Judul :
Genealogi Kaum Merah: Pemikiran dan Gerakan
Penulis :
Makhrus Ahmadi dan Aminuddin Anwar
Tebal Buku :
308 halaman
Penerbit :
MIM Indigenous School&Rangkang Education
Tahun :
Mei, 2014
Harga :
Rp. 60.000 (Pasaran),
(Order langsung) ke MIM
Indigenous School diskon 15% x Rp. 60.000 = Rp. 51.000 (diluar ongkos kirim)
Cara order langsung. Regestrasi dengan SMS dengan ketik (Nama
pengorder/jumlah order/alamat
penerima/nomor telpon) kirim ke
0857-234-56933 atau via Twitter dan Facebook
@MIMIndigenous. Selanjutnya, pihak MIM Indigenous School akan mengkonformasi biaya
ongkos kirim. Dan pengorder dipersilahkan Mentransfer (biaya buku+ongkos
kirim) via BRI Syariah Yogyakarta 1006597951 a.n. Aditia Taruna MS. Barang akan dikirim,
setelah ada bukti validasi pengiriman transaksi dari Bank pentranfer pihak pengorder.
...........................
Pengantar Penulis
Di kampus
yang telah berparas pasar
Tikar-tikar
digelar-gelar menjual sejumlah gelar-gelar
Lapak-lapak
menjual loak-loak ilmu dan pengetahuan
Kiranya
jual-beli,
sesungguhnya
jelas terlihat disini
Teriakan
obral penjual semakin nyaring berbunyi,
tak
bersembunyi dari telinga pembeli
...
Usahlah
dicari,
kuragu
ada yang mau obrol-obrol diskusi,
tentang
advokasi,
tentang
diskriminasi,
tentang
liberalisasi,
tentang
marginalisasi,
dan,
apalagi tentang demonstrasi!
Usahlah
dicari,
kuragu
ada yang menjadi aktivis
yang
biasa obrolkan sosialisme
yang
biasa obrolkan komunisme
yang
biasa obrolkan nasionalisme
yang
biasa obrolkan modernisme
yang
biasa obrolkan humanisme
yang
biasa obrolkan liberalisme
yang
biasa obrolkan kapitalisme
dan,
apalagi yang biasa mencaci hedonisme!
..
Ah. Siapa peduli!?
Jika air
lebih banyak dibanding api
Terhanyut
sanubari, tenggelam hati
—Pasar
Gerlar: Muji Suseno
Memasuki setengah
abad atau menapaki satu abad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1964-2014).
Bukanlah usia yang singkat bagi sebuah gerakan mahasiswa Islam dan ortom
Muhammadiyah. Sebab, pada rentang masa ini, eksistensi IMM selalu menemukan
momentum: dalam mengukir sejarahnya sendiri. Entah, terkait persoalan
internal maupun persoalan eksternal organisasi sebagai medan juang yang
senantiasa memberi nafas panjang dialektika perjuangan. Namun, ditengah hiruk
pikuk dialektika tersebut, acapkali masih hadir pertanyaan terkait peran
pemikiran dan gerakan IMM selama ini. Hal ini didasarkan pada evolusi gerakan
IMM yang dituntut menghasilkan sebuah gagasan besar, yang mampu menjadi gagasan
sistemik kader secara nasional. Bahkan gagasan tersebut bukan hanya berbentuk wacana
belaka, tapi menjadi gerakan khas yang berasal dari basis nilai dan identitas
IMM.
Proses dinamisasi
pemikiran dan gerakan IMM seakan silih berganti, yang ditandai dengan maraknnya
fenomena pergantian struktur kepemimpinan, selalu diiringi dengan pergantian
akar pemikiran dan gerakan. Sehingga, adanya pluralitas pemikiran dan gerakan
menjadi hal niscaya terjadi dalam tubuh IMM—disamping tidak berasal dari satu
rumpun keilmuan yang sama, serta basis paham kultural yang lahir dari keluarga
Muhammadiyah. Tetapi hal tersebut, tidaklah menjadi alasan untuk tidak
menciptakan garis dasar pemikiran dan gerakan yang dilandasi oleh nilai dan
identitas IMM.
