Tuesday, February 6, 2018
Haji Fachrodin: Sang Revolusioner Muhammadiyah
Buku Benteng Muhammadiyah adalah buku sejarah yang mengangkat riwayat dan pemikiran Haji Fachrodin, salah satu tokoh Muhammadiyah yang merupakan murid langsung KH. Ahmad Dahlan. Tidak sedikit warga Muhammadiyah dan masyarakat yang ternyata salah mengerti tentang Fachrodin. Salah satunya ialah anggapan bahwa Haji Fachrodin ada hubungan darah dengan KH. Abdul Rozak Fachruddin (Pak AR Jogja), Ketua Umum PP Muhammadiyah sebelum digantikan oleh KH. Azhar Basyir.
Kehadiran buku ini patut diapresiasi karena merupakan karya sejarah yang cukup komprehensif menggambarkan sosok Haji Fachrodin. Buku ini sekaligus sebagai “klarifikasi resmi” penulisnya yang sebelumnya manganggap Haji Fachrodin adalah ayah kandung Pak AR Fakhrudin Jogja. Selain itu buku ini menggambarkan secara komprehensif pemikiran dan perjalanan hidup Fachrodin. Setidaknya dalam buku ini sosok Fachrodin bisa dilihat dari tiga dimensi, yaitu sebagai seorang ulama, tokoh pergerakan (aktivis buruh), dan tokoh pers.
Sebagai seorang ulama, sosok Fachrodin tidak diragukan lagi. Meskipun tidak mengenyam pendidikan (agama) secara formal tetapi pengetahuan agamanya sangat luas, menguasai khazanah intelektual Islam klasik dan modern. Terbukti bahwa ia sering mengisi rubrik pengajaran agama dan kolom tanya jawab agama di majalah Soewara Moehammadijah (hal. 109) dan kemudian diberi amanat menjadi ketua pertama Bagian Tabligh Hoofdbestuur Muhammadiyah.
Kiprahnya sebagai tokoh pergerakan bisa dilihat dari radius pergaulannya yang luas melampaui sekat sekat ideologi, politik, dan golongan. Haji Fachrodin memiliki hubungan dekat dengan tokoh-tokoh revolusioner “kiri” seperti Alimin, Darsono, dan Haji Misbach. Uniknya, di sebelah lain Fachrodin juga aktif sebagai penningmeester Centraal Sarekat Islam dan dekat dengan tokoh-tokohnya (HOS Cokroaminoto, Abdoel Moeis, Haji Agoes Salim). Haji Fachrodin dikenal radikal-revolusioner dalam pemikiran dan tindakan sehingga ia termasuk di “jalur kiri” dalam peta perpolitikan nasional, yaitu ketika ia bergabung dalam surat kabar Doenia Bergerak, aktif sebagai wakil ketua ISDV Cabang Yogyakarta, IJB, dan Insulinde. Ketika memimpin ISDV Cabang Yogyakarta bersama Soerjopranoto, Fachrodin berhasil menggalang sarekat-sarekat tani dan buruh sampai ke pelosok pedesaan dan melakukan aksi pemogokan di pabrik-pabrik gula sebagai bentuk protes terhadap pemerintah kolonial.
Dunia pers dan penulisan tidak bisa dilepaskan dari sosok Fachrodin. Bakat menulisnya sudah tampak sejak aktivitasnya mengikuti pengajian modernis Ahmad Dahlan di Langgar Kidul. Bakat tersebut semakin terasah ketika ia belajar jurnalistik kepada Mas Marco Kartodikromo. Fachrodin tercatat sebagai tokoh penting pers di masa pergerakan. Ia terlibat sejak awal penerbitan surat kabar Medan-Moeslimin (1915) dan Islam Bergerak (1917) bersama Haji Misbach (Solo). Fachroedin juga pernah tercatat sebagai pimpinan redaksi surat kabar mingguan Srie Diponegoro, kontributor di surat kabar Doenia Bergerak (1919), redaktur Pambrita CSI (1920), Soewara Moehammadijah (1920), Bintang Islam (1923), Tjamboek (1925), Soengoeting Moehammadijah, Pertimbangan (1924). Karena tulisan-tulisannya yang tajam dan tidak jarang membuat pemerintah kolonial “kebakaran jenggot”, Fachrodin sering keluar masuk penjara karena delik pers. Selain di dunia pers, Fachrodin juga cukup banyak menulis buku, salah satunya yang terkenal adalah buku Marganing Koemawoela.
Kehadiran buku Benteng Muhammadiyah ini bukti masih adanya orang Muhammadiyah yang peduli dengan geliat intelektualisme serta kesejarahan dalam Muhammadiyah. Banyak data dan informasi penting yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengetahui sejarah awal pergerakan nasional dan perjalanan tokohnya. Lebih penting dari buku ini adalah menyadarkan warga dan pimpinan Muhammadiyah untuk tidak abai terhadap khazanah intelektual warisan para tokoh pendiri Muhammadiyah. Terbitnya buku ini menambah referensi tentang Fachrodin, salah satu pendiri Muhammadiyah, pahlawan nasional, tokoh pergerakan nasional, pers, dan ulama yang disegani di zamannya. Kita rindu pimpinan-pimpinan Muhammadiyah seperti Fachrodin, sosok revolusioner dalam pikiran dan tindakan.
Muhamad Arifin,
Sekretaris Majelis Pendidikan Kader (MPK) PD Muhammadiyah Kota Surakarta
(tulisan ini pernah dimuat di Majalah PK Media Perguruan Muhammadiyah Kottabarat-Surakarta)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment