Faktor Kelahiran IMM
Kelahiran IMM tidak lepas kaitannya dengan
sejarah perjalanan Muhammadiyah, dan juga bisa dianggap sejalan dengan
faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap
hal yang dilakukan Muhammadiyah merupakan perwujudan dari keinginan
Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita sesuai dengan kehendak
Muhammadiyah dilahirkan.
Di samping itu, kelahiran IMM juga merupakan
respon atas persoalan-persoalan keummatan dalam sejarah bangsa ini pada
awal kelahiran IMM, sehingga kehadiran IMM sebenarnya merupakan sebuah
keharusan sejarah. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan
itu antara lain ialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102) :
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hal, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan, sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil. Dengan demikian, keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh dari kenyataan.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bisa diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah. Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari ka-langan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM belum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.
Kedekatan HMI dan Muhammadiyah Di samping itu, resistensi terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat dilihat ketika Lafrane Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokoh Muhammadiyah), dan beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan) yang juga seorang aktifis di Nasyi’atul Aisyiyah.
Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan mahasiswa Muhammadiyah bisa ditipkan melalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atul Aisyiyah, serta HMI yang sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan Muhammadiyah pada saat itu lebih menganakemaskan HMI daripada IMM. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi’atul Aisyiyah, serta amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI.
Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama, pada tahun itu (1956) Muhammadiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar (tiga tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepas-kan diri dari komitmen politik dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga, perguruan tinggi Muhammadiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang tentang ”..... menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah.” Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) diselenggarakan Kongres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota). Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedangkan ide pembentukannya dari Djazman al-Kindi (UGM, Drs.).
Kelahiran IMM dan Enam Penegasan IMM Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta. Tiga bulan setelah penjajagan tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah meresmikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tanggal 29 Syawal 1384 Hijriyah atau 14 Maret 1964 Miladiyah. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan ‘Enam Penegasan IMM’ oleh KH. A. Badawi, yaitu :
http://immsetengahabad.xyz/web/keimman/sejarah
NILAI DASAR IKATAN
http://immsetengahabad.xyz/web/keimman/nilaidasarikatan
Mars IMM:
http://immsetengahabad.xyz/web/keimman/marsimm
Hymne IMM:
C
Berkat rahmat Illahi
F C
Melimpahi perjuangan kami
Dm G
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
F G C
Ikhlas beramal dalam bakti
F Dm
Gemilang sinar surya
G C
Menerangi fajar harapan
F C Em Am
Jayalah IMM jaya …..a
F G F G C
Abadi perjuangan kami
http://immsetengahabad.xyz/web/keimman/hymneimm
- Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal, serta adanya ancaman komunisme di Indonesia.
- Terpecah-belahnya umat Islam dalam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politik ummat Islam yang semakin buruk.
- Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis.
- Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme.
- Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana kehidupan kampus yang sekuler.
- Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan.
- Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid’ah, khurafat, bahkan ke-syirik-an, serta semakin meningkatnya misionaris-Kristenisasi.
- Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hal, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan, sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil. Dengan demikian, keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh dari kenyataan.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bisa diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah. Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari ka-langan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM belum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.
Kedekatan HMI dan Muhammadiyah Di samping itu, resistensi terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat dilihat ketika Lafrane Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokoh Muhammadiyah), dan beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan) yang juga seorang aktifis di Nasyi’atul Aisyiyah.
Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan mahasiswa Muhammadiyah bisa ditipkan melalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atul Aisyiyah, serta HMI yang sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan Muhammadiyah pada saat itu lebih menganakemaskan HMI daripada IMM. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi’atul Aisyiyah, serta amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI.
Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama, pada tahun itu (1956) Muhammadiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar (tiga tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepas-kan diri dari komitmen politik dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga, perguruan tinggi Muhammadiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang tentang ”..... menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah.” Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) diselenggarakan Kongres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota). Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedangkan ide pembentukannya dari Djazman al-Kindi (UGM, Drs.).
Kelahiran IMM dan Enam Penegasan IMM Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta. Tiga bulan setelah penjajagan tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah meresmikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tanggal 29 Syawal 1384 Hijriyah atau 14 Maret 1964 Miladiyah. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan ‘Enam Penegasan IMM’ oleh KH. A. Badawi, yaitu :
- Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam.
- Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM.
- Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah.
- Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi maha-siswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara.
- Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah.
- Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta’ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
- Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa.
- Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam.
- Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah.
- Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.
- Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan.
http://immsetengahabad.xyz/web/keimman/sejarah
NILAI DASAR IKATAN
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai gerakan
kader, mendasarkan diri pada semangat ijtihadiyah (intelektualitas) dan
dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar yang telah menjadi nafas
Muhammadiyah sebagai gerakan yang mendorong tujuan Muhammadiyah yakni
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, maka Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah mendasarkan diri pada nilai-nilai yang menjadi dasar
geraknya. Nilai-nilai yang menjadi dasar geraknya ini dinamakan Nilai
Dasar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Keseluruhan nilai-nilai dasar
tersebut merupakan satu kesatuan prinsip yang saling mendukung bagi
proses gerakan menuju cita-cita gerakan.
Nilai dasar tersebut terdiri dari 5 (lima) butir sebagai berikut:
Butir 1 berbunyi “Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah gerakan mahasiswayang bergerak di tiga bidang gerakan, yaitu : keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan”.
Bidang yang menjadi fokus gerak Ikatan adalah bidang keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan. Bidang keagamaan adalah sesuatu yang melekat sebagai wilayah perjuangan Ikatan, disebabkan fondasi sosial tidak akan terbentuk dengan baik, tanpa pengembangan prinsip-prinsip keagamaan (religious principles). Prinsip-prinsip keagamaan yang dimaksud adalah sebagaimana terkandung dalam agama Islam. Pengembangan keislaman meliputi seluruh aspek kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan; atau mencakup dimensi akidah, ibadah dan muamalah duniawiyah. Terhadap keseluruhan dimensi-dimensi keagamaan tersebut, Ikatan berjuang untuk melahirkan prinsip-prinsip keseimbangan dan keutuhan, dengan tetap memperhatikan potensi-potensi dasariah manusia, baik akliyah maupun batiniyah. Bidang kemahasiswaan merupakan ruang sosial Ikatan yang akan terus diperjuangkan. Dunia kemahasiswaan dilihat sebagai medan perjuangan dan penyebaran nilai-nilai kritisme Islam, yakni bahwa Islam menghendaki terjadinya ruang sosial atau tatanan yang menjamin keadilan bagi semua pihak, maka Ikatan pun akan menjadi sisi penting dunia kemahasiswaan sebagai kawasan sosial yang hanif, dimanis, kritis dan toleran. Muara gerak Ikatan adalah dimaksudkan untuk melahirkan kekuatan sosial mahasiswa yang bebas dari pengaruh sepihak kekuasaan dan apalagi menjadi kepanjangan tangan dari kepentingan politik kekuasaan. Tetapi, Ikatan akan terus menerus mendorong gerakan elemen sosial ke arah pencerahan dan perbaikkan masyarakat secara luas. Sifat yang hanif dan kritis adalah sandaran sosial Ikatan. Bidang Kemasyarakatan adalah bidang gerak Ikatan yang terbuka, disebabkan bidang ini meliputi bangunan ide sosial, elemen atau institusi sosial, sehingga kekuatan-kekuatan sosial lainnya. Di dalam digambarkan coretan-coretan beragam (mozaik) yang harus dihadapi secara waspada, cerdas dan transformatif. Ikatan dalam memfungsikan kekuatan basis kader ditengah masyarakat tersebut, melihat segi-segi kemanfaatkan bagi pengembangan ide dan fungsionalisasi nilai-nilai dasar yang diyakininya, yakni nilai-nilai dasar ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Nilai-nilai dasar ini diyakini memiliki kekuatan persahabatan sosial dan melampaui intrik-intrik ideologi politik. Bidang kemasyarakatan ini adalah wilayah terluas dan paling objektif bagi peran Ikatan secara langsung. Pengembangan-pengembangan program kemasyarakatan lebih diarahkan kepada pembentukan ikim sosial yang kondusif bagi perbaikan, bimbingan dan kemaslahatan sosial.