Salah satu bukti
otentik yang mampu menjawab hal tersebut diatas, yakni: persoalan masih
kurangnya kajian tentang IMM. Baik dari segi pemikiran maupun gerakan yang
dapat diketahui dari kurangnya literatur dasar tentang IMM. Sekalipun ada
literatur tentang IMM, hal tersebut masih menggunakan pendekatan historis dan
cenderung mengabaikan pendekatan futuristik yang lebih progresif dan kritis.
Bahkan celakanya, beberapa literatur yang membahas masalah IMM tidak banyak
dikenal dikalangan para kader—sebagai bentuk literatur dan kajian yang bisa
diperdalam sebagaimana dijelaskan dalam Bab I dan Bab IV buku ini. Sehingga,
hal tersebut seharusnya menjadi bahan refleksi dan evaluasi bagi tiap level
pimpinan, khususnya Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM: bahwa acuan bacaan dasar
mengenai IMM, ternyata tidak secara optimal dimanfaatkan sebagai kajian awal
untuk memahami IMM secara utuh.
Kondisi lainnya
yakni “sangat minimnya” kepedulian dan inisiatif dari pimpinan pada tiap level
kepemimpinan, untuk membumikan IMM sebagai objek kajian maupun mencoba
mentransformasikan kajian yang telah ada sebelumnya. Hal tersebut ditunjukkan
dengan kurang tersedianya buku kajian dasar tentang IMM yang bisa dilakukan
pencetakan ulang sebagai sarana untuk membumikan nilai historis dan nilai dasar
gerakan IMM terhadap para kader. Selain itu, tingkat produktifitas kader dalam
menghasilkan karya khususnya kajian tentang IMM juga terbilang masih minim. Hal
ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu: pertama, keengganan kader ataupun
struktur pimpinan untuk menelaah ulang sejarah IMM dan mencoba menjadikan IMM
sebagai salah satu objek kajian yang penting secara internal IMM, maupun dalam
ranah akademis. Kedua, IMM tidak terlalu menarik sebagai objek kajian
oleh orang di luar IMM, yang kemungkinan besar karena tidak mengetahui mengenai
seberapa besar peranan IMM sebenarnya pada ranah-ranah tertentu.
Ditengah mencari
jawaban pertanyaan yang mengkhawatirkan tersebut. Kegelisahan pun muncul,
ketika pada level cabang IMM Cabang AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta menghadapi
kondisi yang sangat plural: baik pemikiran, pembacaan (analisis) isu maupun
implementasi gerakan. Ketiadaan pendekatan yang termanifestasikan dalam bentuk
gen pemikiran ala IMM menjadikan kerangka gerakan IMM juga mengalami
implementasi yang beragam. Isu-isu sentral yang seharusnya menjadi bagian dari
kajian IMM—atau sebagai bagian dari pengejawantahan pemikiran juga menjadi
beragam dan cenderung reaksioner. Hal tersebut menjadi refleksi dan evaluasi
besar bagi ikatan untuk menformulasikan nilai dasar, corak pemikiran dan
identitas gerakan IMM secara utuh. Pengembangan dari kegelisahan tersebut kemudian
diimplementasikan dalam bentuk model perkaderan non-formal, yang
merupakan pengembangan kapasitas intelektual pasca perkaderan formal. Desain
dan tahapan dari model tersebut diimplementasikan sebagai bentuk orientasi
pemikiran tertentu menjadi implementasi gerakan, yang muncul ketika
tahapan-tahapan gen pemikiran dapat terlalui secara sistemik.
