di sinilah terletak kekuatan utama
Muhammadiyah dalam upaya mencerdaskan otak dan mencerahkan hati manusia, demi
terciptanya masyarakat yang berkeadaban dan berkeadilan.
Dalam perjalanan selanjutnya, dari rahim Muhammadiyah Jatim
telah tampil dua tokoh utamanya untuk menjadi ketua pimpinan pusat
Muhammadiyah, yaitu KH Mas Mansur (1937-1943) dan KH Faqih Usman (1968),
sekalipun yang kedua ini hanya menjabat beberapa hari karena wafat. Mas Mansur
adalah ketua PP (saat itu disebut PB/pengu-rus besar) pertama yang bukan
berasal dari Yogyakarta, yang dipilih melalui Muktamar ke-26 di kota kelahiran
Muhammadiyah ini.
Di kalangan Muhammadiyah, Mas Mansur dikenal sebagai pencetus
gagasan Langkah 12, yang, antara lain, berupa gerakan koreksi din,
memperjuangkan keadilan, dan membina hubungan silaturahim dengan kalangan di
luar Muhammadiyah. Dengan langkah-langkah ini. Muhammadiyah menjadi gerakan
Islam yang terbuka untuk dikritik agar tidak mudah puas diri. Pada resonansi
terdahulu, sudah kita sebutkan bahwa Muhammadiyah telah terbentuk di semua Dati
II Jatim, sekalipun belum meliputi semua kecamatan dan desa.
Tetapi, di seluruh Jatim dapat ditemui 498 cabang dan 2.849
ranting Muhammadiyah dengan kualitasnya yang beragam, sangat bergantung pada
kualitas dan komitmen pimpinannya masing-masing dalam membina gerakan Islam
ini. Di sana-sini masih saja terdapat pihak-pihak yang menentang, tetapi itu
semua adalah sisa-sisa masa lampau yang tidak terlalu berat.
Jika Ahmad Dahlan pernah mau ditebas lehernya di daerah
Banyuwangi pada masa awal itu, sekarang keturunan yang hendak menebas itu tidak
sungkan-sungkan untuk memasukkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan
Muhammadiyah yang tersebar hampir di seluruh Jatim. Dengan bergulirnya waktu,
sikap masyarakat pun mengalami perubahan ke arah yang semakin positif.
Paham agama yang diajarkan Muhammadiyah ternyata bukanlah
agama baru, melainkan sebuah Islam yang berkemajuan untuk kemaslahatan semua. Dalam
musyawarah 4 Desember di atas, para tokoh PWM dan mantan PWM sekaligus
meluncurkan lima karya tulis buah tangan mereka, sebuah teladan yang patut
dicontoh oleh kalangan Muhammadiyah di wilayah lain.
Muhammadiyah Jatim tidak saja gesit dalam berorganisasi dan
mengurus amal usaha, kerja-kerja otak pun menjadi perhatian mereka.