Butir 2 berbunyi “Segala bentuk gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tetap berlandaskan pada agama Islam yang hanif dan berkarakter rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil ‘alamin)”.
Identitas gerak Ikatan mengacu kepada sumber jernih Al Qur’an dan As Sunnah, yakni ajaran yang mengajak kepada kema’rufan dan mencegah segala bentuk kemungkaran. Terhadap berbagai perbedaan sosial, Ikatan akan tetap menjadi kekuatan penyeimbang gagasan dan memposisikan diri sebagai elemen yang independen dan tetap memegang teguh prinip gerakan. Faktor ini menginspirasikan bahwa Ikatan bukanlah gerakan yang monopolitik dan berorientasi kepada kepentingan politik kekuasaan, sehingga basis-basis sosial yang se-ide dan sepaham merupakan sahabat karib Ikatan dalam menuju terbentuknya iklim sosial yang hanif dan dinamis. Terhadap gerakan sosial yang berbeda secara ide dan paham, maka Ikatan memposisikan diri sebagai kekuatan oposisi dan penyeimbang kritisme sosial. Hal ini dilakukan sebagai argumen bahwa Ikatan bukanlah elemen gerakan mahasiswa yang tertutup bagi proses-proses sosial yang dialogis dan kemungkinan tercapainya islah sosial sebagai perwujudan dari nilai-nilai ajaran Islam, yakni kemuliaan dan kerahmatan bagi sesama manusia, bukan menciptakan kesengsaraan dan kedholiman sosial.
Butir 3 berbunyi “Segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran adalan lawan besar gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan perlawanan terhadapnya adalah kewajiban bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah”.
Doktrin Islam berupa amar ma’ruf nahi mungkar adalah dua kekuatan berlainan dan menjadi spirit perjuangan Ikatan. Realitas masyarakat yang heterogen merupakan ladang terjadinya proses benturan-benturan cara pandang dan gerakan, disamping secara potensial juga dapat melahirkan kekuatan bersama yang kritis apabila terjalin secara komunikatif dialogis. Terhadap yang pertama Ikatan bersikap tegas, yakni bahwa kemungkaran dan ketidakadilan adalah lawan perjuangan sosial. Boleh dikatakan, bahwa kelahiran Ikatan disamping sebagai organisasi kader yang bertugas untuk melangsungkan proses regenerasi dan kepemimpinan bangsa di masa depan, baik di Muhammadiyah maupun di masyarakat secara lebih luas, kelahirannya juga dapat dilihat sebagai kekuatan pembebas (libersionis) dari proses yang mengsengsarakan umat/masyarakat. Ikatan merasa terpanggil untuk terlibat secara aktif dalam usaha perbaikan dan bimbingan sosial tersebut.
Butir 4 berbunyi “Sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan beranggotakan individu-individu mukmin, maka kesadaran melaksanakan syari’at Islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus mempunyai tanggung jawab untuk mendakwahkan kebenaran ditengah masyarakat”
Kader-kader Ikatan adalah individu-individu yang beridentitas Islam, yakni beriman kepada Allah SWT, melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dan mengembangkan potensialitas diri, yakni dimensi akliyah, perasaan/emosional dan dimensi spiritualnya melalui kegiatan pendidikan dan pengembangan-pengembangannya. Keseluruhan potensi yang diaktualkan tersebut dijadikan sebagai instrumen untuk mengantarkan kepada pencapaian pelaksanaan prinsip-prinsip ajaran Islam di tengah masyarakat secara lebih tepat dan berkesinambungan. Hubungan ini menjadikan tugas kader-kader Ikatan menjadi penting dan mulia, karena proses dakwah ditengah masyarakat adalah sesuatu kewajiban yang disadari dan diyakini.
Butir 5 berbunyi “Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah kader inti sel masyarakat utama, yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemuliaan dan kemaslahatan masyarakat, sesuai dengan semangat pembebasan dan pencerahan yang dilakukan Nabiyullah Muhammad SAW”.