Inilah evaluasi
besar bagi IMM saat ini. Saat gerakan mulai tidak mampu menjawab tantangan
zaman ditengah perubahan konteks dinamika sosial, politik, ekonomi dan
keagamaan yang seiring sejalan ikut berubah. Sementara IMM mengalami kemapanan
pemikiran dan gerakan (jumud) yang ditandai dengan susah untuk beranjak
sesuai kondisi zaman. Maka, ditengah ragam pesimisme yang kian membesar
tersebut. Penguatan terhadap fondasi dasar dari nilai dan indentitas IMM harus
ditangkap sebagai ruh untuk memperbesar radius ragam perubahan, sekaligus
memberikan penyempurnaan terhadap semangat nilai dan identitas ikatan. Artinya,
terbukanya kran ijtihad pemikiran dan gerakan oleh segenap unsur dalam tubuh
IMM merupakan hal yang tidak bisa ditolak, untuk menciptakan gelombang gerakan
yang lebih kreatif dan inovatif dalam menapaki setengah abad IMM, tanpa harus
kehilangan genealogi dirinya sebagai gerakan “kaum merah” yang progresif.
Buku ini merupakan
bentuk kajian terhadap gen pemikiran kaum merah, yang mengakar kuat dalam tubuh
organisasi modernis-reformis Muhammadiyah. Bentuk pengakaran tersebut ditandai
dengan hadirnya semangat melakukan perubahan dalam setiap pemikiran dan
gerakannya. Apalagi, usia gerakan kaum merah ini sudah hendak menapaki satu
abad, yang pada tahap tertentu akan menimbulkan corak pemikiran dan gerakan
yang khas. Sebab itulah, dengan meminjam genealogi Michel Foucault, kajian buku
ini tidak hanya ingin menghadirkan kembali gagasan dengan pendekatan historis,
tapi juga secara empirik: tentang bagaimana pemikiran dan gerakan yang dipahami
dan digerakkan oleh para kader saat ini. Sehingga, harapannya buku ini mampu
membangunkan kembali semangat ruh perubahan, kreatifitas berfikir dan bergerak,
serta progresifitas cara bermimpi secara radikal.
Penyebutan kaum
merah dalam kajian buku ini, lebih diorintasikan pada—Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah, yang memiliki identitas “simbol merah” sejak kelahirannya hingga
kini. Jadi, penyebutan kaum merah, bukan secara serta merta menjadi identitas
tunggal dari sebuah gerakan dan ideologi revolusioner tertentu. Melainkan
identitas simbol warna universal, yang bisa digunakan oleh siapun dan gerakan
apapun, untuk menunjukkan jati diri dan gagasannya. Selain itu, kami menyebut
buku ini sebagai trilogi, setelah sebelumnya telah terbit: Rahim Perjuangan
(2009) dan Tak Sekadar Merah (2013). Serta untuk memperingati satu dekade MIM
Indigenous School. Hal ini merupakan ijtihad kami yang sering berdiskusi di MIM
Indigenous School sebagai lembaga creative minority IMM Cabang AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta, untuk memberikan kontribusi gagasan yang bersifat
kajian formal akademik dan studi empiris sebagai bahan evaluasi dan refleksi
bersama di setengah abad IMM atau menapak satu abad IMM.
Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak—IMMawan dan IMMawati, yang telah
banyak membantu dalam proses penulisan buku ini diantaranya: Drs. H. A. Rosyad
Sholeh yang telah berkenan memberikan prolog, Elida Djazman, Sjamsu Udaya
Nurdin, Drs. HM. Alfian Darmawan, Muhammad Sobar, S.EI., MSc. dan Khotimun
Sutanti, SE. yang telah meluangkan banyak waktu sebagai narasumber. Mohammad
Nizar, S.IP., MA. atas epilognya. Rekan-rekan responden kader IMM yang telah
kami sibukkan waktunya, maaf tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Halim Sedyo
Prasojo, SE., M.B.A—official project leader, filantropis semua project
“gila” tentang cara bermimpi dan gagasannya tentang “burjois sholeh”. Cehar
Mirza, S.IP., Deriana Putera Pamungkas, S.EI., Ahmad Syaifuddin, SH., Leni
Susanti, S.Kep.Ners. kapan lagi kita menjaga kuburan jam 2 pagi, hanya untuk
menunggu menunggu kalimat “IMM berapa?”. Serta DPD IMM DIY 2010/2012 diskusi
dan kebersamaan bersama kalian tak pernah menjemukan.
