Kompas, Cetak | 9 Juli 2015
MUKTAMAR KE-47 MUHAMMADIYAH (3-HABIS)
Pendidikan Kebangsaan Muhammadiyah
Berlandaskan kesadaran bahwa
pendidikan merupakan peranti penting untuk meningkatkan taraf hidup kaum
pribumi, Dahlan tetap pada langkahnya. Penolakan hingga berujung
pemboikotan dari warga Kauman tidak menyurutkan keinginannya untuk
mendirikan sekolah dengan metode pendidikan yang mirip dengan milik
pemerintah.
Kegigihannya dalam mempertahankan idenya berbuah hasil. Setelah enam bulan berjalan, muridnya bertambah menjadi 20 orang. Sekolah yang diinginkannya pun terwujud pada 1911 dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Berselang beberapa bulan, jumlah murid madrasah meningkat hingga 62 orang.
Melihat perkembangan yang menggembirakan, sejumlah pihak yang mendukung Dahlan mengusulkan pembentukan organisasi untuk mengurus tata kelola sekolah. Keberadaan organisasi dimaksudkan agar lembaga pendidikan yang dirintis Dahlan bisa berlangsung meski sang pendiri tak lagi terlibat di dalamnya atau ketika sudah mangkat.
Akhirnya, pada akhir 1912, Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi baru resmi berdiri. Persyarikatan ini tak hanya ditujukan untuk mengelola sekolah yang dirintis Dahlan. Muhammadiyah juga menjadi sebuah gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar (menyerukan kebaikan, mencegah kemungkaran) dan gerakan tajdid (pembaruan) seperti yang termaktub dalam Anggaran Dasar Persyarikatan Muhammadiyah.
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Marpuji Ali dalam Pengajian Ramadhan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 20 Juni lalu, menuturkan, pendidikan menjadi inti dari lahirnya gerakan Muhammadiyah. Sang pendiri, saat itu meyakini, melalui pendidikan akan muncul pencerahan yang bisa menyelesaikan masalah. Bentuk pendidikan dimanifestasikan dengan pendirian sekolah dan madrasah.
Hingga kini, semangat tersebut tak luntur. Lembaga pendidikan di bawah bendera Muhammadiyah kini tersebar hingga pelosok Tanah Air. Dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi, dimiliki oleh persyarikatan yang berusia lebih dari satu abad ini.
Muhammadiyah boleh berbangga dengan banyaknya lembaga pendidikan yang dimiliki.
Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu pemahaman yang cair dan terbuka terhadap pendidikan Muhammadiyah. Pesan Dahlan adalah menghidupkan warisan berupa etos kerja pembaruan pendidikan, bukan sekadar mengadaptasi sistem pendidikan yang dapat lekang dimakan waktu. Dengan demikian, pendidikan Muhammadiyah tak akan tergerus.
Dalam garis besar program nasional bidang pendidikan, iptek, dan litbang yang disusun Muhammadiyah telah dirumuskan pembuatan cetak biru pendidikan Muhammadiyah. Rumusan ini ditujukan untuk menjawab ketertinggalan pendidikan Muhammadiyah selama ini dan sebagai antisipasi menghadapi masa depan pendidikan yang lebih kompleks.
Percepatan pengembangan institusi pendidikan Muhammadiyah sebagai pusat keunggulan dengan menyusun standar mutu juga tercantum dalam garis besar program tersebut. Muktamar ke-47 yang akan digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, Agustus 2015, dinanti sebagai momentum untuk mewujudkan program pendidikan Muhammadiyah yang bermutu dan unggul di setiap wilayah.
Anggota Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Agus Sumiyanto, berpendapat, peningkatan mutu pendidikan Muhammadiyah meliputi perbaikan kualitas kepala sekolah dan guru di sekolah Muhammadiyah. Mereka diharapkan mampu mengelola pembelajaran yang kreatif. Ini karena salah satu kunci keberhasilan pendidikan ternyata pada kepala sekolah dan guru.