Ikatan meyakini bahwa dirinya adalah bagian terpenting bagi pembentukan masyarakat utama, yakni masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, materiil dan spirituil, serta diridhoi Allah SWT. Oleh karena itu prinsip-prinsip kemerdekaan individu dan sosial, tidak akan melepaskan diri dari aspek kemulian dan kemaslahatan masyarakat. Ikatan tidak pernah mengutamakan salah satu dan menghilangkan makna penting yang lain diantara peranperan individu secara sosial maupun peran-peran sosial secara individu. Ikatan hanya menentang sikap keseimbangan fungsi, yakni menentang sikap individu yang tiranik sehingga merusak tatanan dan kemanfaatan sosial dan menentang sikap sosial atau altruistisme yang membunuh peran-peran individu yang dinamis, atau sikap sosila yang deteministik. Karena diyakini oleh Ikatan bahwa Nabiyullah Muhammad SAW selalu melakukan pembebasan bagi umatnya dari tindakan-tindakan tiranik dan sewenang-wenangan dan pada saat bersamaan melakukan pencerahan-pencerahan sosial, yakni melalui pendidikan batiniah dan lahiriah yang seimbang sebagai modal dasar pembentukan masyarakat yang mulia dan utama.
Nilai dasar tersebut terdiri dari 5 (lima) butir sebagai berikut:
- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah gerakan mahasiswa yang bergerak di tiga bidang gerakan, yaitu : keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan.
- Segala bentuk gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tetap berlandaskan pada agama Islam yang hanif dan berkarakter rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil‘alamin).
- Segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran adalan lawan besar gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan perlawanan terhadapnya adalah kewajiban bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
- Sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan beranggotakan individuindividu mukmin, maka kesadaran melaksanakan syari’at Islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus mempunyai tanggung jawab untuk mendakwahkan kebenaran ditengah masyarakat.
- Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah kader inti sel masyarakat utama, yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemuliaan dan kemaslahatan masyarakat, sesuai dengan semangat pembebasan dan pencerahan yang dilakukan Nabiyullah Muhammad SAW.
Butir 1 berbunyi “Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah gerakan mahasiswayang bergerak di tiga bidang gerakan, yaitu : keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan”.
Bidang yang menjadi fokus gerak Ikatan adalah bidang keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan. Bidang keagamaan adalah sesuatu yang melekat sebagai wilayah perjuangan Ikatan, disebabkan fondasi sosial tidak akan terbentuk dengan baik, tanpa pengembangan prinsip-prinsip keagamaan (religious principles). Prinsip-prinsip keagamaan yang dimaksud adalah sebagaimana terkandung dalam agama Islam. Pengembangan keislaman meliputi seluruh aspek kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan; atau mencakup dimensi akidah, ibadah dan muamalah duniawiyah. Terhadap keseluruhan dimensi-dimensi keagamaan tersebut, Ikatan berjuang untuk melahirkan prinsip-prinsip keseimbangan dan keutuhan, dengan tetap memperhatikan potensi-potensi dasariah manusia, baik akliyah maupun batiniyah. Bidang kemahasiswaan merupakan ruang sosial Ikatan yang akan terus diperjuangkan. Dunia kemahasiswaan dilihat sebagai medan perjuangan dan penyebaran nilai-nilai kritisme Islam, yakni bahwa Islam menghendaki terjadinya ruang sosial atau tatanan yang menjamin keadilan bagi semua pihak, maka Ikatan pun akan menjadi sisi penting dunia kemahasiswaan sebagai kawasan sosial yang hanif, dimanis, kritis dan toleran. Muara gerak Ikatan adalah dimaksudkan untuk melahirkan kekuatan sosial mahasiswa yang bebas dari pengaruh sepihak kekuasaan dan apalagi menjadi kepanjangan tangan dari kepentingan politik kekuasaan. Tetapi, Ikatan akan terus menerus mendorong gerakan elemen sosial ke arah pencerahan dan perbaikkan masyarakat secara luas. Sifat yang hanif dan kritis adalah sandaran sosial Ikatan. Bidang Kemasyarakatan adalah bidang gerak Ikatan yang terbuka, disebabkan bidang ini meliputi bangunan ide sosial, elemen atau institusi sosial, sehingga kekuatan-kekuatan sosial lainnya. Di dalam digambarkan coretan-coretan beragam (mozaik) yang harus dihadapi secara waspada, cerdas dan transformatif. Ikatan dalam memfungsikan kekuatan basis kader ditengah masyarakat tersebut, melihat segi-segi kemanfaatkan bagi pengembangan ide dan fungsionalisasi nilai-nilai dasar yang diyakininya, yakni nilai-nilai dasar ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Nilai-nilai dasar ini diyakini memiliki kekuatan persahabatan sosial dan melampaui intrik-intrik ideologi politik. Bidang kemasyarakatan ini adalah wilayah terluas dan paling objektif bagi peran Ikatan secara langsung. Pengembangan-pengembangan program kemasyarakatan lebih diarahkan kepada pembentukan ikim sosial yang kondusif bagi perbaikan, bimbingan dan kemaslahatan sosial.
