Gatra, 30 November - 6 Desember 2017. h. 46
Judul buku : Bulan Sabit Terbit di
Atas Pohon Beringin
Penulis : Mitsuo Nakamura
Penerbit : Suara Muhammadiyah, Yogyakarta
Cetakan : I, Oktober 2017
Tebal : 487 halaman
Judul
resensi ini merupakan penggalan dari judul pengantar buku yang ditulis oleh
M.C. Ricklefs, yaitu: “Masyarakat yang Berubah dan Muhammadiyah yang Berubah”.
Judul itu berusaha menggambarkan secara ringkas isi buku yang merupakan revisi serta
pengembangan dari buku yang pernah diterbitkan oleh UGM Press dengan judul yang
sama tahun 1983.
Edisi
1983 itu merupakan kajian tentang Muhammadiyah di Kotagede dari tahun 1910
hingga 1972. Dalam edisi 2017 ini, seluruh isi edisi pertama itu menjadi bagian
pertama dari buku ini. Bagian kedua merupakan kajian antropologis baru yang
dilakukan Nakamura sejak 1972 hingga 2010.
Berdasarkan
pengamatan dan partisipasinya dalam berbagai kegiatan di Muhammadiyah selama
lebih dari 47 tahun itu, Nakamura berkesimpulan bahwa gerakan Islam ini tengah
menghadapi tantangan besar yang bisa menentukan masa depannya; akan terus
berpengaruh atau justru akan mati. Tantangan yang dihadapi Muhammadiyah tidak
hanya terkait aktivitas, kepemimpinan, dan keanggotaan, tetapi juga dalam hal
ideologi. Secara umum Muhammadiyah telah berusaha menyesuaikan dengan perubahan
yang terjadi di masyarakat, diantaranya dengan program Dakwah Kultural-nya.
Namun
Nakamura juga melihat bahwa banyak orang Muhammadiyah yang tidak bisa atau
tidak mau berubah. Dalam kasus Festival Kotagede (FK), misalnya, beberapa
pimpinan Muhammadiyah masih terjebak pada ideologi lama yang cenderung
puritanis dan eksklusif. “Banyak dari mereka yang hanya memfokuskan perhatian
pada masalah TBC, yang mencakup jelangkung dan jatilan, sementara urusan arti
penting FK bagi masyarakat secara keseluruhan tidak diapresiasi” (h. 417).
Pada
kasus Dakwah Kultural, Nakamura melihat adanya perubahan yang positif dalam
Muhammadiyah. Sebaliknya pada kasus FK, tidak berubahnya sikap dan pola
berpikir sebagian warga Muhammadiyah dari era 1970-an itulah yang kemudian
membawa kepada kesimpulan bahwa Muhammadiyah kini telah berubah ke arah negatif.
Dulu, sikap Muhammadiyah terhadap TBC itu dipandang sebagai upaya modernisasi.
Sekarang, seperti disebut Nakamura, sikap itu dipandang sebagai anti-budaya dan
kekurangpedulian terhadap kepentingan bersama (common good).
Tidak
berubahnya sikap Muhammadiyah dalam 40 tahun terakhir itulah yang menimbulkan
kesan bahwa ia berubah, dari progresif ke regresif. Tidak berubah tapi terlihat
seperti berubah karena konteksnya mengalami perubahan. Sebagai orang yang sudah
merasa menjadi bagian dari Muhammadiyah, Nakamura merasa gelisah dan khawatir
dengan apa yang terjadi dalam organisasi ini. Kira-kira ia ingin mengatakan,
“Mengapa sebagian pimpinan Muhammadiyah kok tenang-tenang dan tenteram saja
dengan persoalan ideologi dalam organisasi ini?” Persoalan inilah yang ditulis
Nakamura pada bagian-bagian akhir dari buku ini.
Secara
umum, bagian awal dari buku ini ditulis sebagai kritik terhadap Clifford Geertz
yang melakukan penelitian antropologis di Modjokuto atau Pare, Kediri. Bagi
Nakamura, penelitian Geertz yang diterbitkan menjadi buku berjudul The Religion of Java (1960) itu berpijak
pada pilihan tempat yang kurang pas yang kemudian membawa kepada kesimpulan
yang kurang akurat.
Modjokuto
adalah kota baru dan tidak memiliki sejarah yang panjang. Karena itu,
menjadikannya sebagai obyek kajian tentang dinamika keagamaan di Jawa menjadi
tidak pas. Kotagede-lah yang lebih pas untuk melihat Jawa. Lewat kajiannya di
Kotagede, Nakamura melihat bahwa banyak priyayi yang sekaligus merupakan santri
dan karena itu memisahkan keduanya menjadi problematis. Tokoh-tokoh
Muhammadiyah Kotagede, misalnya, adalah kumpulan para priyayi.
Selain
kritik terhadap Geertz, kekuatan buku ini adalah pada deskripsi dan analisisnya
tentang Kotagede yang begitu teliti. Barangkali tidak ada satu dokumentasi dan
kajian pun tentang Kotagede yang selengkap dan sedetail buku ini. Apalagi yang
mencakup rentang waktu beberapa dekade.
Seorang
antropolog seperti Nakamura ini menjadi orang yang lebih tahu tentang tempat
yang dikaji daripada insider atau
mereka yang tinggal di daerah itu. Dalam konteks Muhammadiyah secara umum,
banyak hal yang ditulis oleh Nakamura itu yang justru tidak diketahui atau
disadari oleh orang Muhammadiyah sendiri. Inilah yang membuat buku ini perlu dibaca
oleh orang-orang Kotagede dan Muhammadiyah.
Sebagai
penelitian antropologis tentu saja Nakamura tidak mengklaim bahwa hasil
kajiannya bisa menggambarkan Muhammadiyah secara lengkap dan utuh. Muhammadiyah
adalah multi wajah. Berbagai daerah menampilkan karakter dan corak yang
berbeda. Namun demikian, perubahan di Muhammadiyah Kotagede bisa dilihat
sebagai satu potret dari Muhammadiyah secara umum dalam skala nasional. Bahkan,
kajian ini bisa dipakai untuk mengaca tentang dinamika umat Islam Indonesia,
tidak terbatas pada Muhammadiyah.
-oo0oo-
Ahmad Najib Burhani
Wakil
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah
dan
Peneliti LIPI
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
ReplyDeleteJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)