Para pegiat di MIM
Indigenos School: Aditia Taruna MS, Janan Febrianto, Farhan Lutfi, Muhammad
Rifandi, Rijal Ramdani, Jenal Nurfalah, Muji Suseno, Afif Noor Fauzi, Saifullah
Ghozali, Rohmad Qomaruddin, dan semuanya. Para tentor dan pegiat senior Prof.
Dr. Abdullah Sumrahadi, MA., Drs. Husni Amriyanto, M.Si., Nurwanto, S.Ag., MA.
M.Ed., Fauzi Fashri, S.IP, MSi, Faisal, SH., MH., Darwiatik Sabista, SIP., Zain
Maulana, S.IP, MA., Faris Alfadh, S.IP, MA., Irvan Mawardi, SH., M. Shaleh Farabi,
S.EI., Cahyo Prabowo, SE., Andri Syah, SE. M.ec.Dev. dan semuanya. Rangkang
Education David Anthony, SH., dan Agung
Mapa.
Terakhir, terlepas
dari kelebihan dan kekurangannya. Semoga buku ini, memberikan manfaat bagi
seluruh kader IMM. Dan kami pun membuka pintu lebar-lebar atas saran dan
kritiknya.
Purwokerto-Yogyakarta,
9 Mei 2014
Makhrus Ahmadi
Aminuddin Anwar
... Sebuah Testimoni.
Kehadiran buku “Genealogi Kaum Merah” karya
Makhrus Ahmadi dan Aminuddin Anwar ini, patut untuk menjadi referensi dan renungan
bersama dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang sudah memasuki usia
setengah abad. Buku ini tidak saja menyajikan tentang gerakan dan pemikiran
dalam tubuh IMM. Tapi juga menyajikan data empirik pemikiran kader dengan
sampel hampir merata di seluruh Indonesia, sehingga kebutuhan gen pemikiran IMM
sebagaimana dikonsepsi dan dioperasionalkan dalam gambara buku ini, bisa
membumikan lebih luas enam penegasan.
—Drs. H. A. Rosyad Sholeh. (Salah
Satu Deklarator Pendiri IMM)
Semoga buku karya ini memberikan banyak tambahan
terhadap khazanah ke-IMM-an kepada kita, karena sependek pengetahuan
saya, sangat sedikit referensi buku mengenai IMM. Kelahiran buku “Genealogi
Kaum Merah, Pemikiran dan Gerakan” ini mudah-mudahan memberikan semangat bagi
kader-kader IMM untuk berkarya agar referensi tentang IMM menjadi semakin kaya
—Halim Sedyo Prasojo, SE., M.B.A. (Official
Project Leader MIM Indigenous School)
Buku ini hadir dalam rangka ekspresi menebar
kegelisahan bersama, agar terjadi perubahan simultan dan serempak bagi IMM
kearah perbaikan yang secara harapkan bersama. Maka, perlu adanya diseminasi
gagasan yang kemudian dikolaborasikan dalam sebuah karya yang diberi nama
“Geneologi Kaum Merah”. Dari judul ini kita bisa menelisik bahwa terdapat
keterputusan pemikiran IMM dari generasi kegenerasi, yang sifatnya geneologis,
menumbuh dan berjejaring. Maka, dari itu perlu kita sambungkan dalam bentuk
sebuah tulisan.
—AditiaTaruna MS (Direktur MIM Indigenous
School)
....................
Sebagian dibalik buku ini ada:
... Kata Mereka,
Tentang Setengah Abad IMM
Pesan saya dalam rangka memperingati setengah
abad IMM, agar IMM kembali menggali enam penegasan sebagai identitas IMM supaya
tidak kemana-mana: apa itu IMM?
Drs. H. A. Rosyad Sholeh
Salah satu deklarator berdirinya IMM dan Mantan
Ketua DPP IMM
Diusia IMM yang yang setengah abad ini, bagaimana
kader IMM mampu membangun kebanggaan dan percaya diri. Ketika kader IMM tidak
bangga, maka tidak anda tidak akan mengatakan siapa dirinya dan tidak bisa
berbuat apa-apa. Jangan menunggu peran, anda harus mengambil peran. Dalam
perjuangan tidak ada kata terlambat, yang ada hanya kata tidak mau.