Perbaikan kualitas pendidikan Muhammadiyah kini menjadi keniscayaan. Jutaan anak Indonesia masih mempercayakan masa depannya di tangan pendidikan Muhammadiyah. Untuk itu, Muhammadiyah harus mempertahankan ciri khas perpaduan ilmu ilmiah dengan ilmu amaliah dalam lembaga pendidikannya sebagai landasan perbaikan kualitas.
Perdana Menteri Djoeanda Kartawidjaja, dalam pidato sambutan pada malam peringatan 45 tahun Muhammadiyah di Jakarta pada 1957, tak meragukan mutu dari pendidikan Muhammadiyah. Hal ini dibuktikan dari jumlah pemimpin bangsa yang merupakan besutan pendidikan Muhammadiyah. Salah satunya adalah Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Kendati demikian, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam buku Muhammadiyah Gerakan Pembaruan menuturkan, kisah sukses Muhammadiyah di masa lalu tidak boleh hanya menjadi romantisisme sejarah, tetapi juga harus menjadi titik pangkal dan spirit moral untuk kembali mengukir keberhasilan. Muhammadiyah juga wajib melakukan introspeksi diri secara kritis.
Pendidikan Muhammadiyah pernah menjadi tonggak pembaruan pendidikan nasional dan pendidikan Islam. Kini, belasan ribu lembaga pendidikan Muhammadiyah sepatutnya mampu memosisikan kembali menjadi pelopor pembaruan pendidikan untuk menjawab tantangan zaman. Lembaga pendidikan Muhammadiyah juga terus diharapkan menjadi tempat lahirnya generasi pencerah dan solusi bagi masalah bangsa.
MUKTAMAR KE-47 MUHAMMADIYAH (3-HABIS)
Pendidikan Kebangsaan Muhammadiyah
Di ruang tamu rumah berukuran 2,5 meter x 6
meter miliknya di Kampung Kauman, Yogyakarta, KH Ahmad Dahlan memulai
sebuah sekolah dengan metode pendidikan yang menyinergikan ilmu agama
Islam dan ilmu pengetahuan umum. Tak mudah memperkenalkan gagasan baru
tersebut. Banyak murid yang diajarnya memilih berhenti. Hanya delapan
orang yang bertahan kala itu.
Kegigihannya dalam mempertahankan idenya berbuah hasil. Setelah enam bulan berjalan, muridnya bertambah menjadi 20 orang. Sekolah yang diinginkannya pun terwujud pada 1911 dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Berselang beberapa bulan, jumlah murid madrasah meningkat hingga 62 orang.
Melihat perkembangan yang menggembirakan, sejumlah pihak yang mendukung Dahlan mengusulkan pembentukan organisasi untuk mengurus tata kelola sekolah. Keberadaan organisasi dimaksudkan agar lembaga pendidikan yang dirintis Dahlan bisa berlangsung meski sang pendiri tak lagi terlibat di dalamnya atau ketika sudah mangkat.
Akhirnya, pada akhir 1912, Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi baru resmi berdiri. Persyarikatan ini tak hanya ditujukan untuk mengelola sekolah yang dirintis Dahlan. Muhammadiyah juga menjadi sebuah gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar (menyerukan kebaikan, mencegah kemungkaran) dan gerakan tajdid (pembaruan) seperti yang termaktub dalam Anggaran Dasar Persyarikatan Muhammadiyah.
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Marpuji Ali dalam Pengajian Ramadhan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 20 Juni lalu, menuturkan, pendidikan menjadi inti dari lahirnya gerakan Muhammadiyah. Sang pendiri, saat itu meyakini, melalui pendidikan akan muncul pencerahan yang bisa menyelesaikan masalah. Bentuk pendidikan dimanifestasikan dengan pendirian sekolah dan madrasah.
Hingga kini, semangat tersebut tak luntur. Lembaga pendidikan di bawah bendera Muhammadiyah kini tersebar hingga pelosok Tanah Air. Dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi, dimiliki oleh persyarikatan yang berusia lebih dari satu abad ini.
Muhammadiyah boleh berbangga dengan banyaknya lembaga pendidikan yang dimiliki.
