Jurnal TSAQAFAH, Vol. 7, No. 2, Oktober 2011, hal. 345-374.
Sokhi Huda
Institut Keislaman K.H. Hasyim Asy’ari (IKAHA) Jombang
Email: sokhihuda81@gmail.com
Abstract
Mustad’afin Theology in Indonesia is the new face of al-Ma’un theology initiated by the Ahmad Dahlan. It eventually accumulates with more extensive issues and involves partnerships with other parties in order to achieve its praxis strategy. The basic assumption of this theology is that the practice of worship must be directly related to social concerns, with a foundation of monotheism
that manifests itself into the realm of praxis. This finally leads to the key words of “social unity” and “social rituals” which are then developed in the context of contemporary nationhood and statehood in Indonesia. Moreover, its epistemology primarily comes from: (1) Wahhabi-Salafi ideology of Rashid Rida, (2) the idea of education reform of Muhammad ‘Abduh, and (3) theology of al-Ma’un of Ahmad Dahlan. These three basic epistemologies are equipped with a significant adaptation to seven factors, in order to be accepted as a theology of liberators movement in Indonesia. The performance of Mustad’afin theology is a theology that does social defense for the following conditions: (1) oppression of faith, (2) retardation, (3) suffering of economic and social status, (4) moral suffering, and (5) the threat of theologies and the existence of Indonesia. Finally, it implies the necessity of Mustad’afin Islamic Jurisprudence to regulate the conduct of worship and social community. Furthermore, the exclusive part of Wahhabi-Salafi Islamic jurisprudence is no longer posed.
Teologi Mustad’afin di Indonesia adalah wajah baru dari teologi al-Ma’un yang diprakarsai oleh Ahmad Dahlan. Teologi tersebut terakumulasi pada isu-isu yang lebih luas dan melibatkan hubungan dengan pihak lain dalam rangka untuk mencapai strategi praksisnya. Asumsi dasar dari teologi ini adalah bahwa praktik ibadah harus langsung terkait dengan masalah sosial, dengan landasan tauhid yang memanifestasikan dirinya ke dalam wilayah praksis. Hal ini akhirnya mengarah pada kata-kata kunci, seperti “kesatuan sosial” dan “ritual sosial” yang kemudian dikembangkan dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan kontemporer di Indonesia. Lebih lanjut, epistemologi pada teologi Mustad’afin utamanya berasal dari: (1) ideologi Wahhabi-Salafi Rasyid Ridha, (2) pemikiran reformasi pendidikan Muhammad Abduh, dan (3) teologi al-Ma’un dari Ahmad Dahlan. Ketiga epistemologi dasar ini dilengkapi dengan adaptasi yang signifikan terhadap tujuh faktor, agar dapat diterima sebagai gerakan teologi pembebas di Indonesia. Akhirnya disimpulkan, bahwa kinerja Teologi Mustad’afin adalah teologi yang melakukan pertahanan sosial untuk kondisi berikut: (1) penindasan iman, (2) retardasi, (3) penderitaan ekonomi dan status sosial, (4) keterpurukan moral, serta (5) ancaman teologi dan ancaman bagi persatuan Indonesia. Hal ini mengisyaratkan perlunya fiqh Islam Mustad’afin untuk mengatur perilaku ibadah dan sosial masyarakat. Sehingga, bagian eksklusif dari hukum Islam Wahhabisalafi tidak lagi dikedepankan.
Keywords: Teologi Mustad’afin, fikih Mustad’afin, teologi Profetik, teologi Pembebasan, strategi praksis.
Download file
Sokhi Huda
Institut Keislaman K.H. Hasyim Asy’ari (IKAHA) Jombang
Email: sokhihuda81@gmail.com
Abstract
Mustad’afin Theology in Indonesia is the new face of al-Ma’un theology initiated by the Ahmad Dahlan. It eventually accumulates with more extensive issues and involves partnerships with other parties in order to achieve its praxis strategy. The basic assumption of this theology is that the practice of worship must be directly related to social concerns, with a foundation of monotheism
that manifests itself into the realm of praxis. This finally leads to the key words of “social unity” and “social rituals” which are then developed in the context of contemporary nationhood and statehood in Indonesia. Moreover, its epistemology primarily comes from: (1) Wahhabi-Salafi ideology of Rashid Rida, (2) the idea of education reform of Muhammad ‘Abduh, and (3) theology of al-Ma’un of Ahmad Dahlan. These three basic epistemologies are equipped with a significant adaptation to seven factors, in order to be accepted as a theology of liberators movement in Indonesia. The performance of Mustad’afin theology is a theology that does social defense for the following conditions: (1) oppression of faith, (2) retardation, (3) suffering of economic and social status, (4) moral suffering, and (5) the threat of theologies and the existence of Indonesia. Finally, it implies the necessity of Mustad’afin Islamic Jurisprudence to regulate the conduct of worship and social community. Furthermore, the exclusive part of Wahhabi-Salafi Islamic jurisprudence is no longer posed.
Teologi Mustad’afin di Indonesia adalah wajah baru dari teologi al-Ma’un yang diprakarsai oleh Ahmad Dahlan. Teologi tersebut terakumulasi pada isu-isu yang lebih luas dan melibatkan hubungan dengan pihak lain dalam rangka untuk mencapai strategi praksisnya. Asumsi dasar dari teologi ini adalah bahwa praktik ibadah harus langsung terkait dengan masalah sosial, dengan landasan tauhid yang memanifestasikan dirinya ke dalam wilayah praksis. Hal ini akhirnya mengarah pada kata-kata kunci, seperti “kesatuan sosial” dan “ritual sosial” yang kemudian dikembangkan dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan kontemporer di Indonesia. Lebih lanjut, epistemologi pada teologi Mustad’afin utamanya berasal dari: (1) ideologi Wahhabi-Salafi Rasyid Ridha, (2) pemikiran reformasi pendidikan Muhammad Abduh, dan (3) teologi al-Ma’un dari Ahmad Dahlan. Ketiga epistemologi dasar ini dilengkapi dengan adaptasi yang signifikan terhadap tujuh faktor, agar dapat diterima sebagai gerakan teologi pembebas di Indonesia. Akhirnya disimpulkan, bahwa kinerja Teologi Mustad’afin adalah teologi yang melakukan pertahanan sosial untuk kondisi berikut: (1) penindasan iman, (2) retardasi, (3) penderitaan ekonomi dan status sosial, (4) keterpurukan moral, serta (5) ancaman teologi dan ancaman bagi persatuan Indonesia. Hal ini mengisyaratkan perlunya fiqh Islam Mustad’afin untuk mengatur perilaku ibadah dan sosial masyarakat. Sehingga, bagian eksklusif dari hukum Islam Wahhabisalafi tidak lagi dikedepankan.
Keywords: Teologi Mustad’afin, fikih Mustad’afin, teologi Profetik, teologi Pembebasan, strategi praksis.
Download file
No comments:
Post a Comment