Drs. Alfian Darmawan
Sekjend DPP IMM 1975-1978
Saya tidak mengharapkan kalian menjadi politisi.
Dan tidak melarang kalian masuk partai politik atau bekerja sebagai wirausahawan.
Tapi, saya mengharapkan kalian bisa berfikir menjadi seorang negarawan. Semoga
tuhan menurunkan rahman dan rahimnya kepada kita semua. Masa depan IMM akan
cerah dengan berfikir sebagai negarawan, meski tidak menjadi ketua partai.
Sjamsu Udaya Nurdin.
Salah satu deklarator berdirinya IMM
Makna dalam lagu “cendekiawan berpribadi” itu,
kalau didalami tinggi betul maknanya. IMM sudah dari lahir berbicara tentang
kualitas moral. Cendekiawan berpribadi adalah kepribadian Muhammadiyah. Kita
memasyarakatkan kepribadian Muhammadiyah dengan berkualitas. Kita sudah
berbicara tentang negara. Dan sekarang, negara berbicara tentang kualitas
moral—kita sudah berbicara 50 tahun yang lalu.
Elida Djazman
Kabid IMMawati pertama dan Istri Alm. Djazman
Alkindi
Kader IMM yang baik paham betul akan ideologinya. Mereka memadukan
loyalitas dan militansi sebagai wujud integritas pengabdian kepada
persyarikatan, ummat, dan bangsa. Patut diingat, IMM adalah rumah intelektual
dan pergerakan. Terus berkarya dan berfastabiqul khairat.
Ahmad Baits Diponegoro
Mantan DPP IMM
Setengah abad bukan perjalanan yang
singkat. Lika liku perjalanan IMM akan menjadikan organisasi ini semakin matang
dan berjaya. Setelah setengah abad, IMM harus mampu melewati segala tantangan
dan mencetak kader-kader yang mampu membawa perubahan bagi Muhammadiyah,
bangsa, negara dan agama. IMM never die,
jayalah selalu IMM.
Ahmad Ahid Mudayana, SKM., MPH.
Mantan Kabid Hikmah DPD IMM DIY dan Sekprodi IKM UAD
Harapan
besar adalah IMM tak sibuk dengan politik belaka tanpa memikirkan kader bawah
yang sudah muak dengan tingkah laku para petingginya yang tidak punya mainstream.
Tsauroh Arrisalati
DPD IMM DKI Jakarta
IMM
bisa mengaplikasikan dan membumikan apa yang ada di dalam SPI. Menanamkan
secara kuat jiwa militansi dan progressifitas. Menginternalisasikan nilai-nilai
Islam dan ajaran-ajaran K.H. Ahmad Dahlan
Nuzula Syifaul Khujun
IMM Kebumen
Raih
yang tertinggal, bekukan yang telah dicapai merupakan suatu hal untuk tetap
eksis dengan mengutamakan ghiroh
dasar IMM sebagai ungkapan kembali ke khiitah gerakan
Cholish
Kabid Keilmuan DPD IMM SUMUT
Kader-kader
IMM harus cerdas dan solutif, intelektualprofetik itulah pegangannya, sehingga
harapannya semua kader IMM kalau terjun untuk berpolitik, selalu menggunakan high
politic.
Falaq Fazarudhin
IMM
Universitas Brawijaya Malang
IMM
menjadi jauh lebih baik, tidak berpolitik praktis, mampu memberikan pencerahan
terhadap golongan muda terkhusus yang masih labil dalam rangka mendidik
generasi muda, lebih mengamalkan Trilogi IMM sebagai pola dan jati diri yang
tertanam erat dalam pribadi masing-masing kader.
Abdulloh Ubaid
IMM UNESA
Selanjutnya, temukan di buku ;)
http://mimindigenous.blogspot.jp/2014/05/genealogi-kaum-merah-pemikiran-dan.html
No comments:
Post a Comment