Butir 2 berbunyi “Segala bentuk gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tetap berlandaskan pada agama Islam yang hanif dan berkarakter rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil ‘alamin)”.
Identitas gerak Ikatan mengacu kepada sumber jernih Al Qur’an dan As Sunnah, yakni ajaran yang mengajak kepada kema’rufan dan mencegah segala bentuk kemungkaran. Terhadap berbagai perbedaan sosial, Ikatan akan tetap menjadi kekuatan penyeimbang gagasan dan memposisikan diri sebagai elemen yang independen dan tetap memegang teguh prinip gerakan. Faktor ini menginspirasikan bahwa Ikatan bukanlah gerakan yang monopolitik dan berorientasi kepada kepentingan politik kekuasaan, sehingga basis-basis sosial yang se-ide dan sepaham merupakan sahabat karib Ikatan dalam menuju terbentuknya iklim sosial yang hanif dan dinamis. Terhadap gerakan sosial yang berbeda secara ide dan paham, maka Ikatan memposisikan diri sebagai kekuatan oposisi dan penyeimbang kritisme sosial. Hal ini dilakukan sebagai argumen bahwa Ikatan bukanlah elemen gerakan mahasiswa yang tertutup bagi proses-proses sosial yang dialogis dan kemungkinan tercapainya islah sosial sebagai perwujudan dari nilai-nilai ajaran Islam, yakni kemuliaan dan kerahmatan bagi sesama manusia, bukan menciptakan kesengsaraan dan kedholiman sosial.
Butir 3 berbunyi “Segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran adalan lawan besar gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan perlawanan terhadapnya adalah kewajiban bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah”.
Doktrin Islam berupa amar ma’ruf nahi mungkar adalah dua kekuatan berlainan dan menjadi spirit perjuangan Ikatan. Realitas masyarakat yang heterogen merupakan ladang terjadinya proses benturan-benturan cara pandang dan gerakan, disamping secara potensial juga dapat melahirkan kekuatan bersama yang kritis apabila terjalin secara komunikatif dialogis. Terhadap yang pertama Ikatan bersikap tegas, yakni bahwa kemungkaran dan ketidakadilan adalah lawan perjuangan sosial. Boleh dikatakan, bahwa kelahiran Ikatan disamping sebagai organisasi kader yang bertugas untuk melangsungkan proses regenerasi dan kepemimpinan bangsa di masa depan, baik di Muhammadiyah maupun di masyarakat secara lebih luas, kelahirannya juga dapat dilihat sebagai kekuatan pembebas (libersionis) dari proses yang mengsengsarakan umat/masyarakat. Ikatan merasa terpanggil untuk terlibat secara aktif dalam usaha perbaikan dan bimbingan sosial tersebut.