Tantangan
Marpuji
menyebutkan, ada berbagai tantangan yang saat ini dihadapi oleh lembaga
pendidikan Muhammadiyah. Beberapa di antaranya adalah kemunculan
lembaga pendidikan baru yang menangani sekolah lebih serius sehingga
melahirkan sekolah yang berkualitas. Kemudian, kemunculan pendidikan
asing yang mendirikan cabangnya di Indonesia. "Muhammadiyah jika tidak
bergerak akan ketinggalan," ujarnya.Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu pemahaman yang cair dan terbuka terhadap pendidikan Muhammadiyah. Pesan Dahlan adalah menghidupkan warisan berupa etos kerja pembaruan pendidikan, bukan sekadar mengadaptasi sistem pendidikan yang dapat lekang dimakan waktu. Dengan demikian, pendidikan Muhammadiyah tak akan tergerus.
Dalam garis besar program nasional bidang pendidikan, iptek, dan litbang yang disusun Muhammadiyah telah dirumuskan pembuatan cetak biru pendidikan Muhammadiyah. Rumusan ini ditujukan untuk menjawab ketertinggalan pendidikan Muhammadiyah selama ini dan sebagai antisipasi menghadapi masa depan pendidikan yang lebih kompleks.
Percepatan pengembangan institusi pendidikan Muhammadiyah sebagai pusat keunggulan dengan menyusun standar mutu juga tercantum dalam garis besar program tersebut. Muktamar ke-47 yang akan digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, Agustus 2015, dinanti sebagai momentum untuk mewujudkan program pendidikan Muhammadiyah yang bermutu dan unggul di setiap wilayah.
Anggota Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Agus Sumiyanto, berpendapat, peningkatan mutu pendidikan Muhammadiyah meliputi perbaikan kualitas kepala sekolah dan guru di sekolah Muhammadiyah. Mereka diharapkan mampu mengelola pembelajaran yang kreatif. Ini karena salah satu kunci keberhasilan pendidikan ternyata pada kepala sekolah dan guru.
Masyarakat
Perbaikan kualitas pendidikan Muhammadiyah kini menjadi keniscayaan. Jutaan anak Indonesia masih mempercayakan masa depannya di tangan pendidikan Muhammadiyah. Untuk itu, Muhammadiyah harus mempertahankan ciri khas perpaduan ilmu ilmiah dengan ilmu amaliah dalam lembaga pendidikannya sebagai landasan perbaikan kualitas.
Perdana Menteri Djoeanda Kartawidjaja, dalam pidato sambutan pada malam peringatan 45 tahun Muhammadiyah di Jakarta pada 1957, tak meragukan mutu dari pendidikan Muhammadiyah. Hal ini dibuktikan dari jumlah pemimpin bangsa yang merupakan besutan pendidikan Muhammadiyah. Salah satunya adalah Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Kendati demikian, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam buku Muhammadiyah Gerakan Pembaruan menuturkan, kisah sukses Muhammadiyah di masa lalu tidak boleh hanya menjadi romantisisme sejarah, tetapi juga harus menjadi titik pangkal dan spirit moral untuk kembali mengukir keberhasilan. Muhammadiyah juga wajib melakukan introspeksi diri secara kritis.
Pendidikan Muhammadiyah pernah menjadi tonggak pembaruan pendidikan nasional dan pendidikan Islam. Kini, belasan ribu lembaga pendidikan Muhammadiyah sepatutnya mampu memosisikan kembali menjadi pelopor pembaruan pendidikan untuk menjawab tantangan zaman. Lembaga pendidikan Muhammadiyah juga terus diharapkan menjadi tempat lahirnya generasi pencerah dan solusi bagi masalah bangsa.
(Riana A Ibrahim)
Versi cetak artikel ini
terbit di harian Kompas edisi 9 Juli 2015, di halaman 8 dengan judul
"Pendidikan Kebangsaan Muhammadiyah".
http://print.kompas.com/baca/2015/07/09/Pendidikan-Kebangsaan-Muhammadiyah
No comments:
Post a Comment