Butir 4 berbunyi “Sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan beranggotakan individu-individu mukmin, maka kesadaran melaksanakan syari’at Islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus mempunyai tanggung jawab untuk mendakwahkan kebenaran ditengah masyarakat”
Kader-kader Ikatan adalah individu-individu yang beridentitas Islam, yakni beriman kepada Allah SWT, melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dan mengembangkan potensialitas diri, yakni dimensi akliyah, perasaan/emosional dan dimensi spiritualnya melalui kegiatan pendidikan dan pengembangan-pengembangannya. Keseluruhan potensi yang diaktualkan tersebut dijadikan sebagai instrumen untuk mengantarkan kepada pencapaian pelaksanaan prinsip-prinsip ajaran Islam di tengah masyarakat secara lebih tepat dan berkesinambungan. Hubungan ini menjadikan tugas kader-kader Ikatan menjadi penting dan mulia, karena proses dakwah ditengah masyarakat adalah sesuatu kewajiban yang disadari dan diyakini.
Butir 5 berbunyi “Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah kader inti sel masyarakat utama, yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemuliaan dan kemaslahatan masyarakat, sesuai dengan semangat pembebasan dan pencerahan yang dilakukan Nabiyullah Muhammad SAW”.
Ikatan meyakini bahwa dirinya adalah bagian terpenting bagi pembentukan masyarakat utama, yakni masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, materiil dan spirituil, serta diridhoi Allah SWT. Oleh karena itu prinsip-prinsip kemerdekaan individu dan sosial, tidak akan melepaskan diri dari aspek kemulian dan kemaslahatan masyarakat. Ikatan tidak pernah mengutamakan salah satu dan menghilangkan makna penting yang lain diantara peranperan individu secara sosial maupun peran-peran sosial secara individu. Ikatan hanya menentang sikap keseimbangan fungsi, yakni menentang sikap individu yang tiranik sehingga merusak tatanan dan kemanfaatan sosial dan menentang sikap sosial atau altruistisme yang membunuh peran-peran individu yang dinamis, atau sikap sosila yang deteministik. Karena diyakini oleh Ikatan bahwa Nabiyullah Muhammad SAW selalu melakukan pembebasan bagi umatnya dari tindakan-tindakan tiranik dan sewenang-wenangan dan pada saat bersamaan melakukan pencerahan-pencerahan sosial, yakni melalui pendidikan batiniah dan lahiriah yang seimbang sebagai modal dasar pembentukan masyarakat yang mulia dan utama.
http://immsetengahabad.xyz/web/keimman/nilaidasarikatan
Mars IMM:
I = G.2/4
Lagu : Mursjid
Syair : M. Diponegoro
Int : F G C B Am
F G CG C
C
Ayolah……ayo………ayo
Derap derukan langkah
F C
Dan kibarkan geleparkan panji – panji
G C E Am
Ikatan mahasiswa muhammadiyah
F G C G C
Sejarah umat telah menuntut bukti
Ingatlah ….. ingat….. ingat…..
Niat tlah di kibarkan
Kitalah cendikiawan berpribadi
Susila cakap takwa kepada tuhan
Pewaris tampuk pimpinan umat nanti
Immawan dan immawati
Siswa tauladan putra harapan
Penyambung hidup generasi
Umat Islam seribu jaman
Pendukung cita – cita luhur
Negri indah adil dan makmur
Lagu : Mursjid
Syair : M. Diponegoro
Int : F G C B Am
F G CG C
C
Ayolah……ayo………ayo
Derap derukan langkah
F C
Dan kibarkan geleparkan panji – panji
G C E Am
Ikatan mahasiswa muhammadiyah
F G C G C
Sejarah umat telah menuntut bukti
Ingatlah ….. ingat….. ingat…..
Niat tlah di kibarkan
Kitalah cendikiawan berpribadi
Susila cakap takwa kepada tuhan
Pewaris tampuk pimpinan umat nanti
Immawan dan immawati
Siswa tauladan putra harapan
Penyambung hidup generasi
Umat Islam seribu jaman
Pendukung cita – cita luhur
Negri indah adil dan makmur
http://immsetengahabad.xyz/web/keimman/marsimm
Hymne IMM:
C
Berkat rahmat Illahi
F C
Melimpahi perjuangan kami
Dm G
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
F G C
Ikhlas beramal dalam bakti
F Dm
Gemilang sinar surya
G C
Menerangi fajar harapan
F C Em Am
Jayalah IMM jaya …..a
F G F G C
Abadi perjuangan kami
http://immsetengahabad.xyz/web/keimman/hymneimm
No comments:
Post a Comment